CH-2

68 8 1
                                    


Pagi ini Nana sangat rewel. Bahkan setelah bangun dari tidurnya ia selalu menempel pada sang papa - Nicholas. Sudah dibujuk oleh anggota keluarga yang lain, namun Nana tetap tidak mau. Justru Nana selalu menangis saat mama mencoba mengambil alih dirinya dari gendongan papa.

Kedua kakaknya sudah pergi berangkat sekolah dan hanya tersisa dirinya dan sang papa. Mama sedang di dapur untuk membuat sarapan untuk Nana yang harus dihaluskan terlebih dahulu.

Sebenarnya Nicholas sudah merasa lelah karena semalam ia pulang saat semua orang sudah tidur. Tapi tidak mungkin dirinya membiarkan sang anak menangis hanya karena dirinya tidak mau bersama sang anak.

"Sudah ya nangisnya, nanti Nana sesak." Nicholas mendudukkan dirinya di sofa yang ada di balkon kamarnya.

"Pa-pa dili." Nana langsung protes saat Nicholas duduk di sofa. Ia ingin Nicholas berdiri sambil menggendongnya.

Nicholas menghela nafas berat sebelum memilih berdiri. Ia bukan merasa berat saat menggendong sang anak, tapi dirinya memang sudah lelah dan butuh tidur. Tapi, pagi-pagi buta Nana sudah menangis meminta untuk bersama dirinya.

"Nana tidur lagi ya. Nanti kita jalan-jalan kalau Nana sudah bangun." Terlihat Nana mengangguk saat mendengar ucapan sang ayah. Nicholas mengubah posisi menggendong Nana menjadi menyamping. Ia ayunkan Nana di dalam gendongannya seperti menggendong bayi. Perlahan mata Nana terpejam saat sang ayah menggendongnya dengan demikian.

Nicholas menghela nafas lega setelah Nana memejamkan mata. Akhirnya ia juga bisa untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda. Nicholas melangkahkan kakinya menuju ranjang miliknya dan meletakkan Nana dengan hati-hati agar Nana tidak terbangun. Tak lupa juga Nicholas membubuhkan kecupan di dahi sang anak. Nicholas membaringkan dirinya di samping sang anak guna menyambung tidurnya. Tak lupa sebelum berbaring ia sumpalkan pacifier ke dalam mulut sang anak. Ia sungguh masih merasa mengantuk saat ini.

Yura masuk ke dalam kamar dengan tangan membawa nampan dengan makanan diatasnya. Itu adalah sarapan untuk Nana dan juga susu khusus milik Nana. Namun, saat masuk ia malah melihat sang anak yang kembali tertidur dengan Nicholas disampingnya yang juga tertidur.

Ia memilih untuk meletakkan nampan diatas meja dan berjalan menuju pojok kamar dimana keperluan Nana terletak. Yura memilih untuk menyuntikkan saja makanan Nana lewat selang yang ada di perutnya. Kasihan juga jika harus dibangunkan. Untuk Nicholas, biar nanti saja dia makan. Yang penting saat ini adalah Nana. Setelah dapat alat yang dibutuhkan, Yura kembali mendekat ke ranjang dimana Nana tidur.

Dengan perlahan ia singkap baju sang anak yang langsung memperlihatkan selang yang ada diperutnya. Rasanya Yura ingin menangis jika harus melakukan hal ini. Ia merasa takdir tidak adil terhadap anaknya.

Memilih untuk melanjutkan pekerjaannya, Yura mengisi suntikan dengan makanan yang sudah dihaluskan untuk Nana. Dengan perlahan makanan itu mengalir dan masuk ke dalam perut kecil Nana. Selesai dengan makanan, Yura lanjut dengan susu khusus untuk Nana.

Setelah selesai, Yura membangunkan Nicholas untuk makan. Dengan perlahan ia guncangkan bahu suaminya.

"Mas, bangun dulu. Kamu belum makan kan?" Dengan sabar Yura menunggu Nicholas untuk bangun. Namun, respon yang diberikan oleh Nicholas hanya berupa gumaman.

"Emmh...nanti saja ya sayang. Aku masih ngantuk."

Yura memutar mata jengah melihat kelakuan suaminya. Tanpa membalas gumaman Nicholas, Yura memilih berjalan keluar dari kamar. Ia harus membersihkan rumah.

••••

Sore hari memang adalah waktu yang paling tepat untuk menikmati senja. Dimana kita bisa melihat matahari yang akan tenggelam. Disaat seperti itu akan sangat menyenangkan jika menikmati pemandangan dengan minum teh beserta dengan camilan. Seperti yang dilakukan oleh keluarga Arendra saat ini.

Si bungsu alias Nana sedang duduk sambil dipangku oleh sang kakak sulung sambil bermain Lego dengan sang kakak kedua,Hisyam. Sedangkan kedua orang tuanya sedang bermesraan di kursi pojok tanpa merasa sungkan dengan anak-anaknya.

"U-ussaah..." Tiba-tiba saja Nana berceletuk di tengah-tengah acara bermain Lego. Hisyam yang awalnya sibuk bermain Lego langsung mendongak saat mendengar gumaman sang adik,begitupun dengan Jonathan.

"Mana yang susah?" Jonathan bertanya setelah paham apa yang dimaksud oleh sang adik.

Mendengar pertanyaan dari Jonathan, Nana langsung saja menyerahkan Lego yang menurutnya sulit untuk di pasang. "Ini ussaah.." Tangannya menunjuk potongan Lego yang kini berada di tangan Jonathan.

Hisyam memilih sibuk kembali dengan potongan lego setelah melihat kakaknya yang mengambil alih bagian dari sibungsu. Ia harus cepat menyelesaikan susunan lego sebelum matahari tenggelam.

"Biar Abang yang susun ya, Nana lihat saja." Kini gantian Jonathan yang merakit Lego bersama Hisyam dengan Nana yang hanya diam memperhatikan.

Namun, tanpa sengaja pandanganya  jatuh pada kedua orang tuanya yang sedang bermesraan. Ia ingin duduk di dekat papa saja daripada hanya memperhatikan kedua kakaknya yang bermain lego.

Maka, dengan pelafalan yang tidak jelas ia memanggil sang ayah. "Paaa paa..." Tangganya bahkan melambai-lambai kecil agar orangtuanya sadar akan panggilan dari dirinya.

Jonathan dan Hisyam memperhatikan bagaiman sang adik yang berusaha untuk memanggil sang ayah. Begitu pula dengan Nicholas dan Yura, keduanya juga sadar akan panggilan dari sang anak namun memilih untuk diam dan menanti panggilan selanjutnya dari sang anak. Mereka suka saat suara meskipun dengan pelafalan yang tidak jelas itu terdengar. Bagi keluarga Arendra, mendengarkan suara Nana itu adalah sebuah anugrah yang patut disyukuri.

"Paaaaa......" Kini, bukan panggilan saja yang terdengar,melainkan berganti menjadi sebuah rengekan yang sangat menyenangkan untuk didengar.

Nicholas yang merasa gemas langsung saja menghampiri sang anak yang masih berada di pangkuan sang anak sulung. Ia ambil alih si bungsu dan langsung mengecupi seluruh permukaan wajahnya sebelum membawanya kedalam gendongan untuk menuju Yura yang tersenyum bahagia.

Jonathan dan Hisyam juga tersenyum melihat interaksi antara ayah dan adik mereka. Keduanya sama sekali tidak pernah merasa iri ataupun cemburu terhadap perhatian yang orangtuanya berikan kepada sang adik. Mereka malah bersyukur karena sang adik begitu disayangi oleh kedua orang tua mereka.

"Seneng ya bang ngelihat Nana disayang gitu sama orang tua kita. Diluar sana tuh banyak anak berkebutuhan khusus yang enggak diterima sama orangtuanya. Tapi Nana, dia bahkan disayangi dengan sepenuh hati sama orang tua kita."
Hisyam berbicara tanpa mengalihkan tatapannya dari kedua orangtuanya yang sedang menggelitik tubuh sang adik yang kini tertawa.

Jonathan mengiyakan dalam hati ucapan adiknya. Memang benar, diluar sana masih banyak anak berkebutuhan khusus yang tidak diterima oleh orang tuanya bahkan dibuang ke panti asuhan. Tapi orang tuanya beda, bahkan ibunya sudah tidak ingin punya anak karena tidak ingin kasih sayangnya terbagi untuk anaknya yang lain.  Padahal orangtuanya dulu sangat menginginkan anak perempuan,namun tuhan belum memberi kesempatan untuk merawat anak perempuan.

Dulu orangtuanya juga bercerita bahwa kelahiran Nana itu adalah hal yang paling dinantikan. Ternyata memang benar, saat lahir Nana dilimpahi kasih sayang oleh keluarga Arendra.

Ah, Jonathan sangat bersyukur atas kasih sayang yang ada di keluarganya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NARESH AND IMPERFECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang