→ tukang peluk ³

154 14 9
                                    

"Wen, mantai enak kayanya," ujar Irene tiba-tiba ketika mereka sedang bersantai di halaman belakang rumah Irene. Orang tua perempuan itu belum pulang.

Wendy yang sedang tengkurap bersandar pada bahu Irene hanya menggumam.

Posisinya ambigu untuk orang awam lihat. Bagaimana tangan Wendy yang bertengger memeluk perut Irene, juga kepalanya yang bersandar pada bahu depan sebelah kiri Irene, jangan lupakan kaki Wendy yang juga berada di atas kaki Irene. Sudah seperti koala saja.

Mereka duduk di satu kursi santai bersama, kebetulan ukurannya memang pas untuk dua pasutri itu.

Pala lu.

Wendy yang senang. Untung tidak ada orang tua Irene.

"Ayo pantai, mau kapan?" Irene mengusap bahu Wendy yang mengenakan kaosnya. Wendy semakin nyaman saja berada di ketiak perempuan itu.

"Terserah kamu aja," balas Wendy. Napasnya menerpa leher kiri Irene. Oleh karena itu, Irene terkekeh geli.

"Ayo, sekarang." Wendy berdecak langsung, rasa kantuknya tiba-tiba hilang.

"Panas begini, enakan di sini."

"Katanya terserah, lagian kita bisa sewa payung biar nggak kenapasan tau," balas Irene, tangan kanannya sekarang balas memeluk Wendy.

Nikah aja kocak.

"Tapi tetep aja, kalo aku peluk kamu nanti diliatin banyak orang. Males." Wendy semakin nyaman membenamkan wajahnya di dada Irene.

"Mereka pasti punya urusan masing-masing, ngapain ngeliatin kita coba. Lagian biarin aja mereka ngeliatin sampe mata mereka copot, nggak usah dipeduliin."

Wendy tersenyum, "tapi aku nggak mau sekarang, besok aja. Masih pengen pelukan," kata Wendy sedikit menggumam. Rasa kantuk kembali menyerangnya.

Memang berada dalam pelukan Irene terasa senyaman itu. Kemudian Wendy menutup matanya, lupa dengan segala hal.

Tidak tahu kalau orang tua Irene sudah pulang. Beruntung keduanya tidak ke halaman belakang, karena sibuk berbenah dan mengistirahatkan diri.

Lagipula kalau ke halaman belakang pun, mereka akan biasa saja melihat Wendy dan Irene seperti itu. Mereka kan berteman.

Teman.

Teman.

TEMAN.

NDASMU COK.

"Ssst, ayo makan. Aku bikinin mie ayam," ucap Irene membangunkan Wendy pelan. Perutnya mulai terasa lapar.

Wendy hanya balas menggumam, semakin mengeratkan pelukannya.

"Wen, ayo.. nanti lagi peluknya," kata Irene lagi sembari tangannya mencoba mengangkat kepala Wendy.

Dasar kebo.

"Eemmh, males." Wendy menggeliat, kemudian kembali memejamkan mata.

"Biar aja aku tinggal, nggak usah makan."

Wendy tidak membalas, hanya dengkuran halusnya yang terdengar.

Irene berdecak, "kalo peluk terus, ntar malem nggak boleh peluk," katanya memegangi kepala belakang Wendy.

Wendy akhirnya perlahan membuka matanya, "iya-iya. Berisik banget."

Maka Irene tersenyum, tangannya menuntun Wendy yang masih mencoba mengumpulkan nyawa.

Keduanya sudah berada di dapur. Dengan Irene yang sibuk pada peralatan masak dan Wendy yang sedang menyandarkan kepala pada meja makan.

Perempuan itu rasanya masih mengantuk sekali, masih sulit membuka matanya.

Irene menarik ujung bibirnya ketika matanya melirik mendapati posisi Wendy yang seperti anak kecil.

Baru ketika Irene selesai merebus mie dan menuangkan ayam kecap pada mangkuk, aromanya begitu menggoda Wendy. Sehingga perempuan itu kembali membuka mata.

Tubuhnya dia bawa pada Irene, memeluk dari belakang. Irene sih sibuk menaruh daun bawang dan bumbu-bumbuan pada mangkuk keduanya.

"Lho, kalian darimana?"

Sekonyong-konyong Wendy melepas pelukannya, terkejut bukan main. Walau kata Irene kedua orang tuanya tidak keberatan, tetapi tetap saja rasanya begitu menakutkan kalau-kalau Orang tua Irene memergokinya memeluk Irene dengan posisi ambigu.

Apalagi tadi mereka seperti pasangan suami istri.

"Mama udah pulang?" Suara Irene yang sibuk dengan mangkuk terdengar.

Mamanya mengangguk meski tidak melihat, tangannya membuka kulkas dan mengambil botol air putih dari sana.

"Dari kapan?"

"Tadi, tapi kalian nggak keliatan. Mama juga males nyari, capek."

Tubuh wanita itu mendekat pada meja makan. Wendy yang masih terkejut hanya tersenyum ketika matanya bersitatap pada Mama Irene.

"Kenapa, kangen Tante, ya?" tanya wanita itu karena Wendy terus menatapnya.

Wendy diam-diam membuang napas lega. "Hehe, iya Tante, kenapa Tante lama banget sih perginya? Padahal Wendy kesini juga pengen ngobrol banyak sama Tante."

Padahal Wendy berharap Tante pulangnya besok aja.

Wanita itu tersenyum, "Nanti kita ngobrol, Tante baru beli janda bolong, lho. Cantik lagi."

Wendy tersenyum, paham betul bahwa ibu-ibu sekarang menggilai tanaman hias. Apalagi janda bolong itu, mamanya saja sudah punya 5.

"Nanti Wendy bantu siramin."

Wanita itu tertawa, "haha, makasih ya. Kamu memang cantiiik banget nggak kaya manusia itu," ucap Mama Irene menunjuk anaknya.

Wendy tersenyum saja. Sementara Irene sudah memasang wajah pura-pura tidak suka. Aslinya sih bahagia karena Mamanya juga sayang kepada orang yang dia sayang.

"Wendy mau nginep lagi?"

Pengennya sih gitu.

"Enggak Tante," balas Wendy mulai duduk karena Irene sudah menaruh mangkuk mie ayam di meja.

"Kenapa? Mumpung Tante dirumah lho, nanti kita bisa ngobrol sampe malem."

Pengennya sih, ngobrol sama Irene sambil pelukan sampe pagi.

"Hehe, Mama udah nyariin. Anak gadisnya masa nggak dirumah terus."

Padahal rumah mereka hanya berjarak empat rumah. Lagipula Mamanya paling malas kalau Wendy dirumah tapi tidak membantunya mengerjakan pekerjaan rumah.

Anak perempuannya hanya mau menyirami tanaman setiap hari. Bocah gendeng.

"Walah, yaudah. Salam buat Mama-mu, ya."

Wendy mengangguk, "Nanti Wendy sampein, Tante udah makan?"

"Udah, nak. Tadi Tante makan diluar, malas masak." Kemudian wanita itu beranjak dari duduknya, menatap tajam Irene.

Memberi tatapan 'dari kemarin mie ayam terus' kepada anaknya itu.

"Yasudah, selamat makan ya. Tante ke atas dulu,"

Serempak keduanya mengangguk, kemudian Irene menatap Wendy dengan senyuman.

"Makan yang banyak ya, bocah."

Mata Wendy menyipit, "sesama bocah nggak boleh sombong."

"Bocah!" Irene menepuk kepala Wendy pelan. "Cium juga nih," kata Irene sibuk dengan mie ayamnya.

Wendy hanya bisa mengontrol detak jantungnya yang tidak normal.

S-i-a-l-a-n.







To be continued

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

tukang peluk [wenrene]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang