BAB 3 : TEMAN ATAU MUSUH?

9 5 0
                                    

Hari-hari berlalu begitu cepat. Anne masih memikirkan perkataan vampir yang ia temui di dunia aneh ini—ah, namanya Vladis! Ia baru mengingatnya sekarang.

Vladis pernah mengatakan bahwa dunia luar itu menyeramkan, namun anehnya, Anne merasa sangat familiar dengan tempat ini. Ia pun bingung apakah Vladis adalah teman atau musuh. Satu hal yang ia yakini adalah bahwa dirinya seperti tahanan di sini, dikurung di istana milik pangeran vampir itu. Perasaan terkekang mulai menghantui hati Anne.

Anne melayangkan pandangannya ke sekeliling kamar yang besar ini. Ia tahu dirinya berada di kerajaan vampir. Perlahan, ia beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju balkon. Namun betapa terkejutnya ia saat menyadari bahwa kamar ini berada di lantai paling atas seperti sebuah penjara yang tak bisa ditembus!

Menggerutu kesal, Anne mulai mencari cara untuk keluar dari ruangan ini. Ia harus pergi dan mencari tahu di dunia mana ia sebenarnya berada!

Ceklek…

Pintu kamar terbuka, dan seorang wanita bergaun cokelat lusuh masuk. Mungkin ia seorang pelayan, pikir Anne. Pelayan itu terlihat bingung saat mendapati tempat tidur Anne kosong.

"Sttt, aku di sini!" bisik Anne. Sang pelayan segera menoleh dan tersenyum sebelum membungkuk hormat.

"Ada yang bisa saya bantu, Putri?" tanyanya lembut.

Anne mempersempit matanya, menatap wanita itu lebih dekat. "Kamu… Nenek?!"

Anne terkejut. Wajah pelayan itu sangat mirip neneknya saat masih muda. Tapi, bagaimana mungkin neneknya ada di sini?

Pelayan itu tampak bingung. "Maaf, Putri. Nama saya Elina, bukan nenek Anda."

Anne menggelengkan kepala. "Enggak mungkin! Kamu pasti nenek, kan? Tolong, Nek, bawa Anne pulang. Anne mau makan indomie rebus pakai telur dan cabe iris," ujarnya memelas.

Pelayan itu tersenyum tipis. "Maaf, Putri, tapi saya bukan nenek Anda."

Anne mendesah kecewa. "Kalau begitu, bisa kasih tahu caranya keluar dari kastil ini?"

Pelayan itu tampak ingin menjawab, tapi…

Prang!

Nampan yang dipegangnya jatuh dan pecah, melukai tangannya dengan serpihan kaca. Sambil gemetar dan ketakutan, pelayan itu bergegas meninggalkan Anne sendirian di tengah kesunyian kastil.

Meski begitu, Anne tak berniat mundur. Ia semakin bertekad untuk kabur dari kastil ini. Dengan semangat, ia mulai mengikat seprai dan selimut, menyambungnya menjadi tali panjang agar bisa turun dari balkon kamarnya.

Namun tiba-tiba…

"Hei, lagi apa?"

Deg!

Tubuh Anne menegang mendengar suara itu. Saat ia berbalik, matanya terpaku melihat Vladis berdiri di sana. Matanya merah menyala, dan mulutnya berlumuran darah. Ia menatap Anne dengan tajam.

Anne mundur perlahan, merasa terpojok di ujung balkon. Vladis terus mendekat dengan tenang, seolah menikmati ketakutan Anne.

"Anne, jangan takut. Ini bukan apa-apa. Kau tahu kan, vampir butuh darah untuk bertahan hidup?" ucap Vladis sambil tersenyum dingin.

Anne menggelengkan kepala, lalu bertanya gemetar, "Itu… darah manusia?"

Vladis tersenyum miring. "Terkadang lebih baik tak tahu segalanya. Kebenaran bisa membawa penyesalan."

"Kamu nggak bisa jawab pertanyaan sesederhana itu?" desak Anne.

Vladis memutar tubuhnya, berjalan menjauh. "Kalau aku menjawab, apakah itu akan mengurungkan niatmu untuk kabur dari kastilku?" tanyanya sebelum meninggalkan Anne.

The World of lycanthopolisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang