Kenyataan Pahit atau Manis?

2 0 0
                                    

Pagi ini matahari bersinar cukup terik.

"Wah panas sekali hari ini." ujar Felicia sembari melihat keluar jendela rumahnya. Ia pun mulai berjalan mengambil kunci mobilnya.

Mobil yang Felicia gunakan masih mobil pemberian ayahnya di hari ulang tahunnya yang ke-17. Kenangan pahit satu hari, tidak akan mengapus kenangan manis yang ayahnya berikan sejak Felicia lahir hingga usianya 17 tahun. Rasa sakit hati dan kecewa kepada ayahnya, semakin lama semakin memudar. Semakin lama ia mulai mengikhlaskan apa yang terjadi, dan tidak ingin terlalu membenci ayahnya. Bagaimana pun ayahnya tetap sudah berusaha menjadi ayah yang baik untuknya.

Felicia berjalan keluar dari pintu rumahnya, dan menuju ke parkiran. Mobilnya ia rawat dengan sangat baik, sehingga modelnya masih tidak kalah dengan mobil keluaran terbaru tahun ini.

***

Sesampainya di kantor, Felicia selalu menyapa rekan kerja yang berpapasan dengannya, pegawai lain pun tidak pernah sungkan untuk menyapa Felicia, karena sifat ramahnya masih sangat mendarah daging.

Di meja kerja Felicia ada beberapa buket bunga, dengan tulisan bela sungkawa untuk ibunya. Buket-buket tersebut dikirimkan para sahabatnya yang kemarin tidak bisa menemani Felicia untuk pergi ke makam ibunya.

"Heey makasih untuk buket bunganyaaa, nanti aku sampaikan ke ibuku (love)" tulis Felicia di sebuah Whatsapp group yang berisikan Felicia, Diana, Laila dan Geovani.

Saat Felicia hendak pergi ke toilet, ia melihat seorang wanita di meja kerja Rian. Wanita yang tidak asing baginya. Tapi ia hanya menyernyitkan dahi lalu terus menuju ke toilet, karena ia tidak begitu ingat siapa wanita itu.

"Ibu duduk dulu di sini yaa, sama adik. Kerjaan Rian sebentar  lagi selesai. " ujar Rian pada wanita itu dan anak kecil berusia 9 tahun.

"Ibu mau ke toilet dulu, Rian. Disebelah mana ya?" tanya wanita itu.

"Oh, itu ada di sebelah sana. Ayo Rian antar." Rian mengantar wanita itu ke toilet. Wanita itu pun masuk ke toilet dan Rian kembali ke meja kerjanya.

Saat masuk ke toilet wanita itu bertemu dengan Felicia, dan cukup terkejut melihat Felicia. Felicia yang melihat reaksi wanita itu mulai bertanya.

"Apa kita pernah bertemu?" tanya Felicia dengan sopan.

"Oh? Mmm, sepertinya kamu lupa dengan ku ya? Tapi syukurlah kamu hidup dengan baik." jawab wanita itu.

Felicia mulai berpikir, dimana ia melihat wanita ini. Lalu, ia teringat kejadian di ulang tahun ke-17-nya. Sekarang ia tau kenapa ia merasa familiar dengan wajah wanita itu.

"Oh maaf aku baru ingat, kamu wanita itu kan?" tanya Felicia dengan tangan yang mulai bergetar. Ketika ia mulai sudah melupakan semuanya, malah datang seseorang yang membuka kembali luka yang sudah ia coba untuk sembuhkan.

Wanita itu tersenyum, tapi juga menangis. Ia memeluk Felicia dengan erat.

"Maaf, aku sudah membuatmu kehilangan ayahmu. Tapi berkat ayahmu, aku bisa hidup dan membesarkan kedua anakku."

Felicia hanya terdiam, mencoba mencerna semua ucapan wanita itu.

Wanita itu melepaskan pelukannya.

"Sebenarnya, aku ini adik tiri dari ayahmu. Kami berpisah ketika usiaku 15 tahun, karena kedua orang tua kami bercerai. Ayahmu ikut ibu, dan aku ikut ayahku." ucap wanita itu.

Tiba-tiba Felicia teringat kalau ayahnya pernah bilang kalau ia memiliki adik perempuan. Tapi, karena Felicia tidak pernah bertemu dengannya ia pun lupa akan hal itu. Mendengar hal itu, ada sedikit perasaan lega dihati Felicia.

"Sembilan tahun lalu, aku baru cerai dari suamiku, dan baru mengetahui kalau ternyata aku hamil ketika proses perceraian selesai, karena aku terbiasa terlambat datang bulan. Saat itu aku sangat bingung, aku tidak mungkin menghubungi mantan suamiku, karena dia sering memukulku dan anakku. Aku tidak mau kembali bersamanya. Lalu, yang aku ingat hanya ayahmu yang merupakan kakakku." lanjut wanita itu.

Felicia masih terdiam.

"Karena kandunganku sangat lemah, kami harus pergi ke luar negeri saat itu. Kondisiku sangat lemah, aku bahkan tidak sanggup untuk beranjak dari tempat tidur. Aku butuh seseorang disisiku, jadi aku memaksa ayahmu untuk tetap bersamaku. Aku tahu aku jahat, tapi aku tidak bisa menyerah begitu saja pada hidupku demi anak-anakku.

Karena pikiranku yang sangat kalut saat itu, aku pun meminta ayahmu untuk menceraikan ibumu dan terus bersamaku. Lalu, karena ayahmu memiliki persaaan bersalah padaku sebab ia tidak pernah menanyakan kabarku lagi dan tidak pernah ada untukku lagi saat kami berpisah, padahal ayahmu pun tahu hidupku benar-benar hancur ketika orang tua kita bercerai. Jadi karena melihat kondisiku yang sangat darurat ditambah rasa bersalah itu ayahmu pun mungkin tidak berpikir panjang dan langsung menyetujui permintaanku." lanjut wanita itu.

Felicia masih terdiam, dan mencoba memahami semua ucapan dari wanita itu. Ia bingung harus merasa lega? sedih? atau justru marah lagi kepada ayahnya. 

"Maaf aku malah menjelaskan hal yang bahkan tidak kamu minta. Tapi, aku hanya ingin membertahu, kalau ayahmu itu orang yang sangat baik. Tolong jangan terlalu membencinya, jika harus ada orang yang kamu salahkan, orang itu seharusnya aku. Biarkan ayahmu tenang di alam sana." lanjut wanita itu lagi.

"Di alam sana?" tanya Felicia dengan bibir gemetar.

Wanita itu menganggukkan kepala. Air mata Felica langsung mengalir ketika melihat anggukkan dari wanita itu.

"Ayahmu meninggal dua tahun lalu, tepat pada hari ulang tahunmu." ujar wanita itu.

Felicia menangis semakin keras. Wanita itu langsung memeluk Felicia dan ikut menangis bersamanya.

"Sepertinya ayahmu pun cukup menderita karena harus berpisah denganmu dan ibumu. Setelah kondisiku membaik dan anak keduaku sudah lahir, ayahmu mulai sering sakit-sakitan. Aku menanyakan kontakmu atau ibumu padanya, tapi dia tidak mau memberikannya jadi aku tidak bisa memberi kabar apapun pada kalian. Maafkan aku.." jelas wanita itu.

Felicia dan wanita itu keluar dari toilet dengan mata sembab, hingga membuat Rian bertanya-tanya.

"Ibu menangis?" tanya Rian.

Felicia cukup terkejut melihat Rian memanggil wanita itu ibu, lalu ia pun melihat ada seorang anak kecil di meja kerja Rian.

"Ah anak ituu." Felicia tersenyum melihat anak itu tumbuh dengan sehat.

Felicia meninggalkan wanita itu bersama Rian, dan masuk kembali ke ruangannya. Elang yang melihat mata Felicia sembab, berpura-pura tidak melihatnya dan membiarkan Felicia untuk memiliki waktunya sendiri terlebih dulu.

***

Ketika jam kerja sudah selesai, Felicia menyiapkan barang-barangnya bersiap untuk pulang.

"Mau makan di luar?" tanya Elang.

"Eh? Mmm aku sudah ada janji hari ini. Mungkin lain kali, aku duluan yaa." jawab Felicia sembari menginggalkan ruangan.

Wanita itu, Rian dan anak kecil yang bersamanya sudah mengunggu Felicia untuk makan malam bersama.

Sesampainya di tempat makan, wanita itu mulai menceritakan semuanya ke Rian. Felicia tidak membenci wanita itu, Rian, maupun anak kecil yang sedang bersamanya sekarang. Bagi Felicia semuanya adalah masa lalu, yang ia cukup tahu adalah ayahnya tetap menjadi ayah terbaik untuknya.

"Hah?! Jadi aku dan Felicia saudara?!" tanya Rian.

"Iyaa" jawab wanita itu.

"Yaaah, padahal Felicia ini wanita incaranku bu." ujar Rian. Felicia dan wanita itu hanya tertawa.

Felicia melihat sekeliling, melihat kehangatan yang diberikan oleh wanita itu kepada kedua anaknya. Ada perasaan rindu yang Felicia rasakan, hingga ia tidak sadar ia pun membayangkan dan merasa ibu dan ayahnya ada di sini bersamanya dan tertawa bersama.

"Sepertinya aku mengerti kenapa ayah tidak menjelaskan padaku saat itu, karena jika ia menjelaskan padaku saat itu, aku mungkin akan sangat membenci wanita ini dan hidup dalam kebencian. Dimana semua orang pun tahu, hidup dengan membenci seseorang itu hal yang melelahkan." batin Felicia.

***

Bersambung~


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

This is My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang