prolog

372 64 21
                                    

"Kenapa kau tak memberitahukan nya pada kami? Kenapa kau tak mengatakan apapun pada kami? Kenapa kau menyembunyikannya? Kenapa kak?!" Taufan berteriak histeris seraya memeluk erat lukisan ditangan nya. Air mati terus terus mengalir dengan deras dari kedua matanya, wajahnya nampak pucat, rambutnya acak acakan dan matanya mulai membengkak akibat tak berhenti menangis.

Dadanya terasa sesak, perasaan nya tak pernah tenang dan selalu penuh penyesalan. Ingatan ingatan tentang Sang kakak selalu menghantui dirinya.

Tak ada lagi senyuman yang terukir diwajahnya, kini yang ada hanyalah wajah penuh penyesalan.

Taufan benar benar membenci dirinya, membenci bagaimana dirinya begitu tak peka dengan Sang kakak, membenci bagaimana perilaku kurang ajarnya pada Sang kakak sebelumnya, membenci bagaimana dirinya begitu bodoh.

"Hahahaha ...." Suara tawa yang terdengar menyesakkan bagi siapapun yang mendengarnya keluar dari mulut Taufan, bersamaan dengan sebuah senyum paksa yang terukir diwajahnya.

"Tidak, ini bukan salah mu kak, ini salah kami, kami bodoh, padahal kakak ingin mengatakannya waktu itu tp kami dengan bodohnya menutup telinga kami ...."

"Hahaha ... Kami benar benar bodoh kan kak?"

"Padahal selama ini kakak berjuang demi kami, tapi kami dengan bodohnya mengabaikan kakak."

"Argh!" Taufan menjerit keras seraya menjambak rambutnya sendiri dengan kuat.

"Maaf kak, maaf, maaf ..., maafkan kami kak!"

Taufan terus menjerit dengan kencang, seraya memukul dadanya dengan kuat, tak peduli dengan badannya yang memar akibat pukulannya sendiri, Taufan tak berhenti memukul mukul dirinya, baginya rasa sakit ini tak sebanding dengan penyesalan yang dimilikinya dan tak sebanding dengan rasa sakit yang diterima oleh sang kakak.

"Kami menyesal kak ..., kami menyesal! Maaf! Maaf! Argh!!"

"Tau tidak kak, sejak kami mengetahui kenyataannya, kehidupan kami semua berubah drastis ... Kami tak pernah lagi berkumpul bersama. Solar menghabiskan waktunya untuk penelitian dia tidak pernah istirahat kak. Thorn tidak berhenti nangis dan mengurung diri dikamar, bahkan tanaman miliknya pun tak dia rawat lagi. Ice sudah jarang tidur kak, dia mengurung dirinya di perpustakaan milik kakak. Blaze selalu kabur dari istana bahkan terkadang tak pulang selama berhari hari katanya dia selalu mengingat kakak jika berada di Istinah. Lalu Gempa ..., Gempa sudah berubah, tak ada lagi senyuman di wajahnya tak ada lagi suara lembut milik ya, sekarang gempa benar benar mirip dengan mu kak." Taufan menghentikan ucapan nya sejenak menarik nafasnya kuat kuat.

"Kami semua menyesal kak, kami benar benar menyesal."

"Maaf kak..." ucap Taufan lirih sebelum pandangan miliknya menjadi hitam.









-----------------------

"Hei, apa yang kalian lakukan disini? Bukankah aku sudah mengatakannya berkali kali untuk tidak kemari?"

Taufan mengerjapkan matanya menatap tak percaya pada orang dihadapannya.

Bagaimana bisa orang itu ada dihadapan nya saat ini? harusnya orang itu sudah tidak ada lagi di dunia ini, karna dia telah mati sejak lama.

'bagaimana mungkin?'

Taufan bertanya tanya apa mungkin jika dirinya sekarang berhalusinasi karna terlalu larut dalam penyesalannya. Taufan menolehkan pandangannya kekanan dan kiri, dirinya kembali dibuat terkejut mengetahui jika bukan hanya ada dirinya yang berada disini. Namun seluruh adik adik nya juga berada disini. Dan sepertinya bukan hanya dirinya yang kebingungan dengan situasi saat ini dilihat dari bagaimana wajah adik adiknya yang terlihat kebingungan.

"Oi! Kalian ini kenapa sih! Cepat berdir—" ucapan orang tersebut terpotong tatkala dirinya tiba tiba dipeluk dengan kuat oleh salah satu adiknya.

"Huwaaa! Kak Hali! Maafkan thorn kak, thorn menyesal huwaa!"

Orang itu yang tak lain adalah Halilintar, sejak tadi Halilintar sudah dibuat kebingungan dengan kehadiran adik adiknya disini, dan dirinya semakin dibuat kebingungan tatkala Thorn tiba tiba saja memeluknya dengan erat seraya menangis dengan kencang diperlukannya.

Bukan hanya Halilintar yang merasa terkejut dengan tindakan Thorn barusan, tapi kelima saudaranya yang lain pun sama terkejutnya dengan Halilintar.

Dan keterjutan Halilintar bertambah tatkala si Bungsu elemental ikut memeluknya dan menangis di pelukannya.

"Eh ... A- apa? Apa yang terjadi, hei?

Taufan menatap terkejut dengan tindakan kedua adiknya. Namun dirinya tak tahu harus berbuat apa melihat tindakan keduanya.

"Bisakah kali– eh, Blaze? Ice?" Halilintar kembali dibuat kebingungan saat Blaze dan Ice ikutan memeluknya. Menghela nafasnya lelah Halilintar melirik kearah Gempa dan Taufan.

"Bagaimana dengan kalian?" tanya Halilintar pada keduanya.

Taufan mengalihkan pandangannya pada Gempa dan menemukan jika Gempa juga sedang menatapnya balik.

Seakan tengah bertelepati keduanya menganggukkan kepalanya bersamaan lalu ikut  memeluk Halilintar.

Urusan tentang keberadaan Halilintar sekarang bisa mereka pikirkan nanti, memeluk kakak sulung mereka sekarang jauh lebih penting.

--------------

Heyyoo! Gw kembali dengan cerita baru awokawokawok!

Nah dengan begini gw punya 4 cerita yang belum tamat, hehehe...

Nah untuk cerita yang bakal ku update nantinya tergantung dari cerita mana yang paling banyak ditunggu, jadi kalo ada cerita yg ingin dilanjut komen aja yah 🤗🤗🤗

Okey, SeeU


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Elemental Prince's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang