Score

3.7K 291 52
                                    

Happy reading~

Kelas Sains One. Pulang sekolah.

Temari memelototi dua lembar kertas di genggamannya lebar-lebar, menatap benda putih tipis itu berapi-api seakan tatapannya mampu membakar kertas itu.

Shikamaru menatapnya datar. Pemuda itu menguap sekilas sebelum nyeletuk, "Berapa lamapun kau menatapnya, kertas itu tidak akan berubah."

Yang dibalas tatapan tajam dari si kuncir empat.

Seram sekali.

Shikamaru ciut mendadak. Dia menggeleng-geleng pasrah kemudian menelungkupkan kepalanya di permukaan meja, melanjutkan hobi beratnya, tidur.

Temari menghela napas keras-keras dan kembali menatap tajam dua kertas itu. Tertulis jelas disana.

100 dan 78.

Jelas pemilik nilai sempurna itu bukan dia. Siapa lagi kalau bukan seonggok nanas disebelahnya?

Kimia memang bukan keahlian Temari. Dan ia tidak pernah mempermasalahkan hal itu selama ini karena nilai-nilainya yang lain sudah cukup untuk menutup nilai bobroknya ini. Tapi kali ini situasinya berbeda. Shikamaru telah menyalip beberapa nilainya, dan sekarang jauh melampauinya dalam pelajaran kimia. Dan itu buruk.

Sangat buruk.

Temari mengacak rambutnya frustasi. Berulang kali ia menendang kaki mejanya kesal. (Berdoa saja semoga meja itu tidak buntung sebelah besok.)

Tidak ada yang heran dengan kelakuan gadis itu. Semua sudah tau alasannya. Dari sepuluh kali ulangan, hanya dua mata pelajaran yang nilainya melampaui Shikamaru. Dan itu sudah membuat Temari pusing sepuluh keliling.

Tentu saja. Ini pertama kalinya ia dikalahkan sampai seperti ini. Temari merasa harga dirinya seakan telah terinjak-injak. Bagaimana tidak? Ia yang pertama berkoar-koar mengibarkan bendera perang, dan ia juga yang lebih dulu dikalahkan.

Ini keterlaluan!

Gadis itu menelungkupkan kepalanya di atas meja. Tangannya meremas kedua kertas itu kuat-kuat. Penuh perasaan. Seakan-akan kertas itu adalah jelmaan dari makhluk nanas sialan yang sialnya duduk tepat di sebelahnya.

Shikamaru gerah sendiri melihatnya. "Sudah selesai kan?" Ditariknya kertas ulangan berlabel seratus dari tangan kiri Temari.

Tapi gadis itu menahannya. "Aku benci..." Ia bergumam pelan. Terlalu pelan sampai si pemuda nara tidak dapat mendengar.

Shikamaru mengernyitkan keningnya bingung. "Kau bilang apa?"

"Aku..." Temari menegakkan duduknya. Menatap kertas di tangannya penuh amarah. "Aku benci kimia!"

Gadis itu berteriak lantang. Ia meremas-remas kertas ulangan itu dengan penuh nafsu. Belum sampai disitu, Temari bahkan membanting benda yang sudah menjadi abstrak itu ke lantai dan menginjak-nginjaknya sampai benar-benar tidak berbentuk lagi.

Kemudian ia melenggang pergi dengan santainya, meninggalkan Shikamaru yang melongo.

"Itu 'kan ... kertas ulanganku...."

Hanya desau angin yang menjawab.

Merepotkan.

.

.

.

Kediaman Sabaku. 07.00 p.m.

Ruangan yang diisi tiga orang itu terasa begitu hening. Hanya denting sendok dan garpu beradu dengan piring keramik yang terdengar sejak makan malam dimulai sepuluh menit lalu. Kaku. Tidak ada percakapan, dan tidak ada yang berniat memulainya.

RivaloveyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang