Prekuel 'Still The One'
"Terlalu banyak hal yang aku takuti, merasa lelah dan tak bisa meraih mimpi. Dunia terlalu kejam untuk aku yang takut sendiri." - Mayang Eira Calista
***
Ini tentang Aby dan Maya, yang terpaksa harus menikah di penghujung mas...
Hallo ... Aku datang lagi, maafkan aku yang terlalu lama update. Tapi, serius deh lagi belum bisa nulis tiap hari. Ini aja bisa dapat 1 chapter butuh waktu yang entah berapa lama. Nulisnya aku cicil soalnya.
Tolong dong, biar aku semangat coment yang panjang. Aku butuh hiburan juga.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku lagi di RS btw, karena aku gabut. Jadi, aku publish aja cerita ini.
***
"Aby, makan dulu," ucap Maya pada Aby yang kini tengah main game di ponselnya.
"Iya, bentar."
"Main gamenya dilanjut nanti, sekarang makan dulu."
Maya menghela napasnya, mulai kesal karena lelaki itu berkata iya, tapi tak kunjung menghentikan kegiatannya yang sedang bermain game.
"Papi kalian nggak usah ditemenin, Dek. Soalnya lebih sayang sama game, daripada Mami." Seketika Aby menghentikan kegiatannya, dan menoleh pada Maya yang duduk bersila di hadapannya sambil mengelus perut besarnya.
"Eh, kok, ngomongnya gitu?"
"Mentang-mentang tangannya udah sehat lagi, nggak sakit lagi, jadi udah bisa main game lagi. Terus kita malah dianggurin. Udah, nggak usah ditemenin." Maya pura-pura tak mendengar ucapan Aby, bahkan ia tak melihat ke arahnya sama sekali.
"Nggak gitu, Sayang," kata Aby, dan perempuan itu masih tak mau menatapnya.
"Padahal, kalian udah laper, ya? Tapi, papi kalian nyuruh nunggu terus. Mau duluan makan, nggak enak. Mana ada makan bersama, tapi makannya duluan. Tau gitu dari tadi aja kita makan, ya?"
Aby menghela napasnya sembari menyimpan ponsel di tikar tempat mereka duduk lesehan, lalu ia berpindah duduk saling berdekatan dengan perempuan itu. "Hey," ucapnya sambil mengelus lembut kepala Maya, membuat perempuan itu mendongakkan kepalanya dan menatap Aby dengan ekspresi wajah kesal.
"Apa? Aku lagi ngobrol sama anak-anak, kamu nggak diajak. Sana, main game aja." Maya mengalihkan pandanganya ke arah lain, tak ingin melihat sang suami.
"Yang."
Tak ada jawaban.
"Sayang."
Tak ada sahutan.
"Istriku."
Maya masih diam.
"Mas, Mbak, ini Papi harus apa? Mami kalian ngambek ini? Gimana cara bujuknya biar nggak ngambek lagi?" tanya Aby, sambil mengelus lembut perut Maya.