Menyusuri koridor sekolah yang sudah mulai ramai, aku berjalan sendirian tanpa ada Nata. Pagi ini pun aku berangkat sendirian tanpa di jemput Nata, karena sejak tadi dia tidak bisa di hubungi.
"Sarah."
Panggilan itu menghentikan langkahku, berbalik untuk melihat siapa yang memanggil dan ternyata temanku berdiri di sana.
"Sendirian?"
"Heem."
Jawabku seadanya, karena itu bukan pertanyaan yang harus di jawab. Ada mata untuk melihat, tapi kenapa mulut harus bertanya seakan tak tahu apa-apa?
"Judes banget."
"Iya Tania, aku sendirian." Jawabku lagi, dengan sabar.
Tania mensejajarkan langkahnya denganku, sekarang aku menyusuri koridor menuju kelas tidak lagi sendirian. Ada Tania, temanku sejak SMP dan beruntungnya dari kelas 10 kami selalu satu kelas. Lucunya lagi, kami juga teman sebangku dan sekarang pun sama. Karena jujur di sini aku tidak terlalu banyak memiliki teman.
Bukannya sombong atau apa, tapi hanya malas saja.
Sebelum jam mata pelajaran di mulai, aku kembali melihat ponsel, apakah ada balasan dari Nata atau tidak. Ternyata hasilnya nihil.
Dia kemana? Apakah nanti aku harus pergi ke kelasnya?
Menggelengkan kepala, aku kembali menaruh ponsel di bawah meja kemudian melihat kedepan karena guru mata pelajaran bahasa Inggris sudah ada di sana menyapa.
Selama mata pelajaran berlangsung, pikiranku hanya tertuju pada satu orang. Rasa khawatir, takut di tinggal sendiri, aku tidak mau merasakan sepi lagi. Tidak biasanya Nata seperti ini, dia bahkan tidak bisa mengabaikan pesanku lima menit saja kecuali kalau tertidur dan aku pun sama.
Tahu tidak rasanya menunggu balasan dari seseorang bahkan sampai pada tahap apa yang sedang kita lakukan saja jadi tidak tersusun, terkesan acak-acakan?
Setiap detik, setiap menitnya hanya melirik ponsel dengan harapan ada notifikasi dari seseorang yang di harapkan kehadirannya.
"Kenapa?" Tania berbisik kepadaku dan aku menjawab dengan gelengan.
"Notif dari siapa tuh?"
Seketika aku langsung melihat ponsel, berharap ada sesuatu tapi ternyata tidak ada apa-apa. Ku tatap Tania dengan galak, dan yang bersangkutan malah tertawa puas tanpa suara.
"Ciee." Usilnya
Enggan menanggapi lebih jauh, pandangan ku kembali fokus kedepan. Ternyata pikiran ku masih saja berkelana. Fokus pelajaran tidak ada, yang ada hanya rasa khawatir lebih mendominasi.
Nyeri di sekitar ulu hati sudah mulai terasa bahkan keringat dingin juga menghiasi sekitar keningku. Aku lupa kalau tadi belum sarapan. Biasanya sarapan di luar bersama Nata, tapi pagi ini berbeda cerita sehingga asam lambung ku kambuh.
Ku tarik napas dan menghembuskan nya perlahan. Mungkin dengan cara ini, rasa sakitnya bisa sedikit berkurang.
"Kenapa?"
Tania kembali berbisik. Aku hanya melirik, kemudian menggelengkan kepala perlahan. Fokus ku kembali ke depan, tepat ketika dimana guru bahasa Inggris sedang menulis di papan tulis.
"Males banget kalau sudah begini." Gumam Tania.
Aku tahu Tania sedang kesal dengan sikapku, tapi ini bukan yang pertama kali. Aku bisa berkali-kali menyebalkan di mata Tania, karena inilah aku. Sarah Syafira.
Bel pertanda istirahat akhirnya berbunyi. Tanpa menunggu ku yang masih membereskan peralatan tulis, Tania lebih dulu bangkit dari kursi keluar kelas. Ku angkat bahu acuh, kemudian kembali membereskan buku dan beberapa peralatan tulis, takutnya nanti hilang.
![](https://img.wattpad.com/cover/374229409-288-k953423.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Whitout You (SUDAH TERBIT DI TEORI KATA PUBLISHING)
Novela JuvenilBagi sebagian orang mungkin memang benar kalau sebaik-baiknya tempat pulang adalah rumah yang berisikan keluarga yang hangat. Sejauh apapun kedua kaki melangkah, pada akhirnya kita akan kembali ke rumah. Rumah yang harusnya menjadi tempat berkeluh k...