we are a difference

129 10 0
                                    

***

Di tengah luasnya lapangan bola kaki itu, Ricky duduk termenung dengan pikiran yang berkecamuk. Padahal langit sudah menggelap, pertanda hujan akan turun sebentar lagi. Atau tentang kucing oren beranama Eve kesayangan yang mengaum dari ujung seolah memberitahu tuannya bahwa ia harus lekas beranjak sebelum dibasahi oleh derasnya hujan yang akan turun.

Tidak Eve, kali ini biarkan aku berdiam diri tanpa memperdulikan apapun selain isi pikiranku. Mungkin itu yang akan Ricky ucapkan pada si kucing seandainya lidahnya tak kelu.

Dan benar saja, tak lama hujan turun mengguyur meskipun tak sederas itu. Eve sudah berteduh dibawah pohon rindang di ujung lapangan. Menatap kosong kearah tuannya yang hanya berdiam diri ditengah guyuran hujan.
Kucing oren itu seolah tengah berpikir betapa bodohnya manusia yang telah merawatnya itu.

Tapi semua tak berlangsung lama, sebab seseorang datang tiba-tiba dengan sebuah payung menghampiri Ricky. Berjongkok di samping pemuda pirang itu dan membagi payung meskipun ia harus rela sedikit basah sebab rupanya payung itu tak menutup sepenuhnya tubuh mereka berdua.

"Mas Hanbin?" Ricky menoleh dengan wajah sembab yang amat kentara.

Yang dipanggil tersenyum. Senyum hangat yang selalu ia tujukan pada orang terkasih.

"Mau sampe kapan kayak gini? Gak kasian sama diri sendiri? Sama eve?" ia menunjuk kearah Eve yang masih menatap tuannya dari bawah pohon.

Ricky menunduk. Ia meremat ujung kaosnya dengan kuat. "Sakit mas... aku gak kuat"

Hanbin terenyuh. Dipeluknya tubuh ringkih itu. Tak perduli dirinya yang turut basah. Ricky lebih penting dari apapun.

"Dari awal Mas kan sudah bilang jangan dilanjutin. Ini semua cuma luka buat kalian berdua. Dari awal Mas udah bilang kalo ini salah, kalian gak sepantasnya begini. Kamu sama dia itu beda, Ricky." Hanbin mengecup pucuk kepala Ricky dengan lembut. Memberi ketenangan sebelum akhirnya melanjutkan kalimat yang sempat ia tunda. "Kamu dan Gyuvin gak akan bisa bersama sampai kapan pun. Dindingnya terlalu kokoh untuk kalian lewati. Tuhan kita berbeda dari Gyuvin, Ricky."

Maka detik itu tangis Ricky tumpah tak terbendung di dalam dekapan hangat milik Hanbin.

Ia menyadari bahwa segalanya tentang ia dan kekasih telah habis hari ini. Hari dimana Gyuvin memutuskan segalanya untuk mengakhiri hubungan tak berujung ini. Benar yang dikatakan Hanbin, tembok keduanya terlalu kokoh. Sejak awal mereka sendiri yang berpura-pura bodoh dan tetap melanjutkan langkah meskipun tahu bahwa di ujung sana, ada penghalang besar yang tak akan bisa terpecahkan sampai kapan pun.

Aku milik tuhan ku, kamu milik tuhan mu.

Maka semuanya sudah jelas. Perjalanan selama 7 tahun itu berakhir sia-sia karena keegoisan keduanya. Baik Ricky maupun Gyuvin selalu berpura-pura. Hingga akhirnya Gyuvin memilih untuk berbalik sebab tak lagi sanggup berjuang menghancurkan pembatas

***

Hanbin tersenyum begitu Gyuvin datang sesuai permintaannya kemarin.

"Bang!" sapanya.

Pemuda jangkung itu terlihat lebih tirus dengan kantung mata yang menggelap. Sedikit terlihat mengenaskan dari terakhir kalinya Hanbin liat dua bulan yang lalu.

"Apa kabar?" tanya Hanbin basa-basi. Tentu ia tahu apa yang sebenarnya terjadi dan semua itu tidak ada yang baik-baik saja.

Gyuvin menanggapinya hanya dengan sebuah anggukan dan senyum kecut.
Melihat itu Hanbin terkekeh miris. Baik Ricky maupun Gyuvin sama-sama tengah mencoba memulihkan diri. Bahkan selama dua bulan ini keduanya tak lagi pernah bertemu karena Gyuvin yang memilih pindah bekerja diluar kota. Langkah pertama yang ia gunakan untuk mencoba melupakan sang mantan kekasih.

"Dari awal gue udah bilang ke kalian berdua kalo ini salah." Ujar Hanbin membuka pembicaraan. Ia telah cukup menahan diri untuk tidak membicarakan ini selama dua bulan lamanya karena merasa bahwa Gyuvin juga butuh waktu.

"Bukan karena gue gak rela Ricky sama lo, tapi gue tau akhirnya bakal gimana." Lanjut Hanbin saat mengetahui bahwa Gyuvin akan menyelanya. "Gue memang cinta sama Ricky, makanya gue larang kalian pacaran, dulu. Karena gue gak mau ada yang terluka baik Ricky ataupun lo"

Gyuvin menunduk. Kedua tangannya yang berada di atas meja terkepal erat.

"Vin, gak semua yang lo genggam bisa lo milikin. Termasuk Ricky. Dari awal orang tua lo aja udah gak setuju tapi lo selalu berpura-pura."

"Gue gak bisa lepasin Ricky, bang. Gue sayang banget sama Ricky—"

"Tapi lo juga nyakitin dia. Hubungan ini nyakitin kalian berdua" sela Hanbin dengan kekecewaan.

Hening.

Diantara keduanya benar-benar hanya berisi kekosongan. Hingga akhirnya ucapan Hanbin mampu membuat Gyuvin membatu.

"Sini, mana undangan lo"

Ia mendongak. Menatap nanar kearah Hanbin yang menatapnya datar. Seorang Sung Hanbin tidak pernah sekasar ini pada orang-orang. Dan ini kali pertama Gyuvin melihat sisi lain dari seniornya itu.

Dengan tangan bergetar, Gyuvin menyodorkan dua undangan berwarna coklat kehadapan Hanbin.
Hanbin sendiri terkekeh. "Dua ya? Buat gue sama Ricky dong" ia mengambil dua undangan itu lalu berdiri.

"Happy wedding ya, Vin. Makasih udah ada buat Ricky selama tujuh tahun ini. Semoga lo bahagia dan semoga Ricky juga bisa nemuin bahagia. Kapan pun lo butuh temen curhat, jangan sungkan panggil gue. Gue duluan ya? Kalo Ricky gak dateng tolong di maklumin karena dia lagi nyembuhin diri."

Sepeninggal Hanbin, diam-diam Gyuvin menitikkan air mata. Mendengar nama Ricky selalu berhasil membuat darahnya berdesir dan jantung berdebar. Gyuvin memang sangat mencintai Ricky-nya. Sampai kapan pun Ricky selalu menjadi pemenang di hatinya.

"Maaf ici..."







End.

Alasan kenapa aku udah lama gak update dua cerita sebelah adalah karena aku udah hilang semangat dalam menulis. Sedangkan cerita ini itu draft yg udh sangat menumpuk.
Tiap aku ngumpulin semangat buat lanjutin cerita, tiba-tiba hilang. Aku bahkan udah jarang buka wattpad. Maaf ya:(

Bisa tanya tanya disini👇
https://ngl.link/zzydwie

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ons Verhaal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang