09. Seperti anjing

6.4K 647 74
                                    



"Sudah pasti Uzbekistan." Bastion menjawab dengan yakin.

Dito menatap Enigma itu dengan mata memicing, tidak senang. "Indonesia. Tidak lihat kemarin Indonesia menang melawan Korea Selatan?"

Bastion terkekeh sembari mengigit chips kentangnya. Ternyata Dito yang biasanya cerdas dan rasional itu bisa mengeluarkan pendapat bias seperti itu. Memang patriotik. "Benar, kemenangan tipis."

Dito kemudian mencubit paha Bastion dengan kesal. Sayangnya, paha Enigma itu terlalu keras dan penuh dengan otot hingga cubitannya tidak memberikan efek apa-apa pada Bastion. Bastion tertawa lagi. Dito mengerang sebal, menyadari jikalau Bastion sedang mencemoohnya.

Dia menaruh tangannya pada paha Dito dan meremas paha milik Dito yang kenyal dan pas untuk digenggam ditangannya. "Kenapa? Kau iri karena pahaku keras dan pahamu lembut seperti jeli?"

Tuh kan?

Menyebalkan.

Paruh pertama pertandingan berlangsung sengit. Lumayan bagus, tetapi ucapan Bastion terus mengganggunya. Dia sangat yakin kalau Uzbekistan akan menang.

"Indonesia akhir-akhir ini improve. Aku yakin kami bisa lolos semi-final." Dito berkata lagi.

"Improve? Masih jauh untuk hal itu. Terlebih, Uzbekistan punya rekor yang bagus dan fisik yang kuat. Akan sulit untuk dikalahkan."

"Kenapa kau sangat yakin kalau Indonesia akan kalah?" Dito memicing kearah Bastion yang memakan keripik kentangnya dengan seringai.

"Bukankah sudah jelas?" Bastion tertawa lagi saat melihat tatapan tajam Dito. "Ada kemungkinan Indonesia menang, memang. Tapi kemungkinannya tidak banyak."

Dito berdeham sebal. "Kalau begitu mari bertaruh. Siapa yang akan menang."

"Hm?" Bastion kini melirik Dito yang sedang menatap televisi dengan keyakinan penuh. Dia sangat yakin kalau Indonesia akan menang. Bastion tentu saja, sangat suka dengan hal semacam ini! Dia meletakkan keripik kentangnya dengan senyuman tampannya. Dia sudah memikirkan banyak hal yang akan dia minta jika dia memenangkan taruhannya.

"Kau tahu aku selalu siap dengan apapun," jawab Bastion. "Aku dukung Uzbekistan."

"Kalau kau kalah, berikan aku ponselmu. Aku akan memeriksa isinya." Dito berkata begitu dengan yakin. Dia percaya kalau Bastion pasti punya satu-dua rahasia yang dia simpan. Ponsel laki-laki itu selalu penuh dengan rahasia.

Bastion tersenyum mendengarnya, dia meraih ponselnya dan meletakkannya ditangan Dito. "Kau tersenyum karena yakin aku punya rahasia yang tidak bisa aku tunjukkan? Ini, kau tidak perlu mempertaruhkan sesuatu untuk memeriksa ponselku."

Diluar dugaan, Bastion memberikan ponselnya secara sukarela. "Benar??"

Bastion mengangguk. "Kalau kau berharap menemukan sesuatu yang bisa membuatmu memotong jatah-ku, lupakan saja."

Dito membuka ponsel Bastion yang bahkan tidak dikunci sama sekali. Seolah-olah yakin tidak akan ada orang yang berani membuka ponsel dirinya kalaupun tercecer disuatu tempat. Ponselnya bersih!

Hanya ada aplikasi-aplikasi untuk keperluan kampus, schedule, dan berita saja.

Sial.

Dito mencoba memerika galerinya, bahkan galerinya juga tidak sejorok yang Dito bayangkan. Padahal dia pikir galerinya akan penuh foto-foto pornografi, tapi isinya hanya ada tangkapan layar perkuliahan, pekerjaan, dan foto mereka berdua.

Kontaknya apalagi. Dito melihat bahwa Bastion hanya menyimpan kontaknya saja. Yang lainnya dibiarkan begitu saja tanpa di simpan kontak.

Bastion tersenyum kemenangan ketika melihat Dito yang kebingungan. Dia menunduk untuk mencium leher Dito, "Seluruh hidupku berpusat padamu, bagaimana mungkin aku punya aib diponselku?"

"Menyingkir. Napasmu geli." Dito mendorong wajah tampan itu menjauh dengan wajah datar. Dia benar-benar tidak mempan dirayu. Padahal Bastion tulus mengatakannya. "Kalau begitu taruhannya aku ganti. Berikan aku uang kalau kau kalah."

"Kau bisa minta itu sekarang juga tanpa taruhan."

"Sial."

Bastion tersenyum dan memeluk pinggang Dito, meletakkan dagunya diatas kepala Dito, mengurung tubuh Dito pada dekapannya. "Seluruh yang aku punya milikmu."

"Kau pikir merayuku begitu bisa menambah jatahmu?"

"Kenapa kau selalu berpikir kalau aku binatang berahi setiap kali aku memujimu?" Bastion kemudian menyelipkan tangannya kedalam pakaian Dito dan mengelus perut Dito. "Aku bisa berpikiran polos juga, tahu."

"Oh ya? Katakan itu pada orang yang lewat, kita lihat siapa yang percaya."

Bastion kemudian menggenggam paha milik beta itu, meremasnya pelan seraya mencium telinga Dito. "Kalau begitu, aku mempertaruhkan jatah-ku. Kalau kau menang, aku tidak akan memaksamu untuk seks selama seminggu. Tapi kalau aku menang..." Senyuman tipis terangkat dibibir Enigma itu. "Lakukan apa yang aku mau."

"Kau serius akan mempertaruhkan itu?" Tanya Dito. "Kau memperlakukan waktumu bercinta denganmu seperti hidup dan mati, aku tidak percaya kau bersedia aku menguranginya."

Bastion tidak langsung menjawab, melainkan membubuhkan kecupan-kecupan kecil dileher dan tulang selangka Dito. Memeluk Beta itu agar semakin masuk kedalam dekapannya. Genggamannya pada tubuh Dito terkesan posesif dan dominan, seolah-olah sedang mencoba mengklaim teritorinya. Dia membuat kissmark dan kecupan-kecupan basah yang meninggalkan bekas pada pertemuan leher dan bahu Dito.

"Aku punya satu hal yang ingin sekali aku coba." Bastion kemudian bersuara disaat bibirnya masih berada diatas kulit  Dito.

"Fantasiku yang selalu kau tolak karena katamu memalukan." Bastion tersenyum.

Dito terdiam mendengarnya. Untuk seketika dia tidak bersuara, diam membeku mendengar suara husky itu berbisik dikulitnya, masalahnya, fantasi Bastion itu banyak!

Dito tidak tahu yang dimaksud Bastion sekarang itu yang mana! Dan semua fantasi itu, sangat tidak senonoh, kadang hampir melanggar moral, dan memalukan!

"Tunggu, fantasimu itu terlalu banyak, yang mana yang kau ingin aku lakukan—"

"Kau ingat cerita tentang yang aku bilang, budak dan tuannya?"

"Fantasimu yang dimana aku jadi budak yang bertugas melayanimu setiap malam?"

Bastion menggeleng. "Bukan. Yang satu lagi."

"Fantasimu dimana saat aku jadi budak yang punya tugas duduk dipangkuanmu untuk penghangat penismu setiap kali kau bekerja?"

Bastion tampak kaget. "Bukan yang itu. Ternyata fantasiku sebanyak itu?"

"Kau baru sadar?" Dito menatapnya dengan tatapan muak. Kenapa Bastion itu tampak kaget dengan ide mesumnya sendiri? "Sudahlah cepat, katakan yang mana."

"Oh, baiklah. Aku akan jelaskan. Lihat, kalau Indonesia menang, kau boleh potong jatahku. Tapi kalau Uzbekistan menang..."

Bastion tersenyum dengan seringaian posesif— licik, hampir terangsang. Tangannya meremas paha Dito dengan tatapan kotornya. "Kau jadi tuannya. Tuan yang tidak mampu berjalan..." Bastion memegang kaki Dito dengan kecupan sayang. "Dan aku pelayan yang melayanimu setiap harinya, dari mandi, bangun tidur, dan... Menyetubuhi tuannya seperti anjing pada malam harinya."








***

Fantasi Bastion kalau ditulis satu-satu bisa buat buku nih

BETA'S RULETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang