1

21 4 3
                                    

"Kak Jejeeee!!"

Terlihat sekelompok anak-anak berlarian menghampiri seseorang yang baru saja tiba, berdiri di depan panti asuhan siap menyambut anak-anak dengan senyum cerah di wajahnya.

Kajesha, murid SMA Arkana kelas 11 IPA 2. Anak-anak panti biasa memanggilnya Jeje. Kegiatannya di sela-sela kesibukan sekolahnya adalah mengunjungi panti asuhan yang memang letaknya hanya lima puluh meter dari rumahnya. Baginya, menghabiskan waktu di panti bersama anak-anak adalah hal yang menyenangkan. Namun belakangan ini tidak punya banyak waktu luang untuk mengunjungi panti, bulan ini terhitung baru tiga kali.

"Selamat siang, Bu."

Kajesha mendekati sang pemilik panti, Bu Fara namanya. Usianya sudah setengah abad, namun masih aktif mengurus panti bersama para karyawannya.

"Selamat siang, nak. Duh, kenapa gak pulang dulu sih, istirahat bentar baru kesini," kata Bu Fara melihat Kajesha yang datang dengan seragam sekolahnya. Wanita paruh baya itu tengah sibuk menyiapkan makan siang.

"Gapapa, Bu. Oh iya, Karla dimana, bu? Aku gak liat dia di depan," tanya Kajesha.

Gadis itu celingukan mencari keberadaan Karla, anak panti yang memang paling dekat dengannya.

"Tuh, di halaman belakang," jawab Bu Fara, menunjuk ke arah kaca besar yang langsung menampakan pemandangan halaman belakang yang penuh dengan bunga-bunga yang ditanam anak-anak panti.

Benar ada Karla disana. Namun ia tak sendiri. Gadis kecil itu duduk dengan nyaman di pangkuan seorang pemuda, entah siapa. Tatapannya kosong dan hanya mengarah ke depan, namun tangannya aktif menyisir rambut Karla di depannya. Anak itu bahkan tidak terlihat risih sama sekali rambutnya disisir dan dikuncir oleh pemuda itu.

"Cowok di belakang itu... siapa, Bu?" Kajesha mendekat, bertanya pada Bu Fara.

Tanpa dijelaskan secara spesifik, Bu Fara sudah tahu siapa yang dimaksud Kajesha.

"Namanya Jayden," jawabnya. Wanita paruh baya itu berjalan ke arah meja makan, membawa semangkuk sup- hidangan utama namun disajikan terakhir.

"Anak bungsu ibu," sambung Bu Fara.

Kajesha tentu terkejut. Setahunya, pengasuh anak-anak panti itu hanya memiliki dua anak laki-laki. Dua-duanya sudah memiliki penghasilan sendiri, salah satu dari mereka- anak sulung Bu Fara lah yang mendirikan panti asuhan tersebut, dan sejauh ini menampung sekitar 40-an anak dari berbagai usia.

"Dia seumuran kamu, nak. Sekolahnya di SLB dekat kantor walikota. Kamu tau, kan?"

"Tau, Bu. Tapi... kok selama ini Kajesha gak pernah liat?" tanya Kajesha hati-hati.

"Dia tinggal sama pamannya yang rumahnya lebih deket sama sekolah. Jadi lebih hemat waktu perjalanan. Sengaja ibu minta dia tidur disini dulu.. kangen, dia jarang hubungin Ibu soalnya. Dasar bungsu."

Kajesha tertawa samar, sekali lagi menengok ke arah teras belakang melalui kaca jendela. Rambut Karla sudah dikuncir dengan rapi, kini bergabung bermain bersama anak-anak yang lain.

"Ibu.."

"Hati-hati, Jay. Lantainya agak licin."

Pemuda yang akrab disapa Jay itu terlihat mendekat dengan pandangan lurus ke depan namun terlihat kosong. Di tangannya terdapat tongkat khusus tunanetra yang dia arahkan ke lantai sebelum melangkah. Dan saat itu juga Kajesha sadar.

Pemuda itu buta.

Kajesha tertegun, melihat bagaimana Jay semakin berhati-hati melangkah begitu sang ibu memperingatinya bahwa lantainya sedikit licin.

I'll See YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang