Introduction

230 26 2
                                    

Lampu kristal bergelantungan di langit-langit ballroom mewah itu, memantulkan cahaya keemasan yang menari-nari di dinding dan lantai marmer hotel bintang lima. Setiap sudut ruangan tampak bersinar, sementara alunan musik klasik lembut menyatu dengan gemuruh obrolan para tamu yang hadir dengan busana formal mereka. Ini bukan sekadar pesta biasa, ini adalah malam penting dalam dunia bisnis, sebuah acara keluarga Wijaya di mana para pewaris masa depan dipertemukan untuk menjalin relasi berharga.

Nadira berdiri di salah satu sudut, merasa kecil di tengah kemewahan yang mengelilinginya karena hanya hadir seorang diri. Jarinya gemetar saat ia tanpa sadar memainkan ujung gaun hitamnya, seolah mencari pegangan di tengah perasaan canggung dan asing.

Matanya terus bergerak, menelusuri setiap wajah dalam ruangan besar itu, berharap menemukan satu yang familiar di antara lautan orang-orang asing. Luka di hatinya masih terbuka, baru beberapa minggu sejak hubungannya yang menyakitkan berakhir, tetapi tugas sebagai perwakilan keluarga memaksanya hadir di sini, tersenyum meski perasaannya remuk.

Di sisi lain ruangan, Jay berdiri dengan kegelisahan yang sulit ia sembunyikan. Ia sudah berjanji pada ibunya untuk memperkenalkan tunangannya malam ini, sebuah momen yang seharusnya penting bagi keluarga. Namun, kenyataan berkata lain, Thalia, gadis yang seharusnya berdiri di sampingnya, baru saja memutuskan rencana pertunangan mereka beberapa jam lalu. Alasan yang diberikan begitu sederhana namun menghancurkan: tekanan sebagai calon menantu keluarga konglomerat terlalu berat untuk Thalia tanggung.

Namun, saat mata Jay tanpa sengaja bertemu dengan pandangan Nadira, naluri mendesak mengambil alih logikanya. Dengan panik yang mendorongnya bertindak cepat, ia melangkah maju dan meraih tangan Nadira dengan tiba-tiba, menariknya mendekat ke arah ibunya.

"Oh, ini dia, sayang?" Suara lembut dan penuh antisipasi ibu Jay memecah keheningan Nadira, yang hanya bisa menoleh dengan kebingungan terpancar di wajahnya. "Cantik sekali. Kamu dari keluarga mana, nak?"

Sebelum Nadira sempat menjawab atau sekadar mengatur napas, Jay sudah menyahut dengan cepat, senyuman tegang terukir di wajahnya. "Salim, Ma. Ini Nadira." Tangannya dengan cekatan melingkar di pinggang Nadira, sentuhan yang terasa ringan tapi penuh maksud. "Kami mau ambil makanan dulu ya, Ma. Nadira belum makan dari tadi."

Tanpa memberi kesempatan bagi ibunya untuk bertanya lebih lanjut, Jay dengan cepat menuntun Nadira menjauh, menembus kerumunan menuju area prasmanan. Setibanya di tempat yang dirasanya cukup jauh dari jangkauan pendengaran ibunya, Nadira dengan segera menarik tangannya, wajahnya memerah penuh emosi.

"Tunggu," desis Nadira dengan nada yang terkontrol namun jelas penuh kecurigaan, matanya menyipit menatap Jay. "Maksudnya apa sih?"

Jay menelan ludah, berusaha menenangkan diri sebelum menjawab. "Nad, gue bisa jelasin. Thalia... dia..."

"Thalia kenapa?" Nadira memotong cepat, suaranya bergetar dengan kebingungan yang tertahan. Ia bisa merasakan sesuatu yang tidak benar sedang terjadi.

Sebelum Jay sempat menjawab, suara ceria ibunya kembali terdengar dari belakang, memotong ketegangan mereka. "Lho, kalian di sini? Ayo, Papa sudah menunggu untuk mengumumkan pertunangan kalian ke beberapa kolega!"

Seluruh tubuh Nadira seketika membeku. Jantungnya berdegup kencang, seolah menghantam dadanya dari dalam. Matanya melebar, mencerminkan kepanikan yang mendadak muncul. Di sisi lain, Jay tampak sama terkejutnya, wajahnya berubah pucat pasi. Dengan sikap putus asa, ia meraih tangan Nadira sekali lagi dan berbisik penuh harap, "Tolong gue, cuma malam ini aja. Gue janji akan jelasin semuanya nanti."

Di sekeliling mereka, atmosfer yang tadinya terasa anggun berubah menjadi tegang dan mencekam bagi Nadira. Suara tawa dan percakapan para tamu yang awalnya terdengar riuh kini terasa jauh, seperti memudar ke latar belakang. Semua fokus Nadira tertuju pada situasi yang mendadak menjadi rumit ini. Ia bisa merasakan tatapan penuh harap dari ibu Jay yang masih menunggu, sementara dari kejauhan, suara Papa Jay mulai terdengar mendesak.

"Jay! Nadira! Cepat ke sini!"

Nadira mengalihkan pandangannya pada Jay, matanya kini berkaca-kaca, campuran antara kebingungan, kemarahan, dan rasa tak berdaya. Di dalam benaknya, pikirannya berputar cepat, menimbang-nimbang segala kemungkinan. Haruskah ia mengikuti permainan gila ini dan menyelamatkan reputasi keluarga Jay malam ini? Ataukah ia harus membongkar kebohongan ini di depan seluruh tamu undangan, menghancurkan momen penting bagi keluarga mereka?

Detik-detik terasa melambat. Keringat dingin mulai mengalir di sepanjang punggungnya, dan telapak tangannya yang gemetar seolah menggenggam keputusan terpenting dalam hidupnya. Apa pun yang akan ia pilih malam ini, tidak ada lagi jalan kembali.

...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The (Right) OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang