Menyala Bu Puri

6 1 0
                                    


Perasaan jatuh cinta itu memang abstrak. Setidaknya begitulah sudut pandang Rayan yang sudah sebulan ini merasakan indahnya kasmaran.

Baginya jatuh cinta terlalu membingungkan untuk sekedar dipahami sembarangan. Maknanya terlalu acak dan selalu punya pola beragam. Buat kepala Rayan kebingungan sebenarnya apa yang membuat dia sangat menyukai Ratna.

Ratna Saraswita. Teman sekelasnya di kelas 8 dan sekarang 9. Jika diingat lebih dalam, interaksi mereka kepalang sedikit hingga nyaris melompong. Tapi anehnya Rayan selalu bisa membuat kesimpulan bahwa dia menyukai Ratna.

Apa karena Ratna punya pribadi menyenangkan yang didukung visual menarik?

Oh, atau mungkin karena rambut sepinggang gadis itu yang selalu dikepang ke kiri seperti Elsa?

Atau otak cemerlang Ratna yang membuatnya merasa 'nyambung' saat berdiskusi matematika dan IPA?

Apa juga karena lesung pipi gadis itu?

Rayan tidak pernah bisa yakin mana yang membuatnya bisa suka pada Ratna. Kepalanya selalu bekerja ekstra jika menyangkut tentang si teman kelas.

Beruntungnya dia —yang tidak sengaja —menonton video pendek dari salah satu media sosial. Berkat itu Rayan sadar jika dia suka pada Ratna karena gadis itu adalah orang pertama yang mengajaknya bicara di kelas.

Agak terlambat sadar setelah dua tahun lamanya, tapi dua bulan ini dia mulai menerima apa kata hati kok.

Dia setuju pada pernyataan hati tentang menjadikan Ratna sebagai pacar. Tentu saja hal ini akan membangkang wejangan bu Puri yang memintanya agar tidak berpacaran dulu.

Rayan ingat sekali saat dia bercerita pada bu Puri mengenai satu gadis yang ia sukai di sekolah. Di dapur rumah ketika bu Puri meminta bantuannya mengupas dan mencincang bawang.

"Kata Wira kamu udah punya pacar, bener mas?" Tanya bu Puri memulai interogasi tanpa basa-basi.

Bu Puri berdiri di depan kompor tengah menggoreng tahu pesanan pak Dharman. Sedangkan dia duduk bersila dekat meja makan, fokus mengupas bawang putih sebelum pertanyaan bu Puri memecahnya.

Rayan tak lantas menjawab. Ada jeda beberapa menit agar bisa menemukan petunjuk tentang bagaimana bisa Wira tahu dia sedang berpacaran.

Seingatnya, —dia bisa jamin 3000% jika —Rayan tidak pernah bercerita hal apapun pada Wira. Tentu saja tidak akan pernah sebab anak itu masih terlalu piyik untuk tahu masalah percintaan anak puber.

"Kenapa? Bener ya?" Tanya bu Puri ulang. Matanya menyipit lalu menajam, penuh selidik pada anak sulungnya. Lalu Rayan sendiri dalam hati tegang setengah mati. Dia tidak mengira bu Puri akan seseram ini.

"Hah? Mana ada? Ibu jangan percaya sama Wira, dia ⁸nggedabrus itu," jawabnya kaku.

Dia belum pernah menyatakan cinta pada Ratna, belum pernah ngobrol dekat juga dengan Ratna. Pacaran dari mana? Dari Hongkong?!

Wira kampret emang!!

"Jangan bohong sama ibu. Kamu pacaran atau nggak mas?"

"Nggak bu, sama sekali nggak,"

"Serius mas. Jujur sama ibu gak papa,"

"Beneran ini bu. Rayan gak pacaran sama siapa-siapa,"

Rayang mengangkat jari tulunjuk dan jari tengahnya di samping wajah. Menunjukkan raut seserius mungkin agar ibu lebih yakin pada perkataan nya ketimbang Wira.

Bu Puri mematikan kompornya, ikut bersila di samping Rayan. Menepuk punggung tangan si anak dan tersenyum hangat, seolah meyakinkan Rayan agar lebih terbuka padanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Under The Street LampTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang