CH-1

176 16 4
                                    


Langkah kaki tertatih itu terus berjalan dengan tangan yang setia bertumpu pada dinding. Sesekali berhenti saat tungkainya sudah lelah. Pakaian yang dikenakan bahkan sudah basah di bagian bawah.

"Uuuuh.." lenguhan itu terdengar seiring dengan tubuhnya yang meluruh ke lantai. Tungkainya sudah benar-benar tak kuat lagi untuk berdiri lebih lama. Ia pukul lantai dengan gerakan yang tak seberapa. Sebagai pelampiasan.

Ia ingin pergi ke kamar sang kakak,namun jaraknya masih jauh. Maka,dengan segala keyakinan ia mencoba kembali berdiri masih dengan bertumpu pada dinding.

Brukkk

Namun, lagi-lagi dirinya terjatuh. Pantatnya terasa sakit, tapi kakinya lebih sakit sekarang. Kaki tanpa alas itu sudah penuh dengan air. Volume air yang keluar kini bertambah kembali.

"Hiks...hiks" saat merasa ia tak akan mampu untuk berdiri,ia malah terisak.

Sebuah langkah kaki terdengar mendekat. Dan tak lama muncul seorang laki-laki datang menghampiri masih dengan seragam yang melekat di tubuhnya.

"Kenapa Nana nangis?" Laki-laki tersebut berjongkok di hadapan sang adik yang masih menangis.

Sang adik yang mendengar suara sang kakak, mendongakkan kepalanya dan kembali menambah volume tangisannya.

Sang kakak - Jonathan tentu saja bingung dengan tingkah sang adik. Kenapa tiba-tiba adiknya ada disini?

"Baaaa....." Hanya kata itu yang dapat dirinya keluarkan. Ia beralih merentangkan tangan kepada sang kakak. Sang kakak dengan segera menyambut uluran tangan sang adik. Namun, saat dirinya hendak menggendong sang adik, ia merasa jika pantat sang adik basah.

Dengan perlahan ia balik tubuh sang adik untuk membelakanginya. Dan ternyata benar, sang adik mengompol di celana. Ia balik tubuh sang adik untuk menghadap dirinya kembali. Apakah karena ini adiknya menangis?

"Kenapa Nana mengompol? Kenapa tidak bilang mama?" Terlihat jelas lantai sudah basah akan air yang berasal dari adiknya.

Sang adik terlihat menyergitkan dahi mendengar pernyataan sang kakak. Namun, tak lama jawaban yang tidak begitu jelas pelafalannya kembali terdengar.

"Gii maa..." Anak itu kembali menangis saat mengingat sang mama.

Jonathan menghela napas sebelum kembali memasang senyuman. Mungkin mamanya pergi karena terburu-buru makanya lupa pada sang adik. Ia gendong sang adik ala koala tanpa perduli pada seragamnya yang terkena air seni sang adik. Ia membawa sang adik ke dalam kamarnya sendiri.

"Abang mandikan Nana ya?" Mendengar kata mandi, sang adik malah menggeleng.

"Kan Nana sudah basah ini. Bahkan basahnya sudah sampai ke baju." Jonathan terus membawa langkahnya menuju kamar mandi. Ia mendudukkan sang adik atas kloset. Ia buka pakaian sang adik dengan perlahan meskipun mendapat gelangan dari sang adik.

Ia dudukkan sang adik di dalam bath up. Tak lupa menggosok tubuh sang adik dengan busa yang sudah diberi sabun.

Tak membutuhkan lama, Jonathan selesai memandikan sang adik. Dengan segera ia bawa sang adik keluar dari dalam bath up. Ia ambil yang tersedia di dalam kamar mandinya.

Ia tuntun sang adik untuk berjalan dengan perlahan. Jonathan bukan tak ingin menggendong sang adik, namun adiknya harus di biasakan berjalan meskipun membutuhkan waktu yang lama.

"Bang, Nana mana?!" Sebuah teriakan terdengar dari luar kamar Jonathan.

Jonathan yang mendengar teriakan itu hanya mampu menghela napas. Kenapa harus berteriak jika berada di dalam rumah? Memang adiknya itu memiliki kebiasaan yang sangat buruk.

NARESH AND IMPERFECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang