Ellen senantiasa menggenggam tangan dingin Elang. Dari awal ia masuk ke dalam, ia tidak bisa menyembunyikan tangis bisa melihat dada itu kembali bergerak.
Berulang kali ia mencium sayang punggung tangan Elang, membuatnya candu walaupun di dominasi bau antiseptik.
"Kesayangan Ellen hebat mau bertahan lagi."
Dion disebelahnya, membelai pipi tirus sang Ayah. Sangat kentara putih pucat di setiap jengkal pahatan lembut itu.
"Ayah harus hidup lama."
Ucapan Ibu dan anak itu memberi semangat bagi kepala keluarga. Dari dulu, mereka begitu gengsi untuk memberikan perhatian kepadanya, dan Tuhan memberikan mereka kesempatan untuk menunjukkan bagaimana cinta seorang anak dan istri kepada nahkoda dalam keluarga.
Mata Elang berkedut, gelisah dalam pejamnya. Napasnya memburu dengan tangannya membalas genggaman Ellen.
Dion tak tega melihat ayahnya terengah-engah, ia mengusap dada yang bergerak cepat.
"Tenang Ayah, kami ada disini."
Ellen semakin mengeratkan genggamannya, tangan satunya bergerak mengusap surai Elang yang lepek. "Tenang sayang."
Berhasil, Elang perlahan tenang bersama mata timbul tenggelam. Mereka tersenyum sendu melihatnya, kata Dokter itu hal umum bagi pasien yang memiliki trauma kepala. Kesadarannya masih belum utuh merespon sekitarnya.
Yang bisa mereka lakukan, berusaha membuat Elang tidak tertekan dan stress. Memberi afeksi ringan agar tidak membuat otak Elang bekerja keras memahaminya.
Hal itu terus berlanjut sampai pada giliran Mahendra dan Launa. Mereka berusaha tegar melihat anak mereka belum menunjukkan kesadaran penuh.
Mata sayu itu, terkadang menggelinjang dan bergerak acak setiap tekanan oksigen mengambil alih pernapasan.
Launa mengecup kening Elang, lalu matanya berusaha mengunci pergerakan mata Elang yang tak fokus. "Kuat, sayang. Masih banyak yang harus Mama dan Papa jelaskan padamu."
Mata Mahendra berkaca-kaca, genggaman tangannya dibalas sesekali oleh Elang. "Kami ingin, kamu mengenal kami sebagai orang tuamu kandungmu."
Tampaknya mereka terbawa suasana, hingga lupa perkataan Dokter sebelumnya. Elang yang belum mendapatkan kesadaran penuh, kembali mendapatkan informasi yang mengharuskannya berpikir lebih.
Tubuh itu mengejang, dengan suara tercekat. Mereka tersedar telah melakukan kesalahan, berusaha menahan tubuh itu tidak jatuh dari brangkar.
Bertepatan saat itu, Dokter masuk meminta tegas mereka keluar. Dengan berat mereka keluar dengan raut bersalah, disambut tatapan khawatir Ellen memandang kaca tembus pandang.
Dokter yang di dalam memberikan suntik anti kejang dan injeksi lainnya.
Karena kejang berdurasi panjang, membuat salifa Elang semakin mengganggu pernapasannya. Mereka dengan cepat menyodot lendir yang tertahan dalam tenggorokan.Beberapa hari berlalu, semenjak kejadian itu menjadi pembelajaran untuk mereka untuk tidak memaksakan keinginan. Mereka sangat berhati-hati berbicara saat menjaga Elang.
Dan kabar baiknya, Elang mulai merespon baik sekitarnya. Walaupun sering tertidur setiap mereka berbicara. Ventilator pun sudah dikeluarkan karena saturasi menunjukkan bisa bernapas sendiri, digantikan dengan masker oksigen.
Elang juga sudah dipindahkan ke ruang VIP. Ellen dan Dion terus mendampingi Elang bangun dan tidurnya.
Mereka tentu saja memberikan ruang setiap kali Mahendra dan Launa datang. Mereka tidak membatasinya selama tidak membahas hal yang berat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me (Terbit)
Roman d'amourCinta tak pernah salah melabuhkan rasa, mengisi kekosongan yang tak pernah diinginkan, sampai hati yang dipaksa menerima, menggores luka tak pernah iba. Hingga hari itu tiba, penyesalan menghancurkan keegoisan semesta, membuka tabir ketulusan jiwa...