"Karena bagiku kebahagiaan Kania yang lebih utama. Jika diam dan tak cerita dapat membuatnya lega, aku gak apa-apa. Aku hanya ingin menjadi rumah yang nyaman untuknya."
#Riski
Kania Mentari.
Gadis manis yang selalu mengepang rambut panjangnya. Katanya, kepangan itu dari bapaknya. Aku sudah mulai ada rasa ketika kami sama-sama duduk di bangku kelas satu SD. Aku dulu anak yang cengeng. Hari pertama sekolah aku diantar ayah karena syukurnya ayah gak ada jadwal penerbangan. Aku gak mau ayah meninggalkanku sehingga aku menangis menahan tangannya. Tiba-tiba seorang anak cowok yang sepantaran denganku menghampiri kami. Dia lalu meledekku.
"Cengeng." Kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Ayaaaaaah.''Aku semakin merengek menunjukkan muka memelas agar ayah segera membawaku pulang.
PAAAK!
''Auu!'' Tiba-tba saja anak yang meledekku mengaduh kesakitan karena seseorang menjitak kepalanya dari belakang. Aku melirik sebentar tanpa melepas tanganku dari ayah. Ternyata anak gadis dengan rambut panjang di kepang.
''Gak boleh gitu tahu. Ugh!'' Dia kembali memukul anak itu. Anak itu membalas dengan memukul bahu si gadis lalu berlari sambil menoleh ke belakang, menjulurkan lidahnya.
BRUGH!
Anak itu terjatuh kemudian menangis kencang tak kalah kencang dengan suara tawa si Gadis yang terpingkal-pingkal menertawainya. Aku ikutan tertawa sambil mengusap air mataku.
''Wuuu rasain.''
Gadis itu berbalik menghadapku. ''Ayo ke kelas sama-sama.'' Aku menoleh pada ayah seperti meminta keyakinan.
Ayah berjongkok meremas pelan bahuku. ''Mana kapten pilotnya ayah? Katanya mau jadi kapten tapi kok kalah sama cewek. Ayo gih, udah ditungguin tu.'' Aku masih bergeming gak mau.
''Gak usah takut. Nanti aku jagain,'' kata gadis berkepang, meraih tanganku dan membawaku pergi bersamanya. Aku akhirnya menurut tanpa melepas tatapan ayah yang terus melambai pada kami.
Saat itulah pertama kalinya aku bertemu Kania dan menyukainya. Kecantikannya secerah matahari yang bersinar dipagi hari. Sementara senyumannya semekar bunga yang bertumbuh dimusim semi. Sayangnya ketika memasuki kelas empat sekolah dasar sikap Kania berubah. Dia tidak lagi menjadi anak yang ceria. Dia lebih banyak diam, murung dan gak mau diajak bermain. Terkadang kalau suasana hatinya memburuk, dia akan marah-marah pada siapa pun yang mengusiknya. Aku cemas.
Kata teman-teman bahwa orang tua Kania sudah bercerai. Aku yang masih polos gak mengerti apa artinya bercerai. Aku tanya ayah dan bunda mereka menjawab kalau bercerai artinya orang tua Kania sudah tidak tinggal bersama. Kania pasti sedih akan hal itu. Rasa suka ini lama-kelamaan bertumbuh menjadi cinta. Semakin aku melihatnya bersikap dingin dan tangguh. Semakin aku ingin merengkuhnya. Aku ingin memeluknya dan memberinya kebahagiaan agar Kania yang dulu dapat kembali lagi.
Ternyata gak mudah. Aku yang memiliki keluarga utuh dan harmonis tak mengerti rasa sakit Kania. Aku gak bisa memahaminya. Namun tetap saja aku ingin tetap membuatnya tersenyum. Aku kemudian memberanikan diri untuk menembaknya. Siapa sangka kalau dia menerima perasaanku sebelum aku bertanya. Konyol sekali.
Suatu hari Kania pernah bilang kalau dia menerimaku hanya untuk tahu bagaimana rasanya pacaran disaat teman-temannya melakukannya. Jadi, gak pernah ada rasa suka atau cinta dalam hatinya untukku. Aku menjawab kalau aku gak keberatan selama dia mau bersamaku. Ya, aku gak keberatan sama sekali. Aku sudah bilang bukan kalau aku ingin membuat Kania bahagia. Aku ingin senyum Kania kembali dan senyum itu benar-benar kembali walau aku akui dia hanya menunjukkannya di hadapanku saja. Tidak di hadapan orang-orang banyak. Aku bangga akan hal itu. Berarti Kania mungkin sudah punya rasa padaku, sedikit demi sedikit.
Pada awalnya aku gak masalah Kania gak pernah menceritakan masalahnya apa atau apa penyebab orang tuanya bercerai. Karena bagiku kebahagiaan Kania yang lebih utama. Jika diam dan tak cerita dapat membuatnya lega, aku gak apa-apa. Aku hanya ingin menjadi rumah yang nyaman untuknya.
Kemudian kami putus. Awalnya aku gak percaya dengan ungkapan Kania yang gak pernah menaruh perasaannya padaku. Sehingga ketika hubungan kami berakhir aku memilih menjauhinya karena merasa bersalah telah menyakiti perasaannya. Aku melanggar janji kami untuk tidak berciuman di bibir. Aku juga merasa rasa sakit dan terlukanya semakin parah. Ketika dia bertemu anak-anak rohis, aku bisa melihat senyumannya kembali. Aku pun ikhlas hubungan ini berakhir.
Sayangnya sepertinya memang benar kalau Kania tidak memiliki perasaan apapun padaku. Setelah selama ini aku bertahan. Bahkan dia gak pernah memberikan kepercayaannya. Rasanya sakit sekali jika harus mengingat kenyataan pahiit tersebut. Apalagi saat aku membutuhkan pelukkannya ketika aku terpuruk atas meninggalnya ayah dalam kecelakaam pesawat yang dibawanya. Kania menjauh. Dia gak mau memelukku sama sekali. Padahal dahulu aku sering menjadi tempat sandarannya. Apa salahnya meskipun kami sudah putus untuk memelukku. Aku membutuhkannya.
Aku pun mulai membencinya.
Lalu Gita--teman masa sekolah dasar kami--hadir menghiburku. Saat aku butuh pelukkan, Gita melakukannya. Dia mengelus punggungku dengan lembut dan membiarkan aku menangis dalam dekapannya. Setelahnya aku baru tahu kalau Gita punya rasa padaku. Dia mencintaiku dan ingin aku menjadi kekasihnya. Aku pun mengiyakan permintaanya. Kami menjadi sepasang kekasih tak lama setelah aku putus dengan Kania.
Gita gadis yang baik dan saleha. Dia juga memakai hijab seperti Kania hanya saja lebih modis dan gaul. Kalau Kania dia memakai gamis dan kerudung besar seperti temannya, Arum. Bahkan kakinya juga tertutup dengan kaos kaki. Lebih seperti dunia ketimuran.
Aku tahu betapa bodohnya aku menjalin hubungan asmara dengan seseorang yang aku bahkan tidak mencintainya. Mungkin aku hanya ingin tahu dan memahami bagaimana perasaan Kania yang sesungguhnya ketika dia berpacaran denganku, orang yang enggak dia cintai sama sekali. Ternyata rasanya gak enak. Ada perasaan bersalah karena memberi harapan pada dia yang mencintai diri ini. Aku ingin mengakhirinya. Namun aku gak sanggup. Gita juga begitu baik padaku. Padahal dia tahu aku masih butuh waktu untuk mencintainya.
Gita. Aku merasa bersalah padanya karena menjadikan dia sebagai alat agar aku bisa melupakan Kania. Aku tahu aku jahat. Satu sisi aku berusaha agar perasaan ini ada untuk Gita. Sayangnya, disaat aku terus berusaha membuka hati pada Gita, dia hadir lagi (dengan penampilan yang berbeda) membangkitkan perasaan rindu yang sudah lama terpendam.
#pensi #eventpensi #pensivol12 #teorikatapublishing
KAMU SEDANG MEMBACA
Kemana Aku Harus Pulang? ✔️ [SUDAH TERBIT]
General Fiction#pensi #eventpensi #pensivol12 #teorikatapublishing Rumah yang seharusnya menjadi tempat Kania pulang, bagai neraka dunia yang terus membuatnya tenggelam dalam luka. Dia berkelana di luar untuk mencari sebenar-benarnya rumah, bukan sekedar tempa...