Roseanna duduk di sofa ruang tamu, mengguncang-guncangkan kakinya yang gemetar. Tangannya menggenggam erat akta cerai yang baru saja ia terima. Suara tangis Ranasya dari kamar bayi memecah keheningan, membuat Annaㅡsapaan akrab Roseannaㅡ terbangun dari lamunannya. Ia mendekap bayi mungilnya dengan hati yang penuh luka.
Saat itulah Matteo masuk ke dalam rumah. Wajahnya dingin dan tak bersahabat. “Aku mau kamu segera keluar dari rumah ini, Anna,” ucapnya tanpa basa-basi.
“Kamu serius, Matteo? Ini juga rumahku,” balas Anna dengan suara gemetar.
“Rumah ini milikku. Kamu dan anak itu harus pergi,” katanya tegas, tak ada belas kasihan di matanya.
Anna tahu perdebatan ini tidak ada gunanya. Dengan hati hancur, ia mulai mengemas barang-barangnya. Lina, pengasuh yang baru beberapa hari bekerja, membantu mengepak barang-barang Ranasya. Dalam beberapa jam, mereka meninggalkan rumah yang penuh kenangan pahit.
Dengan tabungan yang tersisa dan penghasilan dari toko pakaian yang dikelolanya, Anna mencari tempat tinggal baru. Beruntung, ia menemukan sebuah rumah di kompleks yang cukup tenang. Tempat yang akan menjadi awal baru bagi dirinya dan putri kecilnya.
Selama proses pindahan, Anna terpaksa menyewa sebuah unit apartment untuk sementara waktu hingga rumah itu siap untuk dihuni. Anna ingin putrinya tinggal dengan nyaman walau hanya di sebuah rumah sewa. Wanita itu pun akan mencari tenaga ART untuk membantu dirinya di rumah. Lina tetap ia pekerjakan sebagai pengasuh putrinya, Ranasya.
Beberapa hari berlalu, proses pindahan pun selesai dan beberapa perabotan baru sudah tertata rapi di rumah yang Anna sewa. Ia pun segera menempati hunian tersebut bersama Ranasya, Lina dan bi Siti, ART barunya. Mencoba memulai kembali hidupnya yang sempat kacau karena ulah Matteo dan perceraian mereka.
---
Suatu pagi, Anna memutuskan untuk joging di taman komplek. Udara segar pagi selalu bisa memberinya energi positif. Dengan earphone yang menyenandungkan musik favoritnya, ia berlari santai mengelilingi taman.
Tiba-tiba, seseorang menabraknya dari belakang. Anna kehilangan keseimbangan dan hampir jatuh, namun sebuah tangan kuat berhasil menahannya.
"Maaf, nggak sengaja," suara itu terdengar familiar. Anna mengangkat wajahnya dan terkejut melihat siapa yang ada di depannya.
"Chandra?" tanyanya dengan suara gemetar.
"Anna? Astaga, lama nggak ketemu!" jawab Chandra dengan senyum lebar, matanya berbinar melihat Anna.
Mereka memutuskan untuk duduk di bangku taman, mencoba mengejar ketinggalan tahun-tahun yang telah berlalu. Percakapan mereka mengalir lancar, seperti tidak ada jeda waktu di antara mereka.
"Jadi, kamu sekarang tinggal di komplek ini juga?" tanya Anna, masih sedikit terkejut.
"Iya, kebetulan baru pindah beberapa bulan yang lalu. Dua blok dari sini," jawab Chandra sambil menunjuk ke arah rumahnya.
Anna tertawa kecil, "Dunia sempit, ya. Akujuga baru pindah beberapa hari yang lalu. Memang cuma sewa, sih, tapi rumahnya nyaman buat ditempati buat sejauh ini."
Chandra menatap Anna dengan penuh perhatian. "Oke, jadi gimana kabarmu sekarang? Kamu kurusan, ya. Jauh beda pas SMA dulu. Kamu sudah sudah nikah?"
Anna tersenyum pahit, seolah ia tengah diingatkan dengan nasib buruk yang telah menimpanya. "Kalau aku bilang kabar aku baik, maka aku pasti sudah bohongi kamu dan diri aku sendiri, sih. Kabarku lagi kurang baik, Chan. Aku baru saja bercerai dan aku punya anak yang masih bayi."
"Apa yang terjadi, Anna? Ah, maaf, kalau aku begitu ingin tahu urusan pribadimu ini. Kalau kamu keberatan buat cerita, nggak usah, Anna. Aku mengerti," kata Chandra yang penasaran, tapi ia pun peduli akan perasaan mantan kekasihnya itu.
"Mantan suamiku... dia sering main wanita. Bahkan nggak sungkan buat bawa pulang ke rumah. Dia juga kasar, entah ucapan atau tindakan, semua sama saja. Aku sudah mencoba bertahan, tapi ternyata aku nggak bisa. Aku cuma takut kalau aku mati di tangan dia, lalu nasib anakku bagaimana ke depannya? Itu yang ada di pikiranku sampai akhirnya aku berani gugat cerai dia. Setelah itu terkabul, aku dan Ranasya, putriku itu malah diusir olehnya," ungkap Anna.
"Anna, aku minta maaf, karena keingintahuan yang aku punya justru malah buat kamu kembali mengingat hal itu lagi. Aku benar-benar minta maaf. Keputusan kamu buat cerai sama pria itu sudah sangat tepat. Kamu dan putrimu berhak lepas dari dia, kalian berhak hidup dengan bahagia," sahut Chandra yang langsung merasa iba kepada Anna.
Anna pun tersenyum tipis. "Nggak usah minta maaf, aku nggak apa-apa, kok. Wajar kamu tanya-tanya begitu, kita juga sudah lama nggak ketemu, kan? Oh, ya. Gimana kamu sendiri? Sudah nikah? Apa sudah punya anak juga kayak aku?"
Chandra menggelengkan kepalanya. "Nggak ada. Aku belum nikah, boro-boro nikah, pacar saja nggak ada. Dari lulus SMA itu, Aku kuliah, benar-benar kuliah, nggak ada waktu buat cari pasangan. Habis itu, aku mulai terjun ke bisnis papa, sampai akhirnya sekarang. Lagipula aku rasa usia 28 tahun masih wajar buat belum nikah, kan? Apalagi aku ini cowok."
"Kamu benar. Lagipula jangan terburu-buru apalagi tergiur nikah muda. Memang nggak semua orang kayak aku dapat pasangan yang salah, tapi seenggaknya kamu bisa seleksi calon kamu nanti dengan lebih baik lagi. Cuma satu hal yang nggak aku sesali dari nikah muda, sih, bahkan aku merasa aku begitu beruntung. Kehadiran Ranasya di hidup aku. Dia benar-benar seperti penerang dalam gelapnya hidup aku," terang Anna.
"Orang tua kamu tahu tentang hal ini, Anna?" tanya Chandra.
Anna menggeleng perlahan. "Aku putus hubungan sama mereka. Awalnya karena mereka nggak setuju Aku nikah muda, bodohnya aku saat itu soalnya malah keras kepala dan milih kabur dari rumah. Sekarang, aku malu kalau harus pulang, ketemu sama mereka dan bilang aku sudah jadi janda. Miris banget ya hidup aku?"
"Jangan bilang gitu, Anna! Kamu mungkin mengalami sesuatu yang nggak baik dan menyakitkan, tapi bukan berarti hal itu bakalan terus menerus datang ke kamu, kan? Berhubung kita sekarang kembali bertemu, rumah kita juga dekat. Kalau kamu butuh apa-apa atau butuh teman curhat, kamu bisa kok hubungi aku. Kita bisa ketemuan nanti," ungkap Chandra seraya tersenyum.
"Makasih, Chan. Kamu nggak banyak berubah ternyata. Masih sama baiknya," puji Anna.
"Kamu ini, bisa saja. Jadi sekarang kita bisa saling bertukar kontak, bukan? Supaya memudahkan komunikasi kita buat ke depannya." Chandra pun mengeluarkan ponselnya dari saku celana pendek olahraga miliknya.
Anna mengangguk. "Tentu saja."
Mereka pun saling bertukar kontak masing-masing di ponsel. Setelah itu, Anna melanjutkan jogingnya dengan ditemani oleh Chandra seraya mengobrol membahas masa lalu yang menyenangkan. Hal itu, sengaja Chandra lakukan agar ingatan baik saja yang mereka bahas karena tidak ingin membuat Anna terus menerus mengingat kejadian pahit yang telah ia lalui. Walau sebenarnya dalam hati Chandra, ia masih penasaran dengan kehidupan Anna setelah menikah dengan pria brengsek itu.
Vote sama komentarnya jangan lupa, ya! 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Mommy
FanfictionRoseanna Valeria, seorang wanita muda yang tangguh, menemukan dirinya terjebak dalam pernikahan yang hancur karena kekerasan dan perselingkuhan. Setelah melahirkan putrinya, Ranasya, Anna memutuskan untuk meninggalkan suaminya, Matteo, dan memulai h...