Namaku Ajeng Sarasvati. Aku mempunyai latar belakang sebagai anak keturunan Jawa-Bali, anak muda yang mempunyai masa depan yang cerah dengan tidak melupakan budaya Jawa dan Bali yang kental. Di samping itu, aku adalah sang petualang yang mencari berbagai misteri keindahan Nusantara yang belum terungkap. Disinilah aku dihadapkan pada situasi yang membuatku harus membantu seseorang untuk melindungi wilayahnya dari kejahatan yang melanda.
Hal ini bermula dari 15 tahun yang lalu.
"Ajeng, siap-siap yuk! Udah mau jam 6 lho!" panggil Ibu dengan lembutnya.
"Iya, Bu," jawabku dengan suara cempreng karena waktu itu aku masih berumur 8 tahun.
Aku adalah anak perempuan dari keluarga berada di suatu kota. Aku disekolahkan oleh kedua orang tuaku karena mereka tahu aku harus mengenyam pendidikan untuk menjadi satu-satunya harapan sebagai generasi penerus bangsa. Ayahku adalah manajer perusahaan properti, namun rumahnya berlatar belakang budaya Indonesia yaitu rumah adat Jawa bernuansa tradisional dan modern. Sedangkan, ibuku sehari-hari menjadi ibu rumah tangga dan mendidikku.
Aku segera berkemas dan menyiapkan segala sesuatunya karena waktu sudah mulai mendekati pukul 6 pagi. Namun, pensil satu-satunya yang aku punya jatuh dan menggelinding masuk ke sebuah ruangan. Aku langsung mencari pensil itu dan menemukannya segera. Saat itu juga, aku melihat ada seberkas cahaya hijau di depanku. Aku kira itu adalah kunang-kunang, jadi aku langsung menuju ke cahaya itu dan mencarinya. Namun, bukan kunang-kunang yang aku dapat. Aku malah menemukan sebuah buku kuno yang sudah usang. Karena aku suka membaca, aku penasaran isi dari buku kuno itu. Aku baca sebentar dan sekilas, buku itu berisi tentang segala macam keindahan dan kesaktian Indonesia. Banyak sekali hal yang ingin aku tahu dari buku kuno itu, mulai dari budayanya, hewan, tanaman, sampai ke penjaga Nusantara. Hingga akhirnya, ketika aku membaca halaman terakhir dalam buku itu, bunyinya seperti ini.
Peradaban yang telah terukir batu keabadian, telah terpendam karena api jahat melahapnya. Di suatu hari, di suatu masa yang lain, akan ada seorang gadis yang menemukan kembali peradaban yang telah lama terpendam. Ucaplah kalimat ini, 'Nusantara telah kembali, terukir prasasti. Nusantara telah kembali, jadilah abadi.'
Setelah aku membacanya, sesosok makhluk muncul dari dalam buku. Jilli, itu adalah nama yang tertuang dalam buku kuno. Delapan Jilli yang menjadi pengawal setia Ratu Tribhuana Wijayatunggadewi menjaga keseimbangan peradaban yang indah itu. Akan tetapi, dia hanya muncul dua Jilli. Aku awalnya panik, mengapa ada makhluk yang muncul di buku itu? Sampai pada akhirnya, mereka seperti berkomunikasi denganku bahwa aku adalah orang yang terpilih.
"Ajeng, yuk! Bus-nya udah nunggu," panggil Ibu dari depan rumah. Aku sadar kalau apa yang kulakukan akan membuatku telat masuk bus. Aku segera memasukkan buku kuno itu ke tasku dan bergegas menuju ke depan rumah untuk masuk ke bus sekolah.
Setelah aku masuk ke bus sekolah, aku baru terpikirkan tentang dua makhluk itu. Aku tidak tahu makhluk apa itu, tapi imut sekali. Rasanya, aku mau bermain dengan mereka berdua setelah pulang dari sekolah. Tetapi, aku meninggalkan mereka. Bagaimana kalau orang tuaku tahu dan kaget kalau mereka berdua ada di rumah?
Setelah sampai ke sekolah, aku masuk ke kelasku. Ketika murid lain berbincang dengan temannya, aku kembali membaca buku kuno itu dengan sangat hati-hati. Banyak sekali istilah yang aku tidak tahu, seperti Dewata Nawa Sanga, Sang Dwija Naga Nareswara, Sang Hyang Baruna, Sang Padmanaba Wiranagari, Sang Hyang Naga Amawabhumi, Sang Kinjeng Tunggalmanik, Sanghara Kalpa Banaspati, dan Sang Hyang Antaboga. Aku juga kaget, namaku ada di buku kuno itu, Sarasvati. Karena aku penasaran, dengan polosnya aku bertanya ke guru IPS-ku, Pak Samsudewa saat kelasnya dimulai.
"Pak Guru, Sang Hyang Antaboga itu apa, Pak?" tanyaku polos.
Pak Dewa kaget dengan pertanyaanku seakan mengisyaratkan sesuatu dan balik bertanya, "bagaimana kamu bisa tahu istilah itu, Nak?"
Aku menunjukkan buku kuno yang aku temukan dengan polosnya ke Pak Dewa. "Ini, Pak. Saya menemukan buku ini di rumah saya."
Pak Dewa dengan kacamatanya segera membaca istilah yang aku bacakan. Ternyata benar, Pak Dewa tahu itu karena beliau adalah guru IPS dan beliau merasa sangat senang akan hal itu. "Oke, Ajeng. Terima kasih ya."
"Nah, kalian tahu nggak? Indonesia ini dulunya itu Nusantara yang punya banyak kerajaan lho!" Pak Dewa mulai bercerita.
"Wih, beneran itu, Pak?" tanya salah satu murid di kelasku paling depan.
"Benar sekali. Nah, mereka juga punya kepercayaannya masing-masing lho, termasuk yang Ajeng tadi bilang."
"Yang Antaboga itu, Pak Guru?" tanya teman di sampingku, Putri karena dia tahu aku membaca kalimat itu.
"Benar sekali. Antaboga adalah sosok manusia yang menjadi naga penghuni dunia bawah yang dipercaya melindungi Nusantara pada zaman dahulu. Dia punya berbagai kekuatan luar biasa, bisa berubah wujud, memberikan kehidupan pada makhluk lemah yang mati, bahkan ada juga yang percaya bahwa kekuatannya bisa menghubungkan Sang Dewa Pencipta pada masa itu."
Semua murid ternganga dan kagum dengan cerita Pak Dewa. Hingga akhirnya, seluruh kelasnya diisi dengan kisah Sang Hyang Antaboga ini. Ternyata, buku kuno ini bukan hanya mengeluarkan dua makhluk yang imut, tetapi juga menceritakan sejarah Nusantara. Dari situlah, aku mulai termotivasi untuk menjejaki kakiku untuk bertualang ke berbagai pelosok Indonesia.
Setelah sekolah selesai, aku langsung pulang untuk memeriksa Jilli. Namun, ketika aku mencarinya ke seluruh rumah termasuk ruangan tadi pagi, tidak ada apa-apa disitu. "Dimana Jilli-Jilli itu?"
"Ajeng, kesini dong!" panggil ayah dengan gembiranya. Aku tahu ayah selalu gembira, namun tidak pernah ayah sebahagia ini. Aku langsung menuju ke depan rumah pelan-pelan sampai di depan rumah dengan peliharaan burung barunya ayah.
"Lihatlah! Cantik, kan? Burung putih dengan mata biru ini cantik banget!" Ayah terlihat kegirangan melihat dua burung itu. "Ayah menemukannya di luar rumah dan terlihat sakit, makanya Ayah merawatnya. Gimana, Ajeng? Bagus kan?"
Di luar rumah? Burung putih dengan mata biru? Itu bukannya Jilli?
Ajeng, ini kami berdua kok. Para Jilli yang akan melindungimu...
Aku mendengar suara di pikiranku. Apakah benar dua burung itu Jilli? Aku bertanya dalam hati, "benar nih mereka bisa bicara denganku?"
Tenang, ayahmu tidak bisa mendengar percakapan kita kok. Bicara dalam hati aja ya...
Ternyata itu benar mereka berdua. Bisa-bisanya mereka jadi peliharaannya ayahku. Haduh...
KAMU SEDANG MEMBACA
SARASVATI'S WONDERLAND INDONESIA
PrzygodoweCerita ini mengisahkan tentang Ajeng Sarasvati sebagai tokoh utama yang berasal dari dunia nyata bertualang ke dunia Wonderland Indonesia bersama Reswara untuk melindungi dunia Wonderland Indonesia dari kebangkitan Sanghara Kalpa Banaspati. Cerita i...