14. Rencana Balas Dendam

32 18 22
                                    

"Mungkin karena kami sama-sama kesepian tanpa saudara makanya saling menganggap satu sama lain layaknya saudara."

#Kania

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


#Kania

Aku tertidur pulas di samping brangkar Arum dalam posisi duduk. Saat itu dia juga sedang tertidur setelah diberi obat bius lantaran terus merintih penuh tangis dan menjerit mengeluarkan segala emosi dan kemarahannya. Dia juga mengalami demam yang cukup tinggi serta nafsu makannya berkurang. Tiba-tiba saja aku yang tertidur sambil melingkarkan tanganku diperutnya merasakan tubuhnya berguncang. Aku terkesiap bangkit. Mataku melebar dan aku panik tatkala melihat Arum kejang-kejang.

Segera aku berlari memanggil kak Umar yang berjaga di luar ruangan. Dia memanggil dokter dan buru-buru diperiksa. Aku benar-benar takut sesuatu terjadi pada Arum. Ibunya kak Umar yang baru balik dari toilet turut panik melihat keponakannya kritis. Ya, beliau sudah tiba di Bandung dua hari yang lalu. Kami semua tak henti-hentinya memanjatkan doa untuk Arum berharap kesembuhannya.

Sayangnya, Allah berkata lain. Arum menghembuskan napas terakhirnya malam itu juga. Aku menangis histeris bahkan sampai anaxiety-ku kambuh. Tanganku gemetar dan dadaku sesak. PIkirin-pikiran negatif menyerangku seperti, ''Kamu bodoh. Kamu gak berguna. Kamu gak bisa menjaga sahabatmu. Kamu membuatnya menderita dan kamu membunuhnya.''

''Bagaimana ini Kak Umar, aku udah ngebunuh Arum.'' Aku terus menyalahkan diriku.

''Ini bukan salah kamu, Kania. Kamu gak membunuhnya sama sekali. Percayalah kalau Allah amat menyayangi Arum. Untuk itu Allah mengambilnya lebih dulu.''

''Tapi... Tapi....'' Dan aku pun ambruk

~oOo~

Baru tiga bulan setelah Arum meninggal--jenazahnya sudah dikebumikan di kampung halamannya di Lombok--aku mendengar kabar kalau tersangka sudah dibebaskan. Sial. Aku marah dan kecewa kepada para penegak hukum. Mereka bilang pelaku melakukannya dalam keadaan mabuk dan berjanji tidak akan mengulanginya. Bullshit. Aku tertawa miris dibuatnya. Lantas kalau itu kasus pembunuhan karena dengan alasan mabuk dan pelaku meminta maaf apa hukumannya akan dibebaskan juga? Brengsek.

Aku pergi ke kantor polisi untuk meminta keadilan. Saat aku tiba pelaku pemerkosa Arum baru saja keluar menuju parkiran. Meski tak pernah melihat wajah aslinya tapi, aku mengenali tato kalajengking pada leher sebelah kirinya. Dia memakai stelan pakaian modis. Kaos putih dibalut jaket jeans dan bawahan celana jeans berwarna hitam yang robek di bagian lutut. Sedang kepala dan sebagian wajahnya tertutup topi bisbol dan kacamata hitam. Maka, langsung saja aku berlari dan menarik kerah bajunya.

''BAJINGAN KAMU!'' Aku sampai mendorongnya ke sisi mobil yang terparkir di sana, gak peduli pengacaranya atau siapanya lah yang tadi mendampinginya.

''Kenapa, hm?'' tanyanya santai tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. ''Ah~ lo temennya si Cantik itu ya?''

Kemana Aku Harus Pulang? ✔️ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang