.
.
.SEUSAI meletakkan secangkir kopi hangat pada Givano; teman masa kecilnya, Kirana pun kembali duduk di tempatnya. Dia menatap pria itu yang kini mengambil kopi tersebut dan meminumnya. Semua pergerakan dari Givano pun tak pernah sekalipun luput dari pandangan Kirana. Kirana tersenyum tipis di posisinya.
"Kenapa kau tersenyum?" Tanya Givano setelah puas menikmati secangkir kopi di tangannya. Dan jujur saja, dia merasa sedikit salah tingkah karena tatapan wanita itu.
Kirana masih mempertahankan senyumnya. Dia menggeleng pelan, lantas terkekeh singkat.
"Aku teringat masa-masa kecil kita dulu, Givano." Kirana berujar pelan. Menatap Givano.
"Aku ingat, kita berdua dulu seringkali bermain di sawah. Menaikki kerbau yang sedang membajak sawah dan saling berlomba agar sampai ke pinggiran sawah. Lalu kau terjatuh karena hilang keseimbangan dan berakhir tubuhmu di penuhi lumpur..." Kirana tertawa seusai mengatakan hal tersebut. Givano menerbitkan senyumnya.
"Itu masa-masa yang sangat menyenangkan bukan?" Givano mengangguk. Ikut tertawa.
"Kau benar." Balas Givano. "Dan jujur saja, aku merindukan masa-masa itu..."
"Masa-masa di mana kita saling bermain bersama, tertawa bersama, pun juga menangis bersama." Kirana kembali tersenyum. Ya. Dia juga merasa kan hal yang sama seperti pria itu.
Andai saja waktu bisa di ulang, Kirana ingin mengulang waktu di saat dirinya masih kecil. Masa di mana dirinya belum mengenal yang namanya kesedihan. Hanya kebahagiaan yang selalu dirinya rasa kan saat itu.
Ya. Hanya kebahagiaan.
"Dan kedatanganku kemari karena ingin bertemu dengan teman masa kecilku yang ternyata semakin dewasa semakin terlihat cantik. Kirana Veustasia."
"Aku merindukanmu, kau tahu? Sangat merindukan temanku yang cantik ini!"
Kirana lagi-lagi tertawa ketika mendengar perkataan Givano yang tengah memujinya. Dia menggeleng kan kepalanya untuk sesaat, menatap Givano dengan mata yang menyipit; karena tertawa.
"Kau ini sedari kecil pintar sekali ya mengucapkan kata-kata yang manis dari mulutmu." Ujar Kirana. Memberikan sedikit ledekan dari gaya bicaranya. Givano tertawa. Suasana di sekitar mereka terasa sangat hangat.
"Setelah 17 tahun berlalu, dari sejak kau bilang kepadaku bahwa kau akan ikut pergi dengan kedua orang tuamu ke luar negeri... Kau baru bilang sekarang bahwa kau merindukanku?" Kirana berpura-pura memasang raut wajah kesal. Tak lupa dengan matanya yang memicing tajam; yang pastinya hanya kepura-puraan.
"Selama ini kau ke mana saja, huh?!" Lanjutnya sinis. Dan Givano malah tertawa atas perkataan Kirana.
"Sepertinya selama ini kau mengharapkan kata rindu dariku ya?" Givano berujar dengan nada mengejek; menaikkan salah satu alisnya. Kirana melebarkan kedua bola matanya ketika mendengar hal tersebut. Lantas setelahnya dia langsung memukul bahu pria itu dengan sedikit keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
After That Night
ChickLit[ Lalisa Manoban x Winwin x Hyungwon ] Setelah Raygan mengucapkan kata yang menyesakkan batinnya malam itu, Kirana memutuskan untuk pergi menjauh. Tidak sendiri, melainkan bersama anak yang tengah dirinya kandung... ••• - Cerita ini lanjutan dari...