home [2]

578 50 7
                                    

Bukan perkara mudah saat Jay kelimpungan menyelesaikan beberapa problem perusahaan dan mengharuskan dirinya menetap lebih lama dari biasanya. Ia mengerti jika sudah seharusnya hal ini menjadi tanggung jawabnya, namun kepalang panas, kesal setengah mati saat tahu kesalahan ini berawal dari kelalaian dirinya setelah cuti satu hari minggu lalu. Aneh sekali, padahal sebelum ia mengajukan cuti, semua pekerjaannya tuntas dengan rapi. Bahkan ia melakukan double-check agar tidak ada kesalahan. Nasib buruk, semuanya justru tidak tertolong karena satu kelalaian sehingga menciptakan runyamnya keadaan.

Ia pulang larut, mengabari Evan yang kemungkinan sudah dirumah sejak pukul lima sore. Menyandarkan diri di bangku kemudi. "Hari sial." Gumamnya sembari menyalakan mobil dan melepaskan rem tangan.

Tidak cukup lama berkemudi di pukul dua belas malam lewat. Jalan mulai sunyi namun tidak sepenuhnya kosong, masih ada beberapa kendaraan berlalu-lalang simpang siur. Ia sampai di rumahnya dua puluh menit, membuka pintu dengan pin, dan masuk tanpa suara. Ia tidak ingin membangunkan Evan yang tengah tertidur.

Mengambil segelas air dan meminumnya. Duduk sebentar di kursi makan, melamunkan hal yang tidak berarti, ia segera naik ke lantai atas untuk masuk ke kamarnya. Ruangan cukup gelap namun sepertinya sang tuan rumah masih terjaga.

"Kau belum tidur, 'huh?"

Suara Jay menggema, menarik perhatian Evan yang sibuk dengan laptopnya. Entah apa yang ia kerjakan, "aku tadi langsung tertidur setelah pulang, dan sekarang sudah tidak mengantuk."

"Sudah makan malam?"

Evan membalasnya dengan sunggingan senyum, "belum, tadi sore sebelum tidur hanya memasak ramyeon."

"Berhentilah makan ramyeon, kau hampir menghabiskan satu pack dalam seminggu."

"Iya." Sahutnya lembut, bangkit dari duduk dan mendekat ke arah Jay. Ia menarik pinggang sang suami dan mencium tengkuknya dengan kecupan kupu-kupu, "cerewet sekali. Pulang larut seperti ini apa energi marahmu masih banyak?"

Jay mendengus, mencoba melepaskan diri dari pelukan dan melucuti pakaiannya. Ia menepuk lengan Evan jahil, tertawa kecil dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Hal itu menarik perhatian Evan yang menjadi semakin fokus terhadapnya. Turut terkekeh melihat kelakuan sang suami. Evan rasa tubuh kaku itu akan bergelantungan di dalam gendongannya jika saja tadi ia cium bibirnya dengan ganas.

"Panas sekali." Gumam Evan berlalu kembali ke meja kerja dan mencoba menyelesaikan pekerjaan kecilnya.

Pasangan itu naik ke atas kasur bersamaan. Jay melirik jam analognya, kemudian mendecak kecil, mengambil penutup mata dan berbaring nyaman. Evan meliriknya sebentar sebelum turut berbaring. Mendekat ke arah Jay dan mulai melingkarkan pelukannya untuk menutupi tubuh milik sang suami. Ia menciumi rambut Jay, menghirupnya dan mencium gemas pipi yang menyembul diantara penutup mata dan selimut. Kepalang gemas saat tahu Jay sudah larut dalam tidurnya, ia mulai memejamkan mata.

Namun beberapa menit kemudian ia kembali terbangun.

Mengecup bibir Jay penuh kasih sayang dan menitipkan salam,

"Sleep well, my love."

▪︎-▪︎

Pagi hari sebelum fajar, Jay terbangun. Ia tidak terbiasa dengan sebuah mimpi hingga membuat tubuhnya berkeringat dingin. Melihat Evan yang masih tertidur disampingnya membuatnya beralih untuk bangkit dan keluar dari kamar. Ia turun dan mengambil segelas air di dapur. Mencoba menenangkan diri dengan menatapi pintu kulkas miliknya yang menampilkan layar sentuh, ia berdiam diri sambil berfikir. Tidak mungkin mimpi datang tanpa sebab.

birds of a feather ; heejayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang