Khaluna hanya mampu menunduk saat Verlia menatapnya penuh intimidasi. Perempuan berwajah lembut namun berwatak keras itu kini tengah berusaha mengintrogasinya, pertanyaan demi pertanyaan pasti telah ia siapkan. Dan Khaluna hanya bertugas menjawab lalu mengangguk saat mulai diberi wejangan."Jatuh atau berantem?" tanya Verlia dengan kedua tangan terlipat dibawah dada.
Khaluna meneguk salivanya susah payah, kemarin ia pulang sangat terlambat dari yang ditetapkan. Untung saja Alastar langsung mengantarnya sampai rumah, tidak Khaluna bayangkan jika gadis itu harus ke rumah Gema terlebih dahulu.
"Jatuh Ma, Luna serius."
"Motor kamu mana kalo gitu? Jangan coba-coba bohong Luna, kamu Mama minta buat sekolah, belajar. Bukan buat jadi preman!"
Khaluna memilin ujung kaos yang di pakainya. "Kemarin Luna gak sanggup bawa motor pulang, kan kakinya sakit Ma. Makanya Luna titip aja di rumah Gema, kebetulan ada Alastar lewat, numpang sekalian." gadis itu berusaha menjelaskan agar kebohongannya terdengar meyakinkan.
Verlia berdecak dengan wajah ketara kesal. "Kamu itu emang sama aja kayak Papa kamu, bisanya cuma nyusahin!"
Khaluna mengigit bibir bagian dalamnya, ia tidak boleh marah saat disangkut pautkan dengan pria yang berstatus sebagai Papanya. Khaluna sangat hapal, setiap apapun masalahnya, pada akhirnya Verlia akan berkata begitu. Khaluna benci itu, apalagi jika mengingat tau siapa Papanya saja Khaluna tidak.
"Sekali lagi Mama liat atau denger kamu pulang kayak kemarin, Mama gak akan segan buat pindahin kamu ke asrama!"
"Maaf, Ma."
"Bukan cuma Maaf! PAKE OTAK KHALUNA! MIKIR!"
Khaluna mendongkak ke atas saat rambutnya ditarik ke belakang. Matanya tertutup rapat, ia tidak boleh menangis karena itu hanya akan membuat Verlia semakin gemas dan lebih parah menyiksanya.
"Gak tau diri! Masih untung saya besarin kamu," ujar Verlia sambil melepas tarikannya pada rambut Khaluna, setelahnya perempuan itu melangkah pergi meninggalkannya di ruang tamu seorang diri.
Khaluna menepuk bajunya yang sedikit kusut, mencoba terlihat biasa saja seakan kejadian barusan hanyalah detik jarum yang tak terdengar. Bibirnya mencoba mengukir senyuman tipis saat melihat Bi Maida seorang art dirumahnya mendekat.
"Non Luna makan ya, Bibi udah siapin." katanya.
Perempuan yang sudah bekerja dari sejak Khaluna kecil itu adalah orang pertama yang akan datang setelah Khaluna mendapat amukan dari Verlia, orang pertama yang selalu setia merentangkan tangannya, jikalau Khaluna butuh dekapan.
"Gak dulu Bi, Luna belum laper, Luna ke atas dulu ya." pamitnya mencoba kembali tersenyum, meyakinkan jika dirinya baik-baik saja.
Setibanya dikamar Khaluna hanya diam duduk disisi ranjang, sebenarnya ia ingin menemui Farka. Ingin tau kabar sepupunya itu, sekaligus ingin memberinya bogeman karena berani meninggalkannya kemarin.