9. JEJAK YANG MENGHILANG

119 4 0
                                    

Sebelum mulai baca, jangan lupa untuk vote dan tinggalkan komentar ya. Kalau ada typo atau kesalahan, jangan ragu kasih tahu, terima kasih sebelumnya!

Buat kalian yang baru pertama kali mampir di Wattpad-ku, jangan lupa follow agar tidak ketinggalan update cerita seru berikutnya!

Malam itu, Alya tidak bisa tidur. Pikirannya terus berputar-putar memikirkan pesan ancaman yang diterimanya. Ada begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab. Siapa yang mengirim pesan itu? Dan apa sebenarnya tujuan dari eksperimen ini? Semua masih misteri yang terus menghantuinya. Meskipun rasa takut terus menghantui, Alya tahu dia tidak bisa mundur sekarang. Ada terlalu banyak hal yang dipertaruhkan—terutama nyawa teman-temannya.

Keesokan harinya, Alya bertemu Maya di sekolah. Mereka bertemu di tempat biasa, di balik perpustakaan, tempat yang mereka yakini aman dari pengawasan. Alya menunjukkan pesan ancaman itu pada Maya, yang langsung membuat sahabatnya pucat pasi.

"Kau yakin ini bukan lelucon?" tanya Maya, suaranya bergetar.

Alya menggelengkan kepala, tatapannya serius. "Aku yakin ini bukan lelucon. Kita sedang diawasi, Maya. Mereka tahu kita sedang mencoba mengungkap apa yang terjadi di sekolah ini."

Maya terdiam, mencoba memproses situasi yang semakin mencekam. "Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang? Jika kita terus menyelidiki, kita bisa berada dalam bahaya."

Alya menggigit bibirnya, berpikir keras. "Kita tidak bisa berhenti. Kita terlalu dalam untuk mundur sekarang. Kita harus menemukan bukti lebih kuat. Kita harus tahu siapa yang berada di balik semua ini, dan apa yang mereka rencanakan."

Mereka memutuskan untuk memulai penyelidikan mereka di ruang kesehatan. Tempat itu adalah titik awal dari semuanya, tempat di mana para siswa dipanggil untuk pemeriksaan yang disebut "rutin," dan kemudian jatuh sakit. Alya dan Maya yakin bahwa ada sesuatu yang tersembunyi di sana.

Saat jam istirahat tiba, mereka menyelinap keluar kelas dan menuju ruang kesehatan. Beruntung bagi mereka, ruangan itu sepi. Tidak ada satupun siswa atau guru di sana. Dengan cepat, Alya mengintip dari balik pintu, memastikan semuanya aman.

"Kau yakin ini ide yang bagus?" tanya Maya dengan gugup, melirik sekitar untuk memastikan tidak ada yang memperhatikan mereka.

"Percaya padaku. Jika kita ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, kita harus masuk," jawab Alya, memegang gagang pintu dengan erat.

Mereka masuk ke dalam ruang kesehatan yang sunyi. Suasana di dalam ruangan itu terasa aneh, seolah ada sesuatu yang tidak terlihat, tapi terasa mengintimidasi. Mereka mulai memeriksa setiap sudut, mencoba menemukan petunjuk. Alya membuka beberapa laci meja, tapi hanya menemukan alat kesehatan biasa—termometer, stetoskop, dan beberapa obat-obatan umum.

Namun, di sudut ruangan, Alya melihat sebuah pintu kecil yang sebelumnya tidak diperhatikannya. "Lihat ini," katanya kepada Maya, menunjuk ke pintu kecil itu.

Maya mendekat, tampak penasaran sekaligus khawatir. "Apa itu?"

Alya mendekati pintu tersebut dan mencoba membukanya. Ternyata tidak terkunci. Saat pintu terbuka, mereka menemukan sebuah tangga kecil yang mengarah ke ruang bawah tanah yang gelap. Ruangan itu sepertinya sudah lama tidak digunakan, dengan debu menumpuk di mana-mana.

Tanpa berkata apa-apa, Alya dan Maya saling pandang. Mereka tahu, apa pun yang mereka temukan di bawah sana bisa mengubah segalanya.

"Haruskah kita masuk?" tanya Maya dengan suara berbisik.

Alya mengangguk, meskipun rasa takut mulai merayap di hatinya. "Kita harus."

Dengan langkah hati-hati, mereka menuruni tangga tersebut. Semakin dalam mereka melangkah, semakin kuat perasaan mencekam yang menyelimuti mereka. Cahaya dari ponsel mereka satu-satunya sumber penerangan, menyinari dinding-dinding lembab dan dingin. Suara langkah kaki mereka terdengar bergaung, menciptakan suasana yang semakin suram.

Di dasar tangga, mereka menemukan sebuah ruangan kecil yang tampak seperti laboratorium. Ada meja panjang dengan berbagai alat-alat aneh di atasnya—mikroskop, tabung reaksi, dan beberapa cairan yang tidak dikenal. Di sudut lain, ada papan tulis besar yang dipenuhi dengan tulisan-tulisan ilmiah yang sulit dipahami.

"Apa-apaan ini?" bisik Maya, suaranya dipenuhi ketakutan.

Alya mendekati meja dan mulai memeriksa beberapa dokumen yang berserakan. Kebanyakan dari mereka berisi istilah medis yang sulit dimengerti, tapi ada satu laporan yang menarik perhatiannya. Laporan itu berjudul: "Subjek 12 dan Efek Infeksi Terhadap Fungsi Otak."

"Ini... ini eksperimen yang mereka bicarakan!" Alya berkata dengan napas terengah-engah. "Mereka menggunakan para siswa sebagai subjek!"

Maya tampak pucat, hampir tidak bisa berkata apa-apa. "Ini gila. Mereka benar-benar menggunakan kita seperti... kelinci percobaan."

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki dari atas tangga. Alya dan Maya saling berpandangan panik.

"Kita harus keluar dari sini, sekarang!" Alya berbisik tajam.

Tanpa berpikir panjang, mereka dengan cepat mematikan ponsel dan menyelinap ke balik salah satu rak besar di sudut ruangan. Mereka menahan napas saat suara langkah kaki semakin mendekat. Siapa pun itu, mereka tahu bahwa jika mereka ketahuan, tidak ada jalan keluar.

Seseorang turun tangga, bayangan mereka terlihat samar di kegelapan. Mereka mendengar suara pria berbicara dengan pelan, seolah-olah sedang memeriksa ruangan. Alya mencoba melihat lebih dekat dan mengenali sosok pria itu—Pak Ridwan.

Maya menahan napasnya, berusaha agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Alya bisa merasakan ketegangan yang melingkupi mereka berdua. Mereka tidak bisa tertangkap sekarang.

Pak Ridwan berjalan perlahan, matanya menyapu seluruh ruangan. Tapi setelah beberapa saat, dia tampaknya tidak menemukan apa-apa yang mencurigakan. Dengan langkah berat, dia naik kembali ke atas, meninggalkan ruangan yang suram itu.

Ketika suara langkah kaki Pak Ridwan menghilang di kejauhan, Alya dan Maya akhirnya bisa menghela napas lega. Mereka keluar dari persembunyian, tubuh mereka gemetar karena ketakutan.

"Kita harus keluar dari sini sebelum dia kembali," kata Alya dengan suara serak.

Mereka segera naik tangga dan kembali ke ruang kesehatan. Hati mereka masih berdegup kencang saat mereka berhasil keluar dari ruangan tanpa ketahuan. Ketika mereka sampai di luar, Alya tahu satu hal pasti—mereka telah menemukan sesuatu yang besar, tapi itu hanya permulaan. Kebenaran yang sesungguhnya masih tersembunyi di balik bayang-bayang.

Dan kini, mereka tidak hanya melawan sebuah wabah misterius. Mereka sedang melawan sesuatu yang jauh lebih gelap dan lebih berbahaya.


To be continued...

THE SILENT PLAGUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang