04. Gadis Gila

1.3K 161 12
                                    


Hari ini terasa berbeda dari biasanya. Masih terlalu pagi bagi Aurora yang sudah duduk dengan tenang di kursinya. Ia begitu bersemangat, menunggu kedatangan sahabatnya, Rami. Aurora sudah bertekad; hal pertama yang akan ia lakukan adalah menendang tulang kering anak itu.

Bagaimana bisa Rami membuat dirinya mati penasaran? Bahkan tidurnya malam tadi benar-benar tidak nyaman. Ia gelisah sepanjang malam, terus memikirkan informasi yang katanya 'sangat penting' itu.

Sialan, Rami benar benar membuat dirinya tidak tenang.

Di ujung pintu Aurora mendengar samar-samar suara Rami yang sedang berbincang ringan. Huh! Akhirnya, Rami datang juga, ia melangkah dengan santai bersama Chiquita di sisinya. Ketika mata Rora bertemu dengan mata Rami, waktu seolah berhenti sejenak. Alih-alih merasa canggung atau merasa bersalah, Rami malah memamerkan senyum tidak berdosanya, sebuah senyum yang terlihat begitu menyebalkan di mata Rora.

"Wah, benar-benar nggak tahu diri. dasar cari mati." Batin Rora sambil mengepalkan tangannya di bawah meja, mencoba meredam emosi yang sudah hampir meledak.

Rami, tanpa menyadari bahaya yang mengintai, melambaikan tangannya dengan penuh semangat. "Annyeong, uri Rora!" Sapanya ceria, seolah-olah semuanya baik-baik saja.

Rora hanya menatapnya dengan tatapan tajam, bibirnya perlahan membentuk senyuman. Namun, senyuman itu sama sekali tidak menunjukkan keramahan—justru terasa seperti peringatan. Seakan-akan, Rora berkata tanpa kata, "Aku tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja."

"Annyeong, Ramiyaaa~." Balas Rora dengan nada yang terdengar manis, namun penuh ancaman tersembunyi. Ia bangkit dari duduknya, langkahnya pelan namun penuh arti, menuju tempat Rami berdiri.

Chiquita yang berdiri di sebelah Rami mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres. "Rami... mungkin kita harus—"

Namun, sebelum Chiquita selesai bicara,

BUGH!

Tendangan telak mendarat di tulang kering Rami. Saking kerasnya, ia hampir kehilangan keseimbangan.

Rami terpaku sesaat, rasa sakit menjalar dari tulang keringnya hingga membuatnya meringis. Ia melompat-lompat kecil sambil memegang kakinya. "Aduh, Rora! Apa-apaan sih?! Sakit tau!" Protesnya dengan wajah setengah terkejut, setengah kesakitan.

Namun, Rora hanya menatap Rami dengan tatapan tajam, senyumannya tetap setia menghiasi wajah cantiknya. "Oh, gue cuma mau nyapa lo dengan cara yang berbeda. Kenapa? nggak suka?" katanya dengan nada lembut tapi penuh dengan ancaman.

Chiquita yang berada di samping Rami hanya bisa menahan tawa, mencoba terlihat netral meskipun situasi ini sangat menggelikan baginya. "Rami, lo buat masalah apa lagi si kali ini?"

"Cari masalah? Gue bahkan nggak ngapa-ngapain!" Seru Rami membela diri, ia masih melompat-lompat kesakitan.

Rora mendekat lagi, membuat Rami mundur dengan langkah kecil, mencoba menjaga jarak. "Yakin lo nggak ngapa-ngapain? Humm? Bahkan lo santai banget senyum-senyum nggak jelas kaya tadi nyapa gue, Seolah-olah lo nggak ada buat dosa apa pun sama gue." Ujar Rora dengan nada penuh sindiran.

"Eh, gue yakin kalau gue emang nggak ngapa-ngapain. Lagian senyum itu nggak salah, kan? Gue cuma mau bikin suasana lebih santai!" Balas Rami, mencoba membela diri sambil tetap berjaga-jaga kalau Rora tiba-tiba melayangkan serangan lain.

Rora menghela napas panjang, lalu menepuk pundak Rami—kali ini tanpa kekerasan. "Ck! Masih nggak sadar lo, udah ngapain?"

Pada akhirnya Rami mengalah, ia hanya menundukkan kepalanya dengan lesu.

Lowkey.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang