Myth : Tower of Secrets (Bagian 2)

1 0 0
                                    

Aku menatap bayangan ku di cermin. Di dada ku terdapat tanda biru yang terukir di sana, seperti retakan yang akan muncul jika seseorang menancapkan pedang ke tanah yang membeku. Itu adalah gejala Cryoriasis.

Cryoriasis adalah penyakit yang langka dan aneh. Dokter hanya mencatat beberapa kasus dalam buku-buku terdahulu. Mereka yang terinfeksi pada akhirnya akan kehilangan kesadaran dan tidak dapat bergerak seperti membeku. Hanya Creatio Protocore dari Menara Duri yang bisa menghilangkannya.

Untuk membuat bunga melati yang aneh itu mekar...

Ini adalah kesempatanku. Aku harus berteman dengan Peramal agar dia lengah terhadapku. Hanya dengan begitu aku bisa mendekati Creatio Protocore. Mengapa Peramal begitu peduli dengan melati itu? Aku harus menyelidikinya...

Keesokan paginya, aku memeriksa setiap bagian Menara. Setiap dekorasi Menara itu indah, tapi masing-masing tidak memiliki karakter. Mereka memiliki kesendirian yang sama seperti Peramal itu sendiri. Tampaknya mereka mencoba untuk menakut-nakuti orang asing.

Tempat ini sangat besar... Kamu harus berada dalam kondisi prima untuk menemukan Peramal...

Setelah menemukan botol perak, aku mengisinya dengan air. Setelah sampai di puncak menara, aku melihatnya. Punggungnya membelakangi ku, namun aku jadi merasa gelisah.

Mc : "Kamu... tidak berada di sini untuk mengawasiku, bukan?"

Peramal : "Tampaknya kepercayaan diri mu berkurang."

Mc : "Kepercayaan diri ku sama sekali tidak berkurang!"

Sambil bergegas menyirami bunga melati, aku mulai berdoa.

Wahai melati tercantik, hidupku bergantung di dedaunanmu. Janganlah ikut merasakan manisnya kematian...

Dari puncak menara, aku melihat sekelompok orang berjalan di sepanjang jalan setapak di lereng gunung. Mereka menyerupai semut yang jatuh ke padang garam. Jika ada orang lain di sini untuk mengalihkan perhatian sang Peramal, itu akan menguntungkanku.

Aku menunjuk pada sosok-sosok kecil itu.

Mc : "Apakah mereka di sini untuk menerima ramalanmu?"

Sang Peramal melirik mereka. Dengan tangan kanannya, dia menulis serangkaian simbol perak di udara. Tiba-tiba, badai salju menimpa kami. Badai salju menelan jalur gunung, dan orang-orang barusan disana menghilang dalam selimut salju yang putih.

Mc : "Kamu mencoba membunuh mereka?!"

Peramal : "Setelah tersesat di salju, mereka tidak akan punya pilihan selain kembali, mereka hanya bisa bertahan hidup."

Meskipun aku terkesan dengan demonstrasi sihir sebelumnya, ini adalah pertama kalinya aku terpana oleh kekuatan Foreseer.

Mc : "Apakah kamu meremehkan permintaan ramalan?"

Peramal : "Takdir tidak dapat diubah. Alih-alih mengakui kebenaran ini, manusia masih saja melawannya. Terutama ketika masa depan mereka tidak seperti yang mereka harapkan."

Saat dia berbicara, Peramal itu melirik ke arahku. Aku menunduk, berpura-pura setuju dengannya.

Mc : "Aku mengerti... aku akan fokus merawat melati dan tidak menanyakan masa depan ku."

Meskipun tidak ada artinya, aku tidak akan mundur tanpa perlawanan. Aku hanya berharap pengunduran diriku akan membantuku mendapatkan kepercayaan Peramal.

Beberapa hari berlalu. Aku sudah hafal rutinitas harian ku untuk merawat melati. Aku bahkan bisa melakukannya dalam waktu tidurku. Di pagi hari, aku bersenandung sambil membawa botol peraknya ke puncak Menara. Di sana aku melihat Peramal sedang menatap langit.

Mc : "Selamat pagi, Peramal."

Peramal : "... (menarik napas)".

Dengan ragu-ragu, Aku mendongak ke atas untuk melihat langit yang bersih dari awan dan biru yang tenang membentang luas.

Mc : "Apakah kamu membutuhkan seseorang untuk mendengarkan renungan mu?"

Peramal : "Diam."

Dia menoleh ke arah ku.

Peramal : "Tukang kebun tidak membutuhkan mulut untuk bekerja."

Aku pun menyirami bunga melati dengan diam dan mengamati peramal yang bertingkah aneh, tiba-tiba, langit dipenuhi dengan kicauan burung. Aku terkejut dengan apa yang ku lihat. Ribuan burung berwarna putih keperakan terbang menuju Menara Duri. Langit ditutupi oleh bulu-bulu kristal sejernih embun beku di bawah sinar matahari pagi. Mereka berkilauan seakan nebula yang bisa dijangkau.

Mc : "Apa itu?"

Peramal : "Arcticyons."

Sang Peramal mengangkat tangannya. Salah satu burung hinggap di atasnya, seperti menjawab panggilannya, dan berkicau dengan gembira.

Mc : "Apakah burung itu mengenal mu?"

Peramal : "Mereka melewati Menara setiap tahun saat bermigrasi."

Sang Peramal melihat burung kecil itu, ekspresinya penuh dengan kehangatan seperti menyapa seorang teman lama.

Peramal : "Sayangnya, itu sudah ribuan tahun yang lalu."

Mc : "Aku belum pernah melihat makhluk yang begitu menakjubkan seperti Arcticyon."

Peramal : "Tanganmu."

Ragu-ragu, aku mengulurkan tanganku, dan dia meletakkan tangannya di atas tangan ku. Aku panik dan menarik kembali tangan saya.

Peramal : "Jangan takut. Manusia adalah hal yang paling tidak mereka pedulikan."

Tangannya, yang lebih hangat dari yang Aku bayangkan, dengan lembut meraih telapak tangan ku. Burung putih keperakan itu melompat dari tangan sang Peramal ke tangan ku. Bulu-bulunya memantulkan warna langit, menggambarkan warna biru yang terang dan cemerlang.

Mc : "Indah sekali... Aku kira Kamu tidak hanya mengurung diri di dalam menara dan membaca sepanjang waktu"

Peramal : "Jadi itulah kesimpulan yang Anda dapatkan selama beristirahat di dalam es."

Mc : "Itu karena... Aku penasaran dengan Peramal. Namamu muncul di Tome of the Foreseer, tapi teksnya hanya menyebutmu sebagai alat Astra... Kurasa catatannya tidak akurat."

Sang Peramal tetap tanpa ekspresi.

Peramal : "Astra tidak menulis ceritanya sendiri. Imajinasi manusia adalah apa yang tersisa di pasir waktu."

Sang Peramal melepaskan tanganku, dan Arcticyon kembali ke kawanannya. Dengan tenang, dia melihat mereka terbang menjauh, mengucapkan selamat tinggal.

Mc : "Aku harus mengakui bahwa kamu tidak sekejam musim dingin. Kamu peduli pada melati, dan kamu ingat untuk menunggu Arcticyons setelah kamu bisa bergerak."

Raut terdingin dalam tatapan sang Peramal kembali muncul.

Peramal : "Anda di sini bukan untuk mempelajari perilakuku. Keingintahuanmu yang liar bisa menyebabkan kematianmu sendiri."

Zayne's Story (Bahasa Indonesia)Where stories live. Discover now