Terjebak Nista 02

1.4K 14 1
                                    

Nelis merasakan kepalanya sangat pening. Baru dinihari gadis itu bisa memejamkan mata. Hari sudah pagi, terlihat dari matahari yang mengintip malu-malu dari ventilasi udara.

Di ruangan 2x3 meter itu Nelis menangis semalaman. Hanya berlapis kasur lantai tipis dengan satu bantal dan lemari plastik dua tingkat, ruangan yang kata Har menjadi tempat untuk Nelis beristirahat.

"Nel, bangun! Sudah giliran kita yang jaga lagi." Har mengetuk pintu yang terbuat dari triplek itu kencang membuat gadis di dalamnya terlonjak kaget.

Kriet!

Pintu terbuka menampilkan Nelis yang sangat jauh dari kata baik. Rambutnya awut-awutan dengan kantung mata menghitam. Har tersenyum tipis.

"A-aku mau pulang saja, Yuk. Dak kerja lagi." Nelis memberanikan diri. Dia menyesal sudah datang ke tempat itu.

Raut wajah Har berubah. "Heh, enak nian kau, ya! Mana bisa gitu. Cepat mandi, ganti baju yang aku kasih kemarin. Dak ada kata merengek nak pulang lagi. Kau sudah di sini, artinya kau siap kerja apa pun. Nyari kerja, tuh, susah, Nel. Di sini kau tinggal anter-anter makanan ke meja be. Kalo beruntung, kau dapat tip besar dari para supir itu."

"Ta-tapi, Yuk. Bukan pekerjaan seperti ini yang aku mau. Aku kira jadi pelayan biasa. Dak taunya--"

"Dak taunya apa? Jual diri? Kalau iya, emang kenapa?" potong Har.

"Pokoknya aku mau pulang bae, Yuk." Nelis kembali menangis.

Tangisan Nelis terdenger pekerja lain yang baru keluar kamar. Mereka menatap heran, tetapi tak ada satu pun yang mendekat.

"Kau pulang, kau mati, Nel. Cepat mandi, pake baju yang aku kasih!" marah Har.

Har mendorong bahu Nelis keras, hingga membuat gadis itu kesakitan. Tak ada yang bisa dilakukan, akhirnya Nelis menuruti perkataan Har. Dia segera menyaut pakaian yang diberikan kakak sepupunya kemarin dan handuk lusuh dari dalam ranselnya.

*

Keadaan rumah makan mulai ramai, walau baru saja buka. Karena sebagian supir ada yang menginap di rumah makan tersebut sekedar melepas gairah yang tiba-tiba datang. Bukan lagi hal baru, kebanyakan para sopir pasti 'jajan' di perjalanan, ini bagi yang tidak tahan godaan.

Ketika Nelis keluar, beberapa supir mulai bersuit-suit. Mereka tahu ada barang baru, apalagi terlihat masih segelan. Siapa yang tidak senang melihat gadis muda tampak paling bening di antara pelayan lainnya.

"Wih, Mak, barang baru ya? Kok, sayo dak tau. Cuba tadi malam tahu, aish, sayang nian!" sesal seorang supir cukup muda berwajah manis.

Mak Dira yang berdiri di belakang meja kasir hanya tersenyum lebar. Dia mengedipkan sebelah mata saat Nelis menatap melas ke arahnya.

Nelis sendiri hanya bisa pasrah. Pasrah untuk saat ini. Namun, gadis itu juga memikirkan cara bagaimana keluar dari tempat ini. Pasalnya, di depan rumah makan, ada beberapa orang besar berpakaian preman berdiri di sana.

Nelis ingin menelpon Bang Ramdan, tetapi ponselnya rusak sejak tiba di sini. Ponsel lawas keluaran 2015 itu tidak bisa menyala walau telah tersambung ke aliran listrik. Kesempatan satu-satunya, Nelis harus mencari celah untuk kabur bagaimanapun caranya.

Hari semakin siang, semakin sepi pula rumah makan tersebut karena sebagian supir ekspedisi yang mampir menginap kembali melanjutkan perjalanan. Di saat itulah Nelis dan pelayan lain bisa beristirahat.

Nelis memilih menyendiri di belakang rumah makan. Duduk di bangku kayu yang usang, gadis berparas ayu itu memakan sepiring nasi dengan lauk ayam goreng. Teringat mamak dan adiknya di rumah, Nelis merasa sesak. Makanan yang baru masuk mulut, tak mampu melewati kerongkongan. Menangis sambil makan adalah hal yang sangat tidak enak.

Terjebak NistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang