Siapa?

9 0 0
                                    

~☆~




     Hari ini harusnya Aizawa Shota mendapatkan ketenangannya dalam hari libur yang sangat sulit dia dapatkan. Harusnya, dia masih bergelung damai di atas kasurnya tanpa perlu repot-repot memikirkan tugas mahasiswanya ataupun laporan penelitian yang sudah dia rampungkan beberapa hari lalu. Harusnya, dia dapat menikmati setidaknya tidur berkualitas nan nyenyak tanpa gangguan hingga sore hari saat anak bungsunya pulang dari daycare. Harusnya begitu, itulah yang sudah Aizawa Shota pikirkan sejak dua hari lalu ketika dia mengajukan permohonan libur beberapa hari (dengan memaksa) setelah jadwal padat dan penelitian yang menurutnya gila yang digarap oleh sahabatnya yang gila juga. Harusnya.

     "KACCHAN BERHENTI MELAKUKAN ITU PADAKU! DENGARKAN AKU BICARA DULU!"

     "AKU TIDAK BUTUH PENJELASAN MU DASAR DEKU SIALAN!"

     "KACCHAAAANNN!!!"

     "JANGAN COBA KABUR KAU JABRIK SIALAN!"

     "KAU YANG JABRIK!"

     "MINTA DI HAJAR YA KAU SIALAN?!"

BRUK

TAP TAP TAP TAP TAP

DUG

PRAANNGGG

     Semua kata 'Harusnya' dan rencana sederhana Aizawa Shota hancur sudah begitu suara heboh kedua putranya menggelegar di seluruh rumah. Tadinya, dia tidak mau membuka matanya. Berusaha bersikap bodo amat seolah tidak terjadi apa-apa. Tapi nyatanya, hingga menit ke sepuluh ia mencoba abai, kedua mahluk yang entah mengikuti siapa kelakuannya itu, tetap memeriahkan isi rumah dengan suara-suara variatif. Akhirnya, dengan kesal dan malas, Aizawa memutuskan untuk turun dari kasur dan beranjak membuka pintu kamarnya dengan niat mengikat kedua anak itu ke dalam kamar mereka agar mereka diam.

     Baru saja mau membuka mulut, Izuku langsung menghambur ke arahnya dan bersembunyi di balik tubuhnya sambil mencengkram erat piyama hitam miliknya. Aizawa menghela nafas lelah sebelum akhirnya Katsuki datang dengan membawa tutup panci yang tadinya hendak dia lempar ke arah Izuku. Katsuki ini anak yang pemberani, saking pemberaninya, dia sampai bengal dan tidak takut apapun. Selagi Aizawa belum mengeluarkan suara, Katsuki tetap pada aksi dan tujuannya. Seperti saat ini, meski tau ayahnya akan memberi peringatan, Katsuki bukannya berhenti justru menghampir Izuku yang masih mengetek pada Aizawa dan mencoba menariknya dengan paksa sambil berteriak dan memaki adik kembarnya sendiri.

     "KELUAR SINI KAU DEKU SIALAN! KAU INI BOCAH HAH?! KEMARI SIALAN!"

     Izuku menggeleng cepat sambil tetap mempertahankan cengkraman no jutsunya pada piyama ayah mereka.

     "KACCHAN SUMPAH ITU BUKAN AKU! KAU TIDAK MAU MENDENGAR PENJELASAN KU, KALAU BEGITU TANYA SAJA PADA KAK TOSHI!"

     "KALIAN PASTI BERSEKONGKOL! MEMANGNYA AKU BODOH SEPERTIMU?! SINI KAU SIA-"

     "Katsuki, siapa yang kau sebut bodoh dan sialan itu?"

     Dengan begitu, berakhirlah sumpah serapah si remaja 15 tahun itu.

□~□~□~□~□

     "Hah... Apa kalian tau hari ini adalah hari libur yang sudah susah-susah ku dapatkan? Apa kalian sengaja ingin ku gantung di tiang pagar rumah? Tidak masalah bagiku kehilangan dua dari empat. Aku bisa mencari lagi di panti asuhan"

     Kedua anak kembar tak seiras itu kompak menunduk dan terdiam. Keduanya dalam keadaan terikat di sofa dan beberapa merah merah bekas perkelahian fisik beberapa waktu lalu. Sebenarnya, kalimat kehilangan dan mencari di panti asuhan itu bukan gertakan kosong saja. Dulu, mereka kira itu hanya omelan biasa, namun ada hari dimana Katsuki berbuat keributan besar di SMP nya dan berakhir di skors. Saat di panggil ke sekolah sampai masuk ke dalam mobil untuk pulang ke rumah, Ayah mereka hanya diam tanpa bicara sedikitpun, namun secara tiba-tiba pria itu memasuki kamar Katsuki dan mengemasi beberapa baju anak itu ke dalam koper dan bersiap mengantarnya pergi ke Panti Asuhan. Katsuki si jagoan neon itu akhirnya menangis keras sampai wajahnya memerah, dengan panik dan sesegukan memegangi baju ayah mereka dan memohon agar dirinya tidak jadi ditukar. Eri dan Izuku saat itu ikutan menangis juga. Mau bagaimanapun, Katsuki tetap saudara mereka. Tapi disana Hitoshi justru menahan tawa karna setelah sekian lama akhirnya melihat Katsuki menangis meraung lagi sambil meminta maaf. Mungkin, anak sulung Aizawa itu merasa puas. Sejak saat itulah, Katsuki mulai meminimalisir tingkah laku bar-bar dan premannya. Tapi tetap saja, perkelahian dan cari ribut tampaknya sudah mengalir kental dalam DNA anak bernama Aizawa Katsuki itu.

AnantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang