Maurish menatap jijik ke arah bocah remaja yang tengah kasmaran, bagi Maurish, kisah percintaan adalah hal yang paling memuakkan. "Maur, Lo bisa biasa aja gak?"
Sedetik itu juga, Maurish menatap sengit sahabatnya. "Gak. Lo tahu kan, Gue itu alergi berat sama hal-hal yang berbau melankolis, euuwwh!"
Levin mengedikan bahunya cuek, dia hanya bersumpah di dalam hatinya, semoga saja, suatu saat Maurish akan bucin akut ke pasangannya. Wanita itu selalu menghina orang-orang yang kasmaran.
"Nikah itu bukan patokan hidup, Vin, asal Lo tahu nih!" Ucap Maurish
"Lo kena truest issue, Lo kebanyakan nonton postingan tentang masalah rumah tangga sih!" Cibir Levin
Maurish menghela napas panjang. Dia bukannya takut dengan masalah itu, hanya saja, bagi Maurish apa gunanya menikah? Dirinya saja tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Yang mungkin dibilang orang-orang, jatuh cinta diawali oleh jantung yang berdegup kencang saat berhadapan dengan seseorang itu.
Tai kucing, jantung Maurish juga bakal berdegup kencang ketika Bos pemilik Restoran di tempat kerja dia tiba-tiba muncul, ya kali dirinya jatuh cinta sama Bossnya. Gak ada definisi lainnya yang lebih jelas.
Istri bapakku
Rish, pulang gak?Notifikasi pesan yang muncul di layar HP Maurish seakan memberi sinyal tanda bahaya. Maurish benci jika disuruh pulang ke rumah, dia paling malas ditanya kapan nikah.
"Saran Gue sih, Lo pulang!" Baru saja ingin membuka mulut, Levin sudah lebih dulu menjawab.
Maurish menelungkupkan wajahnya di meja Pastry. "Jalanan ke rumah Gue tuh serem bo! Seriusan!"
"Gue anterin."
***
Raut wajah Maurish semakin terlihat menggelap dengan aura hitam yang mengelilingi dirinya. Harusnya Levin tidak perlu mengantarkan ke rumah, jika pada kenyataannya, Maurish akan dijodohkan. Ini namanya sebuah hinaan bagi seorang Maurish.
Lebih sialannya lagi, motor milik Maurish dibawa sama banjingan itu.
"Wah! Ini sih penghinaan loh Pak! Dikira saya nggak bisa cari laki-laki buat dijadikan pasangan?"
"Ya emang gak bisa." Jawaban Bapak terdengar sangat ringan, seringan kapas yang terbang dibawa angin.
Maurish merasa tertampar hatinya. Bapak terlalu tega dengan dirinya, dia bahkan sudah berkeinginan untuk tidak menikah, malah dijodohkan.
"Pak! Maurish gak pengen nikah, Bu bantuin kek! Nikah tuh ribet!"
"Gak, nanti apa kata teman-teman arisan Ibu? Ayolah! Ibu gak sabar pengen gendong cucu!" Kata Ibu
Maurish mengacak rambut dengan frustasi, dia penganut child free berat disuruh punya anak? Bisa gila yang ada. Sepertinya Maurish harus bisa memutar otak minimalisnya agar orang yang mau melamarnya ilfil akan sikapnya.
Bukankah acaranya nanti malam? Maurish akan berpenampilan yang sedikit sangat menurutnya. Semoga saja perjodohan ini batal, Maurish terus merapalkan doa.
"Pasti tuh cabesnya bonyok bakal bilang gini 'saya tidak setuju anak saya menikah dengan anak anda, sudah jelek, urakan, gak jelas!' gila, keren bener ide Gue!" Monolog Maurish dengan bangganya.
Levin yang melihat penampilan Maurish mendadak merasakan ngilu di kepalanya, bagaimana mungkin, ke acara penting pakaiannya seperti jamet perempatan. Untung saja, Levin datang tepat waktu, kalo tidak, yang ada sahabatnya pasti tertolak.
"Maur, Lo tuh! Aghhhh!" Pekik Levin kesal setengah mati. "Ganti gak!"
"Gak, emang sengaja gini!" Balasan tanpa beban keluar dari mulut biadab seorang Maurisha Alea Adijaya.
"Kepala batu." Levin menarik kerah baju Maurish dan menyeretnya keluar dari kamar yang berantakan.
Semua orang yang hadir di acara lamaran itu seketika syok dengan penampilan Maurish. Bahkan, mata Ibu seperti mau lepas saking lebarnya beliau melotot.
"Ibu, Aku udah ngasih tahu Maurish buat pakai baju yang sopan, malah dia nolak!" Maurish menatap sengit ke arah Levin yang mengada-ada.
"Bocah goblok!" Pekikan Ibu teramat lirih, sesekali beliau meminta maaf atas kelakuan Maurish. "Hehe, mohon maaf, dia emang gini!"
"Gak apa, Bu!" Sahut Bapak-bapak yang akan melamarnya dengan putra tunggal beliau. "Kita langsung bahas ke intinya saja, bagaimana?"
"Hah? Dibatalin nih?"
"Kata siapa? Tetap dilanjut, kok! Kita cuma mau nentuin hari aja!" Maurish seketika speechless. Dirinya langsung membayangkan bagaimana sulitnya menjadi ibu rumah tangga, dan lebih parahnya lagi, dia punya printilan makhluk bernyawa yang cukup meresahkan, sungguh, Maurish benci dengan pernikahan.
***
Seminggu benar-benar sudah berlalu, Maurish sejak tadi gelisah, dia berasa menjadi tawanan Ibu-ibu yang kini menungguinya untuk dirias. Ya, hari ini Maurish benar-benar menikah dengan laki-laki yang bernama Afisa Nata Alendra.
Berbagai cara Maurish lakukan agar laki-laki itu membencinya, namun, dia justru semakin terus mendekati Maurish. Tentunya membuat Maurish jengkel sendiri.
"Semoga dia gak hapal, semoga dia gak hapal!" Maurish masih terus merapalkan doa.
"Saya terima nikah dan kawinnya Maurisha Alea Adijaya binti Agung Wiradijaya dengan maskawin tersebut dibayar tunai."
Maurish rasanya ingin menangis, dia sama sekali belum siap hidup sebagai istri orang, dia belum siap bangun pagi buta menyiapkan keperluan buat suaminya nanti. Maurish masih ingin menikmati hidupnya sesuai jalan yang dia tentukan, bukan atas dasar setiran Ibunya.
"Sekarang kamu sudah boleh ketemu sama pasangan kamu!" Kata Ibu dengan raut bahagia, tanpa tahu sakit yang Maurish rasakan selama ini.
Napas Maurish terasa tercekat di tenggorokannya, namun, dia tetap berusaha menetralkan suaranya. Tak peduli seberapa banyak waktu yang Maurish buang untuk segala impian Ibu, dan itu cukup membuatnya takut membuka hati.
***
Iblis dalam diri Maurish perlahan mulai menguasai isi pikiran Maurish, setelah kedua orangtuanya pulang bersama Ayah mertuanya, dan tentu Levin tak lagi di sana, dengan kasar Maurish menarik kasar tangan Nata.
"Dengerin Gue." Kuku-kuku jarinya sengaja Maurish gunakan untuk mencengkram pipi putih Nata. "Gue gak suka yang namanya diatur, Lo tahu? Gue gak suka disuruh-suruh apapun itu, jadi, Gue harap, Lo cepet bosen. Kalo perlu gak betah!"
Nata menggeleng cepat, "Kata Papa gak boleh main-main soal pernikahan yang sakral, itu dosa!"
"Siapa yang peduli?" Nata menatap Maurish dengan mata yang terlihat hampir berkaca-kaca, dia tak mau membuat Maurish semakin murka dan membencinya.
Karena Nata percaya, Maurish hanya sedang lelah saja. Andaikan wanita itu ingat, dia pernah menolong Nata saat terjatuh dari sepedanya. Namun, itu hanya pertemuan singkat, dulu Nata sempat berpikir tak mungkin mereka bertemu lagi. Hingga suatu waktu, Papa menjodohkan dirinya dengan anak temannya. Hari itu, Nata langsung jatuh hati dengan Maurish, meski hanya dengan melihat fotonya saja, Nata merasa jantungnya selalu berdebar-debar.
"Aku gak mau cerai." Tegas Nata
"Yakin? Gue orangnya jahat loh! Gue juga bermuka dua!" Nata merasa terkikis posisinya saat Maurish sedikit mencondongkan wajahnya di depan Nata.
Maurish menyeringai. "Baru begini saja Lo udah kayak anak kelinci. Lo kelihatan ketakutan."
"Huh! Jangan Lo pikir Gue bakal jalanin peran sebagai istri, itu gak akan pernah terjadi."
Maurish menghempas tangan Nata, dan membuat punggung laki-laki itu terantuk sudut meja, Nata meringis kesakitan. Hatinya berdenyut nyeri dengan perlakuan kasar Maurish.
'Suatu saat aku yakin, kamu pasti akan luluh'
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, King
Ficción GeneralMaurish yang enggan menikah, harus menerima kenyataan bahwa dirinya dijadikan bahan balas Budi kedua orangtuanya, berbagai cara Maurish lakukan agar laki-laki yang dijodohkan dengannya benci dengan Maurish. "Rirish! ada kecoa di kamar mandi!" "Tin...