14

1.8K 138 5
                                    

Beberapa hari setelah Elang sadar, pria itu tampak lebih bugar, dan tubuhnya semakin membaik walaupun napasnya sesekali sesak dikala malam.

Semua orang menjaganya dengan penuh kasih sayang. Bahkan dua orang paruh baya--Mahendra dan Launa yang  ia kenal formalitas saja, memperlakukannya layak anak mereka.

Awalnya ia sempat risih dengan perlakuan mereka yang terbilang memaksa, tetapi semenjak ia collapse kemarin mereka berusaha membuatnya nyaman dengan kehadiran mereka.

Ia hanya mengenal pria tua itu sebagai rekan bisnisnya, tapi entah kenapa ia merasa perlakuannya membuatnya nyaman, ditambah lagi dengan istrinya semakin membuatnya merasakan kasih sayang orang tua yang tak pernah ia dapatkan dari kecil.

Selama ini ia hidup tanpa peran orang tua, yang ia tahu ia dibuang ke panti asuhan. Rasanya lucu mendapatkan perhatian layaknya anak kecil pada usia dewasa ini.

Bukan itu saja yang membuatnya semakin bahagia. Mentalnya kembali pada umurnya, dan ia merasa tidak percaya tiba-tiba anak dan istrinya menjadi lebih perhatian padanya.

Padahal dulu, ia selalu diacuhkan bahkan tidak dianggap keluarga. Tapi ia masih bingung kenapa ia terbaring lemah di rumah sakit ini?

Tubuhnya juga terasa kaku, dan tidak bisa berjalan. Kata Dokter, ini hal wajar baginya karena lama berbaring. Tapi itu hanya sementara, dan akan kembali seperti semula bila melakukan terapi berjalan nanti.

Terkadang ia merasa berada di alam mimpi dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya. Seperti saat ini, anaknya--Dion menyuapinya potongan apel yang dikupas oleh Ellen.

Mahendra yang ia segani sebagai rekan bisnisnya, membantunya minum.

Sementara Launa istri rekan kerjanya, duduk di tepi brangkar memijit kakinya yang sudah lama tak ia gerakkan.

Padahal mereka tak perlu sampai sejauh ini, ia merasa segan apalagi mereka hanya sebetas rekan bisnis.

"Udah, ya, Tante." ucap Elang tak enak hati.

Ellen berhenti melakukan aktivitasnya, senyumnya luntur mendengar perkataan Elang. "Kenapa? Kaki kamu perlu dipijit biar pas terapi nanti nggak terlalu kaku.

Baru saja ia senang melihat respon Elang yang tidak menolak kehadirannya, ia pikir dengan memberikan perhatian lebih bisa membuat Elang nyaman berada di dekatnya.

"Nggak pa-pa, nanti ada perawat yang akan bantu. Saya tidak mau merepotkan kalian yang begitu lapang meluangkan waktu untuk sekedar menjenguk saya."

Elang bukan orang bodoh tidak mengetahui siapa mereka. Dari ia ketahui, mereka bukan orang biasa, dan lebih berpengaruh dari perusahaan Herlambang mertuanya.

Mahendra, mengusap sabar punggung Launa yang turun. Seakan kembali mengingatkan, anak mereka hanya mengingat mereka sekilas tiga tahun yang lalu.

"Maaf jika membuatmu kurang nyaman dengan perhatian kami. Kami kesini hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja, dan bisa sehat sedia kala," tutur Mahendra dengan lembut.

Elang hanya diam saja, dan tak mau menjawab lebih. Ia cukup sadar diri, ia berhadapan dengan siapa saat ini.

Setelah itu, Mahendra dan Launa pamit dengan hati yang sesak. Membuat Elang merasa bersalah melihat tatapan sendu mereka.

Usapan tangan dari Ellen mengalihkan pandangannya, istrinya itu tampak berbeda dari ia kenal. Tersenyum dan merendahkan suaranya setiap kali berbicara, tak seperti dulu yang hanya sumpah serapah untuknya.

Ternyata, efek jatuh dari tangga yang diceritakan mereka ada baiknya. Buktinya ia mendapatkan apa yang selama ini ia inginkan.

"Lain kali jangan seperti itu, ya, sayang? Mereka begitu baik loh jengukin kamu di tengah kesibukan mereka," ucap Ellen tidak tega melihat mertuanya.

Elang hanya mengangguk, karena ia sadar telah melukai hati mereka. Kalau berjumpa lagi, ia akan meminta maaf, karena sempat pernah berbicara tidak sopan dan sering menampakkan ketidaknyamanannya setiap mereka berkunjung.

...

Setelah menjalani perawatan beberapa bulan, ia akhirnya diijinkan Dokter pulang. Hanya tinggal menunggu Dion menyelesaikan administrasi pembayaran.

Semua keperluan selama Elang di rumah sakit sudah dimasukkan ke dalam tas, pakaiannya pun sudah diganti dengan yang santai.

Hanya mereka saja yang mengantar pulang, kedua mertuanya sedang dalam perjalanan bisnis.

Di dalam perjalanan, Elang melihat perkembangan kota yang banyak mengalami perubahan. Padahal terakhir kali yang ia lihat, masih dalam pembangunan.

Dan matanya tak sengaja melihat anaknya yang tampak lebih gagah dengan tubuh atletisnya. Masih belum percaya, ia terbaring koma selama itu hingga melewatkan banyak moment.

Sesampainya ia di mansion, Elang berjalan lambat karena ia mudah sesak bila bergerak ekstra.

Dion sempat menawarinya untuk digendong sampai ke dalam kamar, tapi ia tolak karena masih mampu baginya.

Elang sedikit menyerngit melihat kamarnya sudah direnovasi dan barang-barang Ellen juga berada di dalam.

Selama menjalani pernikahan ini, ia tak pernah  sekamar dengan istrinya itu, bahkan ia tak pernah dibolehkan masuk ke kamar istrinya yang berada di sebelah.

"Mulai saat ini aku akan tidur disini." Ellen menatap Elang dengan sungguh-sungguh.

"Kalau kamu terpaksa dengan ini, sebaiknya jangan. Aku nggak mau memaksamu untuk hal dalam berbagi peran."

Namun, perkataan Ellen selanjutnya menggetarkan hati Elang. "Aku tau selama ini kamu mencintaiku, sekalipun aku menolakmu dengan cacian maki. Sekarang aku sadar, kita sudah menjadi suami istri, sudah selayaknya aku mendampingimu dalam keadaan apapun, sekalipun dalam kecil. Aku minta maaf karena telah menjadi istri durhaka selama ini." Ellen bersimpuh di hadapan Elang, ia terisak teringat kebodohannya dulu.

Tentu hal itu tidak disenangi Elang, dengan cepat ia membawa Ellen ke dalam pelukannya. "Aku juga minta maaf karena belum bisa menjadi suami yang kamu inginkan."

Ellen menggeleng cepat. "Itu tidak benar, kamu suami yang begitu baik."

Ellen menangis haru karena telah berdamai dengan keadaan. Memperbaiki kesalahan, dan menciptakan kenangan bahagia bersama keluarga.

Tapi dibalik itu, kebohongan yang berusaha ia tutupi akan menjadi sebuah boomerang kapan saja. Ia tidak bisa jujur untuk mengatakan hal yang sebenarnya, dan terlanjur nyaman bila seperti ini, dimana Elang belum mengetahui ada kejadian besar yang membuatnya hidup menderita selama ini.

...

Malam harinya, Elang terserang demam. Ia menggigil walaupun sudah diselimuti beberapa kain tebal.

Ellen dengan sabar mengompres kening Elang. Dokter juga bilang, daya tubuh Elang renta terhadap penyakit.

Dion juga sampai begadang walaupun esok hari ada jam mata kuliah pagi.

Melihat demam ayahnya semakin tinggi ia berinisiatif untuk mentransfer suhu tubuhnya. Membuka bajunya dengan bertalang dada, memeluk tubuh kurus ayahnya yang sama-sama terbuka.

Dion meringis merasakan hawa panas menempel di tubuhnya. Belum lagi suara gemulutuk gigi menandakan ayahnya benar-benar kedinginan.

Ellen juga merebahkan tubuhnya disamping sebelahnya. Ia ikut memeluk dari belakang bersama selimut melingkupi mereka.

Pemandangan manis itu, begitu sangat untuk sebuah keluarga. Saling menguatkan, dan kasih sayang tak pernah hilang.



TBC

aku kasih bahagia dulu sebelum Elang merasakan sakit lagi 🤓




Stay With Me (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang