Myth : Tower of Secrets (Bagian 6)

1 0 0
                                    

Ketika aku membuka mata, aku menemukan diri ku terbaring di lantai kamar ku. Cahaya bulan menerpa tempat tidur yang kosong. Aku hanya ingat diliputi oleh perasaan aneh saat fajar menyingsing...

 Apakah aku tidak sadarkan diri sepanjang hari? Aku melihat ke cermin. Bekas-bekasnya sudah mencapai leherku. Pakaianku takkan bisa menyembunyikannya sekarang. Jika aku mengambil Creatio Protocore, apakah Peramal itu tetaplah Zayne? Dan jika dia bukan Peramal, dia pasti akan terjebak di Menara selamanya. Bukankah itu membuatnya menjadi tawanan? Aku tidak ingin menyakiti Zayne, tapi aku tidak bisa mati seperti ini...

Bagaimana jika aku memberitahu Zayne tentang penyakitku yang sebenarnya...? 

Aku masuk ke perpustakaan. Es muncul di depanku, membentuk sebuah busur.

Mc : "Jas, apa Peramal ada di sini? "

Hantu itu bergoyang dari kiri ke kanan.

Mc : "Dia tidak ada. Kamu dan sang Peramal tidak suka kebohongan... Apakah dia akan memaafkan seseorang yang telah berbohong kepadanya?"

Jas bergoyang dengan gelisah.

Mc : "Tentu saja. Dia tidak akan memaafkan ku kalau begitu."

Jas mendengar kesedihan dalam suaraku, dan sebuah landasan es muncul di bawah kakiku, mengangkatku. Lebih banyak es muncul, berkilauan dan berkilauan. Ia mencoba untuk menghibur saya.

Mc : "Terima kasih, Jas. "

Aku duduk di atas es, berjalan di antara deretan rak yang tak berujung. Apakah Zayne sudah membaca semua buku yang ada di sini?

Mc : "Aku ingin tahu apa yang dilakukan Peramal ketika dia marah. Kemudian, dia mungkin hanya cemberut tanpa mempedulikan suasana hatinya."

Saat aku bergumam dalam hati, salju mulai turun. Aku terkagum-kagum, menyaksikan salju turun seperti kelopak bunga, menari-nari tertiup angin. Beberapa butiran salju jatuh di tangan ku. Mereka berkilau seperti kristal dan tidak meleleh.

Mc : "Apa itu? "

Zayne : "Bukankah kamu yang bertanya tentang apa yang aku lakukan ketika aku marah?"

Aku mendengar suara yang tenang dari bawah. Aku duduk di atas anjungan terapung sementara Zayne berdiri di depan pintu, menatap ku.

Mc : "Jadi, itu mungkin. Apa ramalan-yang tidak sesuai dengan keinginanmu?"

Zayne : "Itu tidak penting. Hanya Utusan Raja yang bisa menyampaikannya."

Mc : "Kamu mengejekku lagi. Kalau begitu kamu tidak marah kan? "

Zayne mengangkat satu jari. Es membawa ku ke arahnya. Dia menatap mataku.

Zayne: "Dan kamu? Apa yang kamu lakukan saat marah? "

Mc : "Aku..."

Aku memikirkan bunga-bunga yang ditanam saat mereka bergoyang tertiup angin.

Mc : "Sebuah tarian. "

Zayne : "Aku pikir manusia hanya menari ketika mereka bahagia. "

Mc : "Tidak semuanya. Semakin aku kesal, semakin aku mencoba untuk bergerak."

Zayne melirik ke arahku, lalu mengulurkan tangannya.

Zayne : "Bolehkah kita... "

Mc : "... K-kamu meminta berdansa? Di sini?"

Zayne : "Kita berdua akan merasa lebih baik jika berdansa di bawah salju."

Dengan ragu-ragu aku menatap Zayne. Ekspresinya mengingatkanku pada badai salju yang tak kenal ampun seperti biasanya.

Zayne : "Apa kamu lebih suka kita melakukan sesuatu yang lain? "

Mc : "Kita bisa berdansa. "

Kehangatan tangan Zayne menjalar dari jemari ke seluruh tubuh ku. Di perpustakaan Menara, kami berdansa. Kepingan salju beterbangan dengan lembut, dan kami menginjak es yang berbentuk melati. Semuanya telah mengarah pada momen berharga ini. Kami saling menatap mata satu sama lain, tangan kami bersentuhan, langkah kami selaras.

Mc : "Kamu tinggal di sini sendirian sejak awal. Siapa yang mengajarimu menari? Ini pasti bukan pertama kalinya. "

Zayne : "Mungkin tubuh ku masih mengingat gerakan-gerakan dari masa lalu."

Mc : "Maksudmu kehidupan mu yang lain? "

Zayne : "Peramal tidak bisa benar-benar mati, jadi deskripsi mu tidak benar."

Zayne menatapku, tetapi dia menatap ke masa yang telah lama berlalu.

Mc : "Bagaimana rasanya mengingat hal-hal dari era lain? "

Zayne : "Rasanya tidak ada bedanya dengan berada di tengah badai salju yang tak kunjung reda."

Aku memperhatikan Zayne, suasana kesepian berada di sekelilingnya. Meskipun kami berada di ruangan yang sama, bergerak dengan ritme yang sama, dia adalah seorang pemimpi yang mimpinya akan segera berakhir. Aku meremas tangannya.

Mc : "Jika hujan salju itu abadi, carilah seseorang untuk menari bersamamu. Paling tidak kalian berdua akan bahagia."

Tatapan Zayne menyapu tubuhku seperti bulu yang menyapu pipiku.

Zayne : "Kamu sepertinya tidak marah lagi."

Mc : "Dansa kita akan lebih baik jika diiringi musik. "

Mengikuti irama langkah kami, aku mulai bersenandung. Suara ku bergema di dalam perpustakaan.

Zayne : "Kamu selalu menyenandungkan melodi ini saat menyiram melati."

"Mc : "Jadi kamu menyadarinya... "

Zayne : "Maukah kamu bernyanyi untukku? "

To the afterglow cries cosmic demise

Our world in deceptive amber paradiseIn these sands of timeMy frozen bouquet awaitsWith your gaze so full of wonderI hold four jasmines asunderHis secrets revealedHark the bard, O legends unfoldThis distant tale they sing to youUnspoken desires, sincere and trueA jasmine in time's embraceA fragrant aria, a moment's grace

Zayne's Story (Bahasa Indonesia)Where stories live. Discover now