Fragile

724 99 13
                                    

Pagi itu suasana hangat memenuhi ruang makan keluarga Wicaksana. Adiwira, sang ayah yang bijaksana mencerminkan seorang Jenderal TNI Angkatan Darat yang berpengalaman. Tubuhnya masih menunjukkan postur tegap yang mengesankan, dan wajahnya yang serius kini menampilkan sikap penuh perhatian sambil membaca koran. Inggar, seorang ibu rumah tangga yang sibuk menyajikan roti bakar dan telur untuk sarapan. Mereka duduk mengelilingi meja makan, dengan putri sulung yang kini berusia 26 tahun, Kathrina Irene Wicaksana, kekasih Azizi, yang akhir-akhir ini berada di tengah-tengah percakapan keluarga.

"Jadi, gimana kabarnya Azizi?" Tanya Adiwira dengan suara tegasnya, meletakkan korannya dan menatap putrinya dengan penuh minat.

"Baik, Pa. Dia sibuk kerja dan sibuk ngurus Zayn," Jawabnya sambil tersenyum tipis

Inggar menatap putrinya dengan mata penuh keingintahuan "Kami cuma pengen tau, gimana status pernikahannya dengan istrinya yang menghilang itu? Mereka udah cerai atau belum?"

Kathrin menghela napas pelan, mencoba menjelaskan
"Belum, Ma. Marsha menghilang beberapa tahun lalu dan sampai sekarang belum ada kabar. Azizi udah coba segala cara buat nyari dia tapi belum berhasil. Jadi, secara hukum mereka masih terikat."

Adiwira mengangguk pelan, memahami kesulitan situasi tersebut. "Papa cuma pengen yang terbaik buat kamu. Kalau udah ada kejelasan, Papa pengennya Azizi segera nikahin kamu. Jangan mau ada di hubungan yang berjalan tanpa kepastian" katanya dengan nada tegas dan kepedulian.

Kemudian Kathrin tersenyum, meskipun sedikit gugup
"Aku ngerti, Pa. Tapi aku juga belum mikirin sejauh itu. Umurku juga baru 26 tahun"

Tiba-tiba, Rasya Dwi Wicaksana, adik laki-laki yang selalu ceria dan penuh canda, bergabung dalam percakapan.
"Wah, jadi kamu masih pacaran sama duda itu, ya? Hebat juga, Kak!" Katanya sambil tertawa kecil, mencoba mengusik kakaknya.

"Ini bukan lelucon. Ngapain ketawa" Ujar Kathrin dengan sedikit kesal

Rasya menyeringai, lalu bertanya dengan nada menganggap serius,
"Tapi, Kak, dari sekian banyak laki-laki yang mau sama kamu, kenapa kamu pilih yang statusnya belum jelas? Dia duda, tapi belum ada kepastian apakah dia benar-benar duda atau bukan."

Kathrin menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatasi kemarahan dan kebingungannya,
"Rasya, ini bukan soal status. Azizi itu orang yang baik dan bertanggung jawab. Dia udah banyak berkorban buat aku. Aku bukan cuma melihat dia dari statusnya, tapi juga siapa dia sebagai seorang manusia."

Rasya menggelengkan kepala, tampak tidak puas dengan jawaban kakaknya,
"Kak, dari semua laki-laki yang bisa kamu pilih, kenapa harus yang rumit kayak gini? Ada banyak pria lain diluar sana yang nggak punya beban seperti Azizi."

Adiwira dan Inggar saling memandang, mencoba menahan senyum melihat interaksi kedua anak mereka.
"Rasya, jangan ganggu kakakmu. Ini masalah serius"

"Baik, baik, aku ngerti. Tapi serius, Kak, kamu beneran nyaman  dengan situasi seperti ini?," Tanya Rasya, kini dengan nada lebih serius

"Iya, aku nyaman. Azizi dan Zayn sangat berarti buat aku. Aku cuma butuh waktu untuk menata semuanya" Jawabnya

Inggar meraih tangan putrinya dan menggenggamnya, "Kami cuma pengen kamu bahagia. Apapun keputusan kamu, kami pasti dukung. Tapi pastiin kamu mikirin semuanya dengan matang."

Rasya masih belum puas, "Tapi Ma, Pa, kita nggak bisa abaikan fakta bahwa ini situasi yang rumit. Kakak layak dapat yang lebih baik dari ini."

Rasya menatap Kathrin dengan mata tajam, lalu berkata dengan tegas,
"Kak, kamu tau kalau status Azizi belum jelas, kamu bisa dianggap perusak rumah tangga orang bahkan perebut suami orang. Kamu mau hidup dengan cap seperti itu?"

Lost And FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang