🧁
Apakah kau percaya bahwa Mafia itu ada? Aku tidak, menurutku Mafia itu hanya ada di film.
Katanya, setidaknya kita sekali seumur hidup bertemu dengan Mafia, entah hanya berpapasan atau malah sempat mengobrol, aku juga tak tahu pasti.
Aku tak peduli, selama 23 tahun aku hidup, berapa banyak manusia yang sudah aku jumpai? Sebanyak itu, mungkin aku memang pernah bertemu sosok si Mafia itu.
Aku Great, fresh graduate yang sedang rehat dari hiruk pikuk dunia kampus. Aku ingin beristirahat sejenak setelah digempur skripsi yang menyebalkan itu.
Kakakku menyarankan aku untuk bekerja di perusahaannya, namun aku menolak. Aku ingin bekerja sebagai barista untuk sementara waktu hingga aku siap bekerja sebagai pegawai kantoran.
Hari ini seperti biasa, aku pulang larut. Sekitar pukul 10, aku mampir di mini market untuk membeli mie dan duduk di kursi yang sudah disediakan.
Aku tinggal sendiri di sebuah kontrakan yang tak jauh dari tempat aku bekerja. Mengapa aku tak tinggal bersama kakakku? Aku ingin mandiri.
Orang tua kami sudah tiada, kamu juga tak memiliki keluarga lain. Kami hanya hidup untuk satu sama lain.
Kakakku harus tinggal di dekat kantornya, sementara cafe tempat aku bekerja cukup jauh dari perusahaan kakak, jadi kami harus tinggal berpisah untuk sementara waktu.
Walau kami hidup untuk satu sama lain bukan berarti kami dekat, dikatakan dekat, kami tak sedekat itu, tapi jika dikatakan renggang, kami cukup dekat. Kau nilai lah sendiri.
Kami jarang berkomunikasi, hanya sesekali saja bertukar kabar. Dia adalah pemimpin perusahaan yang jelas sangat sibuk, aku pun tak ingin mengganggu atau diganggu, jadi tahu situasi dan kondisi.
Setelah selesai makan, aku pulang ke kontrakan yang harus melewati gang, kontrakan di gang sangat murah, cocok untuk kaum mendang-mending seperti aku.
"SIALAN!!!" maki seseorang di ujung gang.
Seperti ada dua orang laki-laki, yang satu terduduk dan satu lagi berdiri, MENODONG PISTOL?!
Aku tertegun, aku mulai berjalan mundur perlahan agar tak terdengar langkah kakiku, namun ...
Srakkhh
Kaleng sialan!
Laki-laki yang berdiri itu menoleh ke arahku, sontak aku berlari sekencang-kencangnya dan tentu saja ia mengejarku.
Aku berlari ke tempat umum, mencari tempat ramai. Akhirnya aku kembali ke mini market itu.
"Fyuuuhh ..." aku mengusap peluh lelah.
"Semoga ia tak menemukanku." doaku.
Sreettt
Aku menoleh ketika tanganku digenggam kuat oleh seseorang,
Deg!
-
Ya, aku tak bisa melawan apalagi berteriak karena dia mengancamku dengan pistolnya dan membawaku ke sebuah pohon, lebih tepatnya di balik pohon.
"Apa yang kau lihat?" tanyanya datar.
"T-tidak ada Tuan." jawabku gugup.
"Jangan membohongiku!"
"Saya berjanji akan tutup mulut Tuan." mohonku.
"Apa yang kau lihat?"
"Semuanya." jawabku lirih.
Sreett, ia menarik kerah leherku, otomatis wajah kami bertatapan dengan dekat.
Tampan, itulah kata yang cocok untuknya. Namun, mata itu penuh kemarahan, merah padam dan seakan siap menerkam, aku takut.