1. Ayo bercerai.

1.2K 105 10
                                    

"Mas, boleh aku minta sesuatu? Ceraikan aku, Mas. Talak aku."

"Lagi lagi kamu ngomongin hal yang nggak masuk akal. Aku cuma minta kamu adain pesta. Itu aja, kalau misal kamu nggak bisa, jawab aja. Nggak usah ngomongin hal yang nggak-nggak."

"Karena kamu udah sejauh ini. Apa yang kita bina selama ini bisa hancur  sia-sia."

"Aku tau, aku udah nyakiti kamu. Aku udah hianati pernikahan kita. Tapi aku tetap harus nikahi dia. Aku janji nggak akan ada yang berubah. Kita bisa hidup sama-sama. Aku janji bakal adil antara kamu dan dia."

"Mas, kamu tau bukan itu masalahnya."

"Tapi Ay, kamu kan udah ngizinin aku nikah lagi. Kamu yang ngizinin aku nikahi Mesya, kamu nggak lupa kan sama kata-katamu?"

Ruangan kamar bernuansa biru laut itu sangat sepi untuk beberapa saat. Permasalahan yang sama, pertengkaran yang tak ada ujungnya, dan tangisan keputus asaan hingga keputusan untuk memberi izin pernikahan pun menjadi jalan pilu untuk perempuan yang tengah duduk di ujung ranjang dengan kepala menunduk. Menatap lantai kamar dengan pikiran kalut menyadari bahwa dunianya telah hancur berantakan. Perlahan suara lirih pelannya memecah kesunyian.

"Benar, mas. Aku ngizinin kamu buat nikahi wanita yang kamu cintai. Karena hampir setiap hari kita bertengkar dengan masalah yang sama. Kamu yang selalu bahas dia, kamu yang selalu jujur dengan cinta buta dan kamu yang selalu bersikukuh tetap akan nikahi dia walau aku nggak ngasih izin pada awalnya. Aku capek Mas, bertengkar tiap hari dengan masalah yang sama. Aku lelah hadapi sikapmu karena sepuluh tahun pernikahan kita, bagimu nggak ada artinya."

"Ayana, aku nggak bisa hidup tanpa Mesya. Aku benar-benar cinta sama dia."

Ayana memejamkan matanya ketika kata cinta lagi-lagi terdengar seperti kutukan. Dia menatap laki-laki di depannya, Farhan, yang telah menjadi suaminya selama sepuluh tahun ini selalu menyebut nama perempuan lain dengan kata cinta yang dalam. Mengiris hatinya secara pelan dan kian bertambah perih seiring waktu berjalan. Ada badai hebat dalam hatinya yang mengamuk dan meluluh lantakan kewarasannya, tapi dia berusaha tegar dan menyembunyikan semua dengan baik.

"Jadi tolong, Ay. Jangan mempersulit semuanya. Kamu bisa kan? Lagian juga kamu biasanya nggak pernah protes gini."

"Mempersulit? Aku? Menurutmu aku mempersulit semuanya? Mas, kamu sadar yang kamu omongin?"

Ayana menahan tawa perihnya. Bahkan setelah semuanya, dia didorong sampai batas akhir kesabarannya. Semuanya hancur! Dia benar-benar tak tahu lagi harus berbuat apa. Tapi meski begitu, nada suaranya tetap lembut dan patuh, seolah dia tak memiliki amarah.

"Terus kalau nggak mempersulit, ini apa, Ay?  Nggak usah nangis, nggak usah lebay. Aku cuma nikah lagi dan bakal adil sama kalian berdua. Aku juga bakal tinggal di rumah ini. Apa sih yang kamu tangisin tiap hari?"

Ayana menghapus air matanya yang jatuh karena kata-kata Farhan selalu menusuk hatinya. Seolah semua tangisannya hanyalah beban dan sandiwara.

"Nah gitu. Aku sumpek liat kamu nangis tiap hari. Terus, Ay. Pestanya, bisa kan kamu yang ngurus?"

"Pesta?" ulang Ayana tanpa sadar. Pesta pernikahan untuk suaminya, lebih tepatnya. Seluruh tubuh Ayana pun gemetar menahan sesaknya dada.

Farhan mengangguk, seolah semua memang lumrah. "Harusnya ini jadi tanggung jawab ibu, tapi kamu tau kan, ibu udah nggak ada. Dan satu-satunya orang yang kupercaya buat handle semua cuma kamu, Ay."

Hening, tak ada jawaban sampai desahan napas berat Farhan terdengar.

"Aku minta tolong, Ay. Sekali ini aja, aku janji nggak akan ada yang berubah dalam pernikahan kita. Kamu mau kan?"

Pernikahan Untuk SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang