Bulan Di Balik Kaca

1 0 0
                                    

♫⋆。♪ No Surprises - Juliana Chahayed ˚♬ ゚.

"Siapa namamu?"

Pria tua dengan kacamata baca itu setengah membungkukan badannya didepanku. Ia tersenyum tipis sehingga matanya hanya satu garis.

"Leah." Jawabku sedikit segan dan mengumpat di balik tubuh ibuku.

"Barapa umurmu?" Tanyanya lagi.

"Tujuh tahun."

"Aku membawanya untuk satu malam di sini." ucap Ibuku kepada laki-laki di hadapannya, lalu Ibu membawaku ke dalam kamar sebelah kiri dengan pintu berwarna putih.

"Leah duduk di sini, ya. Ibu akan menyiapkan air panas untukmu mandi."

Aku pun menuruti kata Ibuku, aku duduk di atas kasur double bed ini, sementara Ibu keluar kamar dan menyiapkan air panas untukku.

Aku fokus memainkan gim puzzle beruang di ponsel Ibuku. 15 menit menunggu adalah waktu lama bagiku hingga badai bosan pun datang.

Ku lempar ponsel Ibu ke kasur empuk ini dan tanganku bersentuhan dengan selimut putih di atasnya, ada semoga kecil dalam hatiku untuk memiliki kasur dan selimut nan lembut ini.

Lalu perhatianku tertuju pada tirai cokelat muda yang terjuntai panjang, aku dekatkan diri dan menyekanya.

Bibir merah kecilku berkata nyaris tidak terdengar, "wah..."

Lautan gedung indah dengan lampu warna-warni seperti beruang pada baju yang ku pakai. Kuning hangat dari bulan yang sempurna malam ini sangat membuatku melihatnya seperti sosok idola.

"Indahnya..." ucapku.

"Leah, air hangat sudah siap."

Ibu membuyarkan kekagumanku pada suasana malam ini. Sesaat aku melihat diriku yang terpantul di kaca.

Tubuhku ternyata mungil dibandingkan gedung di luar sana, rambut ikat dua dengan pita besar sama cantiknya seperti bulan. Aku tersenyum melihat diriku, ternyata aku gadis kecil yang cantik.

"Ayo Ibu, aku ingin mandi."

———
Ibu's POV
———


"Ayo Ibu, aku ingin mandi."

Hatiku sedikit hancur melihat gadis kecilku seperti ini. Baju kotor penuh tinta warna, wajah lengket entah karena permen atau manisan yang ia makan, belum lagi perutnya yang sedikit berbunyi tanda lapar.

Selama ini aku bekerja sendirian untuk memenuhi kebutuhannya tetapi keadaan rumah orangtuaku sedang sedikit kacau beberapa minggu ini, sehingga anak kecil ini tidak terurus dengan baik.

"Leah, jika sudah selesai mandi panggil Ibu, ya. Ibu akan siapkan buah untukmu."

Gadis kecilku mengangguk mengerti. Senyumnya yang manis sedikit mengobati retakan hatiku.

Seraya Leah membersihkan dirinya, aku pergi keluar kamar dan mengambil beberapa buah dari kulkas, mengupasnya untuk Leah.

Pria tua dengan panggilan Mr. Park menghampiriku, ia melihatku menyiapkan beberapa buah-buahan.

"Apakah buah itu untuk dia?"

Aku mengangguk, "iya, sepertinya dia lapar, jadi ku siapkan beberapa potong buah saja."

"Ini, ambillah." Ucap Mr. Park seraya memberikan tiga lembar seratus ribu rupiah.

"Pesan atau beli makanan untuk Leah dan dirimu, buah saja tidak kenyang."

Ada sesuatu dalam diriku yang menahan untuk menerima bantuannya. Aku menatap lembaran uang yang masih ada ditangan Mr. Park, pria tua yang sudah menjadi teman dekatku selama 6 bulan ini.

"Ada apa? Apakah semua baik-baik saja?"

Ku selesaikan potongan buah terakhir dan ku lempar senyumanku pada Mr. Park yang sudah berbaik hati selalu ada dan menolongku selama ia ada di sini.

"Keadaan rumah orangtuaku sedang tidak baik, ekonomi kami sedikit bermasalah dan terjadi sedikit perdebatan, jadi ku bawa dia kemari untuk satu malam saja karena besok dia libur sekolah, aku ingin mengajaknya jalan-jalan."

"Hidup seperti itu, ada kalanya naik dan turun. Tenang saja, aku akan menjaminmu selama aku ada di sini,

Dan, Leah itu siapa dalam keluargamu?"

"Leah adalah adikku."

"Kasihan sekali, baiklah kalian berdua bisa tidur dengan nyeyak malam ini. Aku akan pergi ke kamarku. Selamat malam."

———
Leah's POV
———

Kasur lembut ini terasa seperti duri setelah ketidaksengajaanku mendengar apa yang Ibu katakan tentang diriku.

Ada hal yang otak tidak mengerti tetapi hati memahami.

Tubuhku berkata aku tidak menyukai rasa kasihan dari pria tua itu dan aku tidak suka Ibu mengakuiku sebagai adiknya.

Dengan sinar bulan yang menerangi kamar tidur kami, aku bertanya pada Ibuku,

"Apakah Ibu malu?" 

Tidak ada suara Ibu yang terdengar, apa mungkin ia tertidur?

"Aku tau, Ibu di bawah masih terjaga. Mengapa Ibu bilang aku adalah adikmu?

"Aku tidak marah, Bu,

"Aku hanya tidak menyukainya."

"Jika Ibu memiliki alasannya, aku rasa aku bisa memahaminya. Tetapi jika Ibu memang benar malu akan kehadiranku, aku rasa aku merasa sakit, jika itu benar."

Satu isak tangis dan nafas berat terdengar dari bawahku.

"Apakah Leah marah kepada Ibu?"

"Tidak."

"Apakah Leah marah kepada Mr. Park?"

"Tidak,

"Aku tidak bisa marah kepadanya karena malam ini kita bisa mandi air panas, tidur di kasur yang empuk, makan buah yang manis, dan dia tersenyum padaku,

"Aku hanya sedikit kesal jika dia atau siapapun merasa kasihan padaku,

"Apa Ibu tahu bahwa aku adalah anak gadis paling beruntung karena tubuhku mungil dan rambutku terkuncir dua dengan pita besar,

"Tidak seharusnya oranglain kasihan kepadaku, aku tumbuh sehat dan kuat, seperti bulan yang sedang menyinari kita, Bu."

"Leah, maafkan Ibu."

Tangisan Ibu terdengar dari balik bantal yang menutupi wajahnya.

Apapun hal berat apa yang ada di hati Ibu, aku menerimanya. Aku menerima rasa bersalahnya, dan aku menerima kata maaf darinya.

Aku tau, dengan Ibu membawaku ke tempat aman seperti ini, sudah membuktikan bahwa Ibu mengorbankan apapun yang ia sembunyikan dariku, dan aku tidak berhak untuk menuntutnya seperti yang ku harapkan.

Biarkan harapan Ibu yang membentuk kenangan malam ini.

Setidaknya, aku punya kenangan dengan bulan yang sedekat ini.

🌕 🌝 🌕

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tiup HarapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang