One

32 1 1
                                    

.

.

.

"Mbak, ini paketnya ditaruh dimana?" suara keras dari jarak beberapa meter dibelakangnya terdengar menggelegar, membuat perempuan dengan ikatan layaknya ekor kuda itu menoleh dengan wajah heran.

"Di depan pintu aja, mbak As." sautnya lalu berlari pergi dengan cepat menuju ke arah bapak-bapak berjaket hijau yang menjadi penolongnya untuk hari ini.

"Pak jalan." tangannya menepuk bahu tukang ojek itu lalu tersenyum senang saat melambai ke arah mbak Asri yang tampak melepasnya pergi dengan muka merengut karena wanita itu harus naik ke lantai dua untuk meletakkan paketnya.

Jangan tanya apa yang terjadi dengannya hari ini. Seperti biasa pria dengan sejuta keinginan memanggilnya untuk panggilan 'darurat' yang membuat dirinya harus mandi secepat kilat dan asal mengambil baju untuk hari ini. Pria dengan umur matang dan wajah rupawan itu sepertinya tidak kenal waktu dalam memanggil dirinya dan memberi segala ultimatum tidak masuk akal. Ariadna sepertinya perlu ke dukun untuk menanyakan mantra apa saja yang bisa membuat orang terkena karma.

Selama sepuluh tahun hanya satu doa yang dia panjatkan dengan sangat tulus, yaitu TUHAN TOLONG AGAR HARIMAU ITU CEPAT MENIKAH.

Lucu ya. Sangat lucu karena dengan melajangnya bos tampannya, tentu dia memiliki tugas tambahan lainnya.

"Ariadna, you're late."

Otomatis gerakan langkah kakinya berhenti dengan mendadak, membuat semua barang-barang ditangannya berjatuhan bersamaan dengan tumbler pink legend-nya.

Oh, shit.

Hidupnya sepertinya sangat sial setelah tanggal merah kemarin. Mungkin kemarin dia terlalu bahagia pergi karoke bersama teman-teman kuliahnya dan terlalu banyak tertawa. Mitosnya kan tidak boleh terlalu bahagia karena keesokan harinya pasti harimu akan menjadi shibal sekiya.

"Dan juga ceroboh." suara pria dengan rahang tegas itu kembali terdengar.

"Maaf pak." Ariadna melangkah dengan pasti ke arah pria itu setelah selesai dengan barang-barangnya dan mengambil alih pekerjaan untuk mengikat dasi dengan corak merah bergaris putih tersebut. Membuat senyuman seindah dan secantik mungkin agar dia tidak ikut terditraksi dengan aura kelam dari jelmaan ular dihadapannya.

"Mungkin untuk kedepannya bapak melihat jam dengan lebih baik."

Alis tebal layaknya lukisan itu naik sedikit membentuk garis miring. "Ada apa?"

Kan kan.

Dia sudah menebak jawaban si lebah satu ini.

"Begini bapak. Saya sebagai manusia juga butuh waktu untuk berbenah dan sarapan pagi," tangan kanannya menunjuk ke arah jam berharga jutaan yang tergantung di dinding. "Di jam segini seharusnya kita semua di dunia ini masih menikmati sarapan pagi dengan segelas susu hangat."

Bersamaan dengan tangannya yang siap merapikan letak dasi yang dia simpul dengan sempurna, senyumnya mengembang lalu menepuk pelan sisi kanan dan kiri bahu pria lebah di depannya. "Begitu juga bapak, segelas kopi hangat dan sepiring nasi goreng."

"Hm."

Deheman pria itu membuatnya melirik dengan geli. Sepertinya ucapannya tadi membuat sisi kemanusian pria itu timbul.

Dirinya harus segera bersiap untuk menyiapkan pekerjaan terakhirnya untuk sesi pagi ini. Menyiapkan sarapan.

Ingatkan dirinya untuk tidak memasukkan sianida ke dalam makanan pria kumbang itu. Soalnya dia benar-benar ngantuk untuk saat ini, semoga saja dunia tidak berjalan slow motion untuk hari ini. Semoga malam cepat tiba.

Suddenly I Fall to YouWhere stories live. Discover now