Broken Beginning

1.4K 141 14
                                    

Di terminal keberangkatan Bandara Soekarno-Hatta, pagi itu cerah dan penuh kesibukan. Cahaya matahari yang lembut masuk melalui jendela-jendela besar, menciptakan suasana hangat di ruang yang dipenuhi dengan suara lalu lintas penumpang dan pengumuman dari pengeras suara.  Aroma kopi yang baru diseduh dan kesibukan di sekeliling menambah kesan hidup dan dinamis.

Marsha berdiri di dekat konter check-in, menatap Azizi dan Zayn dengan tatapan penuh rasa campur aduk. Rasa haru dan tekadnya tampak jelas di wajahnya. Azizi, dengan sosoknya yang tegap dan tenang, memegang Zayn di dalam gendongannya dengan penuh kasih sayang. Zayn, anak mereka yang baru berusia satu tahun, tampak nyaman dan tenang dalam gendongan ayahnya. Wajah kecil Zayn, dengan mata cemerlang dan kulit cerah, mencerminkan wajah Azizi secara jelas. Kepalanya yang penuh rambut hitam lembut, dan ekspresi polosnya, tampak seperti salinan miniatur dari ayahnya.

Marsha menarik napas panjang, berusaha menahan air mata yang menggenang

"Azizi," Katanya dengan suara bergetar,

"Thank you for supporting me through all this. Aku tahu ini adalah keputusan yang nggak mudah, tapi aku merasa ini adalah langkah yang tepat untuk masa depan aku dan masa depan kita. I'll miss you, so much".

Azizi memandang Marsha dengan penuh pengertian.

"Marsha, get everything you've ever dreamed of. Be who you want to be and achive all that you've set your heart on. I want to see you on top, living your best life. I'll always be proud of you, no matter what."

Dengan perasaan hati yang berat, Marsha meraih Zayn dari gendongan Azizi dan mencium dahi anaknya dengan lembut,

"Zayn, Mama has to go for a while. Take care of Papa and stay cheerful. I'll always think of you and I promise we'll be together again"

Zayn menatap Marsha dengan tatapan polosnya, seolah memahami betapa pentingnya momen ini. Marsha mengembalikan Zayn ke pelukan Azizi, merasakan beratnya perpisahan. Azizi menggenggam tangan Marsha dengan lembut, mencoba memberikan kekuatan pada keduanya.

"Take care, Marsha" Kata Azizi, suaranya selalu lembut dan penuh perhatian "Tetaplah percaya diri dan kami selalu bangga disini"

Marsha mengangguk dengan mata berkaca-kaca dan senyuman tipis. Ia melangkah perlahan menuju gate keberangkatan, setiap langkahnya terasa berat namun penuh harapan. Momen-momen terakhir mereka di bandara adalah campuran perasaan haru dan harapan,  menandakan akhir dari satu babak dari awal perjalanan baru.

Dengan itu lambaian tangan terakhir, Marsha menatap Zayn dan Azizi. Suasana di bandara terus bergerak, namun di sudut kecil itu, perasaan kedekatan dan perpisahan terasa sangat mendalam, seperti jejak yang tertinggal di hati mereka masing-masing.

   ———————

Beberapa tahun telah berlalu sejak momen perpisahan haru di Bandara Soekarno-Hatta. Azizi berdiri di depan jendela besar di ruang tamu rumahnya, menatap keluar dengan mata penuh harapan yang memudar. Kenangan akan hari itu masih segar di ingatannya —Marsha yang melambaikan tangan, senyuman yang di paksakan di wajahnya, dan Zayn yang kecil dalam gendongan. Semua itu terasa seperti kemarin, meskipun kenyataannya telah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun berlalu.

Azizi telah melakukan segala cara untuk menemukan Marsha. Dia kembali ke Toronto berkali-kali, berusaha menghubungi universitas tempat Marsha belajar. Di sana, ia mendapatkan kabar bahwa Marsha telah menyelesaikan studi magisternya dengan sangat baik. Nama Marsha muncul di daftar kelulusan, dan gelar magister yang ia impikan telah tercapai. Namun setelah itu, jejak Marsha menghilang. Tidak ada alamat baru, tidak ada informasi kontak, hanya kekosongan yang membingungkan.

Lost And FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang