--☆--
Diamond Hall, Jakarta
Aula Diamond milik Wira Group berisi meja panjang dengan kursi yang kini di isi oleh para pengusaha dan direktur. Kursi utama di tempati oleh pimpinan ke-20, Pedro bersiap-siap menyalakan cerutunya saat presentasi yang sudah di mulai dari 7 menit itu mulai membosankan dan tidak membuat semangat bisnis nya meningkat.
Seorang staff berbekal earpiece di telinganya menghampiri sang bos dan membisikkan sesuatu. Yang dibisiki mengangguk lalu berjalan keluar meninggalkan pertemuan tanpa pamit. 19 kursi menoleh, begitu pula perempuan yang masih berkutat dengan layar monitor nya kini menghentikan aksi berbicaranya.
"Silahkan lanjutkan kembali, saya akan menggantikan Pimpinan untuk sementara waktu." Wanita berparas muda yang sebenarnya sudah paruh baya masuk dan duduk di kursi utama.
"Maaf, tidak bisa Nyonya Dayana. Kami membutuhkan Pimpinan Wirasanu untuk memimpin pertemuan ini," ujar salah satu direktur, pikirnya sesi kerja sama tidak akan berjalan baik jika Pedro tidak menjadi fokus utama.
"Tidak masalah. Saya Wakil Pimpinan."
"Tetapi anda seorang perempuan," balas Direktur itu.
Dayana diam-diam terkesiap, mengangkat alis, cukup terkejut ternyata masih ada patriarki di pikiran orang yang terpelajar.
"Dan anda adalah seorang lelaki yang menghadiri pertemuan ini untuk meningkatkan perusahaan anda pada saya, seorang perempuan." Dayana membalas sembari membereskan beberapa kertas di meja. Direktur itu terdiam dan kembali duduk. Suasana pertemuan yang awalnya dingin kini tambah mencekam.
💮
"Resa? Wali kelas telepon Papa, kamu gak ikut ujian? Kamu kenapa nak? Tangannya sampai di perban begini?" Pedro menghujami pertanyaan pada Resa. Ia mengambil tangan kiri anak gadisnya. Perban membaluti telapak tangan sampai sikut dan sebuah plester kecil menempel di rahang.
Mendengar kekhawatiran Pedro, Binke segera mengkonfirmasi. "Mohon maaf Pak, saya lepas pengawasan sampai Resa terluka. Laura juga luka-luka dan tangannya patah karena di keroyok oleh beberapa oknum. Kini sudah dilarikan ke rumah sakit."
Pedro mendengarkan sembari merapikan rambut kusut Resa. "Papa khawatir Resa. Kamu absen dari ujian dan sekarang luka-luka begini."
"Kak Binke gak salah, Pa. Aku yang nekat nyusul setelah nelepon bodyguard yang lain. Atas inisiatif sendiri aku bantu Kak Binke kok." Resa memberi pembelaan.
Merasakan tangan Resa menggenggam erat tangannya, Pedro mengelus lembut, mencoba menenangkan. "Resa, kamu boleh tunggu di lobi nak? Papa mau bicara sama Binke."
"Papa please jangan salahin Kak Binke." Bukan permulaan. Pedro merasa Resa sangat dekat dengan Binke sejak awal anak itu hadir. Pedro terlampau bingung, tidak pernah sebuah moment terlihat jika Resa bercanda gurau dengan 5 saudarinya yang lain seperti yang gadis itu sering lakukan dengan Binke.
Bodyguard lain membawa Resa keluar setelah diberi isyarat oleh Pedro.
Kini, ruangan itu hanya tersisa Pedro dan Binke. Wanita itu sudah terlalu lama menunduk malu juga bersalah akan kelalaian nya. Pedro mengajaknya untuk duduk di sofa. "Tidak usah merasa bersalah, Binke."
"Saya hanya marah pada diri saya sendiri, Pak. Tidak bisa melindungi kedua anak Bapak."
"Resa berniat baik untuk menolongmu. Dan, kejadian yang menimpa Laura juga bukan salahmu. Sekarang, cari selidiki semua oknum yang terlibat bersama Jeffry dan tolong antar Resa untuk pulang dan istirahat, saya masih ada perlu untuk hadiri pertemuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Sisterhood | BABYMONSTER
FanfictionLaura tidak pernah menyangka bahwa kehidupannya yang berada di bawah kemiskinan dan kriminalitas kini bisa menaiki tangga kemewahan berkat bantuan ayah kandung nya. Tapi dia tidak bisa langsung senang merayakan pundi-pundi harta yang kini mengelilin...