20. Buku Diary Kalingga

23 10 11
                                    

"Aku sudah membenci mereka dengan alasan gak berdasar."

#Kania

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


#Kania

Aku sedang mengupas apel di samping brangkar Raga. Sementara dirinya sedang duduk bersandar di atas brangkarnya. Sudah dua hari ini dia dirawat akibat luka tusukan diperutnya. Untungnya dia segera sadar usai operasi berhasil dilakukan.

''Akh!'' Pekikku saat tak terasa aku mengupas kulit tanganku sendiri. Aku melamun.

''Astaga, Ka. Hati-hati.'' Buru-buru Raga meraih tanganku yang tersayat lalu mengisap darah yang keluar darinya.

Aku menghela napas. Raga masih saja perhatian disaat kondisi dia masih sakit. Padahal aku yang sudah membuatnya terluka seperti ini. Dia tak memarahiku sama sekali atas apa yang menimpanya. Tangannya bahkan masih diinfus. Aku buru-buru menarik tanganku dan hendak beranjak keluar. Namun, Raga menahan dan menarikku hingga aku terjatuh ke atas brangkarnya. Tiba-tiba Raga memelukku dan menyandarkan kepalanya di bahuku. Aku seketika membeku.

''Gue bersyukur lo gak kenapa-kenapa,'' ucapnya.

PRANK!

Kami berdua terkejut. Raga melepas pelukkannya lalu kami menoleh ke arah pintu. Lucas membeku di sana setelah ia menjatuhkan ponselnya.

''Sorry gue ganggu,'' ucapnya. Ia segera mengambil ponselnya yang terjatuh dan keluar begitu saja.

Raga tertawa gemas.

''Akh!'' Jeritnya pelan kemudian sambil memegangi perutnya.

''Ga, perut lo.'' Aku khawatir dan memeriksanya.

''Gak papa. Gak papa,'' ucapnya segera.

Aku menatapnya dengan sedih dan perasaan bersalah. ''Maafin gue. Seharusnya gue dengerin saran lo.''

Raga malah membalasnya dengan tersenyum. ''Kalau gue jadi lo, gue pasti gak bisa tahan dan akan melakukan hal yang sama.''

''Tapi tetep aja--'' Jari telunjuknya membungkam mulutku.

''Please, berhenti nyalahin diri lo sendiri. Gue gak suka.''

Aku menunduk malu.

''Kalau lo masih merasa bersalah, mending lo ajak gue keluar dari sini. Sumpek gue.'' Aku mengangguk dan lekas mengambil kursi roda, membantunya duduk di sana lalu membawanya keluar dari kamarnya untuk mencari udara segar.

Aku membantunya mendorong kursi roda menyusuri koridor rumah sakit. Gak banyak yang kami bicarakan sepanjang jalan. Aku kebanyakan melamun memikirkan ini dan itu sampai netraku menangkap seseorang di depan sana. Aku menghentikan kursi roda Raga, menyipitkan mata untuk memastikan kalau siapa yang kulihat adalah orang yang aku kenal.

Laki-laki itu memakai seragam pasien dan duduk sambil menulis di kursi koridor. Aku masih memperhatikannya. Jarak kami tidak terlalu dekat, tidak juga terlalu jauh.

Kemana Aku Harus Pulang? ✔️ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang