Satu-satunya kesepian paling menyakitkan yang pernah dihadapi Hana terjadi ketika kematian ibunya beberapa tahun yang lalu. Hana ingat dia masih kuliah. Dan sebagai anak semata wayang, ialah yang harus menjaga, menemani, memberikan kekuatan, baik fisik maupun mental kepada sang ibu.
Masih terekam di dalam ingatannya ia dan sang ayah saling menjaga, menguatkan, dan berkeluh kesah terhadap keadaan yang harus mereka jalani bersama semenjak ibunya mengidap penyakit serius. Padahal sebelumnya, keluarga mereka adalah keluarga yang hangat, penuh kasih, dan tidak kekurangan apa pun.
Di akhir hari-hari rapuhnya keadaan sang ibu, Hana menerima beberapa surat yang hanya boleh ia buka kala ibunya sudah tidak bersama mereka lagi. Sebuah permintaan dan juga pemberian.
Gadis yang kala itu masih berusia 21 tahun hanya bisa mengangguk dengan sekuat tenaga menahan agar tidak ada lagi kesedihan di matanya. Ia sudah bertekad harus kuat dan bahagia di depan ibunya. Meski perasaannya pedih karena menjalani hari-hari yang tak lagi sama. Dan menerka-nerka dengan ketakutan kapankah Ilahi memanggil jiwa sang ibu untuk meninggalkan raganya.
Hari-hari penuh kesepian dan kehampaan itu akhirnya terjadi setelah satu bulan ibunya tiada. Kala kediaman rumah mereka mulai sepi sebab ditinggalkan saudara, kerabat, pun handai tolan yang telah selesai mengucapkan bela sungkawa.
Yang tersisa adalah jejak-jejak yang ditinggalkan ibunya, yang terekam di setiap sudut ruangan. Hana pun ayahnya sudah ikhlas atas kepergian ibu dan istri tercinta. Namun butuh waktu yang cukup lama untuk merasa terbiasa. Karena rumah itu tak lagi sama sejak sang ibu berpulang kepada Yang Maha Kuasa.
Enam tahun berlalu sejak kesepian yang seperti sembilu itu meremas hati Hana. Membuatnya kembali ingin menitikkan air mata bersebab rasa rindu tiada tara yang kini ia rasakan kepada sang ibu. Terutama kala ia kini harus mengemban peran baru. Menjadi istri seorang laki-laki pilihan ibunda.
Sebuah wasiat untuk menikah dengan Miqdad Ghayda Mahatir.
"Hana, ini bukan wasiat, Sayang. Ini hanya keinginan Ibu yang tak harus kamu lakukan. Ibu hanya menekankan bahwa Miqdad adalah laki-laki baik, dari keluarga baik-baik, dan kedua orang tuanya adalah handai tolan, kerabat jauh ibumu."
Hana sepenuhnya paham ucapan ayahnya setelah keluarga Miqdad bersilaturahmi beberapa bulan lalu untuk membicarakan 'perjodohan' seperti yang diceritakan sang ibu dalam suratnya. Ia tidak dipaksa untuk menerima perjodohan ini. Ia hanya diminta memilih atas tawaran yang ada.
Karena ibunya pun menekankan bahwa anak perempuan semata wayangnya itu punya hak untuk menolak jika dirasa Hana tidak cocok atas pilihan ibunya. Tapi jawaban Hana kepada ayahnya justru sebaliknya.
Tepatnya seminggu setelah acara silaturahmi itu, Hana berbicara kepada ayahnya selepas isya. Dengan tenang ia utarakan keputusannya untuk menerima laki-laki pilihan ibunya sebagai pendamping hidupnya. Tidak ada keraguan dalam setiap ucapannya. Bahkan kala ayahnya menelisik mata putrinya, laki-laki paruh baya itu cukup takjub sebab tak ada isyarat kegelisahan maupun keberatan yang tertoreh di sana.
Namun dalamnya hati siapa yang tahu? Yang jelas, Hana adalah sekian cerita dari seorang anak yang mencoba berbakti kepada orang tuanya. Sebab cinta kedua orang tua Hana cukup melimpah untuk ia terima seorang diri. Dan adakalanya, ia berpikir ingin membagi cintanya yang tumpah ruah ini kepada laki-laki pilihan ibunya.
***
Pernikahan Hana dan Miqdad terjadi sebulan yang lalu. Prosesi lamaran ke acara akad dan resepsi hanya berselang dua bulan dengan persiapan yang cukup sederhana namun matang.
Meski tidak megah, namun pesta tersebut cukup meriah karena dihadiri oleh keluarga besar dari kedua mempelai, kerabat jauh, rekanan kerja keduanya, dan para sahabat. Prosesi akad dan resepsi utama diselenggarakan di rumah nenek Hana dari pihak ibu dengan melibatkan seluruh keluarga besar dan para tetangga yang membantu. Sedangkan pesta walimah lanjutan diadakan di kediaman keluarga Miqdad.
Hana masih ingat kesan pertama yang Miqdad tunjukkan kepada keluarga besarnya adalah kesan baik yang sempurna. Seorang laki-laki berperawakan tinggi dengan tubuh tegap proporsional itu tak hanya memiliki latar belakang keluarga yang baik, namun juga pekerjaan yang baik. Sikapnya sungguh ramah, dan pembawaannya santai meski ia mengenakan setelan resmi baju batik lengan panjang dan celana kain hitam.
Laki-laki itu cepat akrab pada siapa saja di ruangan itu. Bahkan keramahannya tidak luntur dari sejak berkenalan hingga pernikahan itu terjadi. Miqdad juga sesekali mengajak bicara Hana, menanyakan keengganannya pada apa pun jika dirasa janggal, atau apa pun yang membuat perempuan itu tidak nyaman. Ia mampu bersikap dan membaca situasi jika kecanggungan selalu terjadi di antara mereka.
Miqdad dari dulu memang laki-laki yang menyenangkan. Ia seolah memiliki magnet dengan daya pikat yang mampu membuat siapa saja nyaman berkawan dengannya. Berkat pesona itu pulalah Hana mengetahui keberadaan Miqdad. Bahkan perempuan itu masih ingat betul betapa Miqdad sangat populer di kalangan mahasiswa baru.
Yang perempuan itu tidak tahu adalah apakah Miqdad masih mengingatnya sebagai kenalan lama kala mereka masih kuliah?
----
Cast Reveal
Shoffiya El Hana
Miqdad Ghayda Mahatir
KAMU SEDANG MEMBACA
Parafrasa Cinta
RomanceMenikah dengan mengandalkan kerasionalan, namun diam-diam perempuan itu jatuh cinta duluan. Sedangkan sosok pria yang menjadi suaminya tak pernah menganggapnya lebih dari sekadar kenalan lama yang mulai terlupakan. Sebab ambisi, obsesi, dan kenanga...