Dasi Penguk

6 1 0
                                    


Alles Gute zum Geburtstag Indonesia!!!

Selamat Ulang Tahun untuk negeri tercinta kita! 

Semoga jadi negara yang terus merakyatkan rakyatnya ya.

Luv Indonesia selapangan Rampal



Terhitung dua menit telah berlalu. Dibuang cuma-cuma olehnya sebab masih betah berdiri di depan gerbang sekolah. Tubuh dan fisiknya boleh saja disana, tapi isi kepalanya entah tertahan di sisi dunia yang mana.

Rayan sudah hela napas ke-seribu kali. Ragu memaku kakinya sampai-sampai tak punya nyali barang menyapa pak Guntur yang sesekali melongokkan kepala untuk memastikan keadaan Rayan.

Pak Guntur mungkin saja ngeri melihat sikapnya hari ini. Datang lebih pagi dari kemarin hanya untuk berdiri di depan gerbang sekolah tanpa sapa atau gestur wajah. Jelaslah pak Guntur ngeri! Kalau kerasukan kuntilanak gundul bagaimana? Siapa yang mau ruqyah?!

Dia datang lebih pagi dari kemarin pun sebenarnya karena ketidaksengajaan semata. Salahkan pak Dharman Sukmaja yang ngotot sekali berangkat sepagi ini. Alasannya ada rapat kantor, padahal juga malas kalau terjebak macet.

Tapi ya jangan kepagian begini dong!!

Pertanyaannya adalah, kenapa pula dia harus berdiri disana selama beberapa menit hanya untuk memandangi SMP Negeri tercintanya itu? Sekolahnya tidak akan kena gusur seperti warungnya Bu Minah si penjual es Capcin kok. Masih akan tetap disana bahkan untuk tiga puluh tahun ke depan.

Satu-satunya alasan dia ragu masuk ke dalam tentu karena insiden upacara kemarin. Malunya bukan main. Kalau bisa operasi plastik yang bayarnya pakai daun, Rayan sudi kok menggunduli pohon jambu airnya pak Dharman.

"Le! Kenapa kok gak masuk, nanti kesambet setan dari sekolah seberang loh. Sini masuk!!" kata pak Guntur, mengayunkan tangannya guna memanggil Rayan.

Dia sendiri masih ragu. Kalang kabut bagaimana jika teman sekelasnya malah menertawakannya lagi. Semuanya boleh tertawa asal bukan Ratna saja, Rayan bisa kok jadi orang tebal muka. Tapi kemarin Ratna tertawanya malah paling kencang.

Aisshh, kampret memang!

"Loh, malah ³njegidek. Sini loh, kamu mau sekolah apa nggak?" semangat sekali pak Guntur memanggilnya masuk ke sana.

Langkah gontai yang ia seret berhasil membuat tubuhnya sampai di hadapan si bapak satpam. Tersenyum tipis setengah hati, sebab kesal sudah lebih dulu bercokol menemani malu dan ragu.

"Kamu kelas berapa? Kok pagi banget datang ke sekolah?" ucap si pak satpam, mempersilahkan Rayan agar duduk di kursi di dalam ruang satpam.

"Saya kelas 9C pak," Rayan membungkukkan badan sebentar dan menerima tawaran agar duduk disana. "Bapak saya katanya ada rapat kantor. Makanya diajak berangkat pagi,"

"Mau roti goreng gak? Enak masih hangat," tawar pak Guntur sambil duduk di hadapan Rayan sembari menyodorkan kantung plastik hitam yang mengepulkan wangi sedap.

Rayan mengangguk, tidak menolak atas tawaran roti goreng dibaluri gula di atasnya. Makanan gratis nih, mana boleh menolak. Haram!!

"Jam segini terlalu pagi loh buat anak sekolah. Apa gak ngantuk kamu nanti di kelas?" lanjut si bapak, menyeruput kopi hitamnya pelan-pelan sambil sesekali melirik televisi.

Rayan mengangguk lagi. Berangkat jam enam kurang lima sepuluh menit untuk anak SMP jelas terlalu pagi. Ingin menolak tumpangan bapak Dharman tapi takut merugi kalau uang sakunya dipakai untuk naik angkutan umum.

Under The Street LampTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang