Sebelum mulai baca, jangan lupa untuk vote dan tinggalkan komentar ya. Kalau ada typo atau kesalahan, jangan ragu kasih tahu, terima kasih sebelumnya!
Buat kalian yang baru pertama kali mampir di Wattpad-ku, jangan lupa follow agar tidak ketinggalan update cerita seru berikutnya!✧
Alya dan Maya tetap bersembunyi di balik tirai ruang kesehatan, menahan napas sambil mendengarkan percakapan di depan mereka. Jantung mereka berdegup kencang, ketakutan bercampur dengan rasa penasaran yang membuncah di kepala mereka. Mereka tahu bahwa situasi ini jauh lebih serius dari yang pernah mereka bayangkan.
"Kamu yakin mereka tidak mencurigai apa-apa?" tanya pria berjas hitam, suaranya rendah dan penuh keyakinan.
Pak Ridwan mengangguk pelan. "Ya, mereka hanya siswa biasa. Aku pastikan mereka tidak akan menyelidiki lebih dalam."
Pria itu menyipitkan mata, tampak tidak puas dengan jawaban tersebut. "Jangan remehkan rasa ingin tahu mereka. Jika sampai ada yang tahu tentang eksperimen ini, semua bisa berantakan. Wabah ini adalah kunci, dan kita tidak bisa membiarkan rencana ini gagal."
Alya mendengarkan dengan cermat setiap kata yang keluar dari mulut pria itu. Kata "eksperimen" terus berputar-putar di kepalanya. Apa sebenarnya yang sedang mereka lakukan? Apakah wabah ini memang hasil dari sebuah eksperimen? Dan mengapa siswa-siswa seperti Andra terlibat?
Setelah beberapa menit yang terasa seperti seumur hidup, pria berjas hitam dan Pak Ridwan keluar dari ruang kesehatan, meninggalkan Alya dan Maya yang masih gemetar di tempat persembunyian mereka. Mereka tetap bersembunyi hingga suara langkah kaki menghilang, memastikan tidak ada yang kembali.
Maya menghela napas panjang, suaranya bergetar. "Alya, apa yang baru saja kita dengar?"
Alya masih memegang laporan yang mereka temukan tadi, pandangannya kosong seolah-olah otaknya sedang mencoba memproses semua informasi yang baru saja masuk. "Mereka melakukan eksperimen, Maya. Sekolah ini... wabah ini... semua adalah bagian dari rencana mereka."
Maya menatap Alya dengan mata yang penuh ketakutan. "Tapi untuk apa? Mengapa mereka melakukan ini? Dan apa hubungannya dengan para siswa yang sakit?"
Alya menggelengkan kepala, mencoba menenangkan diri. "Aku nggak tahu. Tapi kita harus temukan jawabannya. Ini bukan lagi soal penyakit. Ini soal siapa yang bisa kita percayai."
Keesokan harinya, Alya dan Maya kembali ke sekolah dengan rencana baru. Mereka harus bertindak lebih hati-hati. Setiap langkah dan tindakan mereka bisa memicu perhatian lebih dari pihak sekolah. Sambil berjalan melewati lorong-lorong yang sepi, mereka berdua memperhatikan dengan seksama. Siswa-siswa yang dulu penuh energi kini tampak lesu dan lelah, beberapa di antaranya bahkan tidak datang ke sekolah lagi.
"Aku dengar Rani dan Adi nggak masuk hari ini juga," gumam Maya dengan cemas. "Mereka bilang kondisi mereka memburuk."
Alya mengangguk sambil berpikir. "Mungkin mereka terlibat dalam eksperimen ini juga. Kita harus bicara dengan mereka, tapi kita juga harus hati-hati. Sekolah pasti sudah mengawasi semua gerakan kita."
Mereka memutuskan untuk menemui Rani di rumahnya setelah sekolah selesai. Sebelum berangkat, Alya merasa ada seseorang yang mengawasi mereka dari kejauhan. Ia menoleh ke belakang, tapi tidak melihat siapa pun. Namun, perasaan aneh itu tidak kunjung hilang.
Setibanya di rumah Rani, suasana terasa suram. Rumah itu terlihat tenang dari luar, tapi ketika mereka mengetuk pintu, yang membuka adalah ibu Rani dengan mata yang sembab. Dia terlihat letih dan khawatir.
"Maaf, Tante. Kami teman-teman Rani. Kami dengar dia sakit dan ingin menjenguk," kata Alya dengan nada lembut.
Ibu Rani mengangguk pelan dan mempersilakan mereka masuk. Suasana di dalam rumah terasa berat, seperti ada beban yang menghimpit udara. Mereka dibawa ke kamar Rani, di mana gadis itu berbaring lemah di atas tempat tidur, wajahnya pucat dan penuh keringat.
"Rani..." Maya memanggil dengan suara lembut, mendekati tempat tidur temannya.
Rani membuka matanya dengan perlahan, tampak kelelahan. "Maya... Alya... apa yang kalian lakukan di sini?"
"Kami cuma ingin memastikan kamu baik-baik saja," jawab Alya, duduk di sampingnya. "Kamu sakit apa?"
Rani menggelengkan kepalanya pelan. "Aku nggak tahu. Aku merasa sangat lelah, tubuhku rasanya berat, dan setiap hari rasanya makin parah."
Alya bertukar pandang dengan Maya. Ada sesuatu yang lebih dari sekadar penyakit biasa di sini. Mungkin ini adalah efek dari eksperimen yang disebut pria berjas hitam itu.
"Kamu ingat sesuatu sebelum kamu mulai merasa sakit?" tanya Maya hati-hati.
Rani tampak berpikir sejenak. "Aku ingat... beberapa hari sebelum aku jatuh sakit, aku dipanggil ke ruang kesehatan untuk pemeriksaan. Katanya itu cuma pemeriksaan rutin... tapi setelah itu, aku mulai merasa aneh."
Mata Alya melebar. "Pemeriksaan rutin? Siapa yang memeriksamu?"
"Pak Ridwan," jawab Rani pelan, membuat jantung Alya berdegup kencang. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan Pak Ridwan sejak awal. Ini membuktikan kecurigaan mereka.
"Kita harus lakukan sesuatu," bisik Maya sambil menarik Alya menjauh dari tempat tidur Rani. "Ini sudah jelas. Sekolah ini terlibat. Pak Ridwan mungkin bagian dari rencana besar ini."
Alya mengangguk setuju, hatinya penuh dengan kegelisahan. "Kita perlu lebih banyak bukti. Kita harus mengungkap semuanya."
Malam itu, setelah kembali ke rumah masing-masing, Alya duduk di kamarnya dengan pikiran yang penuh. Ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Pak Ridwan adalah kunci dari semua ini. Jika mereka bisa menemukan lebih banyak bukti, mereka bisa mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di sekolah.
Namun, dia juga tahu bahwa mereka sedang diawasi. Setiap langkah mereka harus diperhitungkan dengan matang. Dan meskipun mereka takut, Alya merasa ini adalah jalan yang harus mereka tempuh.
Malam semakin larut, dan bayangan di kamarnya mulai memanjang. Tiba-tiba, teleponnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal:
"Berhenti mencari tahu atau kalian akan menyesal."
Alya merasakan darahnya berhenti mengalir sejenak. Ancaman itu membuat bulu kuduknya merinding. Mereka tahu. Mereka tahu bahwa Alya dan Maya sedang menyelidiki.
Ketegangan semakin memuncak. Alya tahu bahwa mereka tidak bisa berhenti sekarang, meskipun ada ancaman di setiap langkah mereka.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SILENT PLAGUE
HorrorDi sebuah kota kecil yang tenang, penyakit misterius mulai menyebar tanpa peringatan. Orang-orang yang terinfeksi tidak segera berubah menjadi mayat hidup, tetapi mereka perlahan kehilangan kesadaran, menjadi terobsesi dengan suara tertentu yang han...