01.00

17 0 0
                                    

N.B.
Cerita ini memiliki alur campuran (maju mundur), sehingga diharapkan sebelum membaca untuk memperhatikan catatan waktu pada setiap bab agar tidak menimbulkan kebingungan.
_____

MEI, 2024.

Apa yang akan orang lain pikirkan jika melihat gadis di desa yang sudah berumur seperempat abad namun masih juga belum menikah? Lulusan sarjana namun belum juga memiliki pekerjaan yang mapan?

Inara Arum Kumala, gadis desa itu. Jika kalian bedah tubuhnya maka akan ditemukan bom waktu yang dapat meledak kapan saja.

Bagaimana tidak, rasanya kepala penuh dengan beribu pertanyaan yang tak mampu ia temukan sendiri jawabannya.

"Di umur berapa aku akan menikah?"

"Melamar kerja apalagi besok?"

"Harus mencari uang tambahan dari mana lagi?"

"Kapan aku bisa membanggakan kedua orangtua?"

Hidup serba pas-pasan seperti Nara memang susah.

Tidak cukup cantik, namun tidak bisa dibilang jelek. Tidak cukup pintar namun buktinya ia lulus kuliah tepat waktu dengan IPK yang memuaskan. Tidak cukup bertalenta, namun ia memiliki banyak minat. Hidup di keluarga yang tidak cukup kaya, namun mereka masih mampu membeli beberapa keinginan.

Nara duduk kembali di kursi kasir setelah pelanggan terakhir meninggalkan kafe. Dibukanya ponsel yang sedaritadi tergeletak di laci. Seperti biasa, tidak ada notifikasi apa pun, juga tidak ada pesan dari siapa pun.

Nara menekan icon telepon berwarna hijau di layar ponsel, melihat story dari teman-teman yang ada di kontaknya, sementara selama ini ia bersembunyi di balik foto profil kosong, mode online mati, centang biru mati, dan tak pernah update story apa pun. Nara yakin beberapa telah menghapus kontaknya karena dianggap nomor sudah tidak aktif.

Nara tersenyum pahit melihat beberapa temannya tengah membagikan foto mengenakan seragam korpri sementara dirinya hanya mengenakan apron abu-abu. Digulirnya kembali story selanjutnya, ada yang membagikan momen bahagia dengan keluarga, suami dan anak, sementara sebagian besar lainnya memposting kegiatan tengah mengajar.

Ya, Nara adalah sarjana pendidikan yang seharusnya berprofesi menjadi seorang guru, seperti teman-temannya kebanyakan. Namun ia justru menjadi seorang kasir full time di sebuah kafe yang buka dari jam sepuluh pagi hingga jam sembilan malam.

Ada banyak pertimbangan yang Nara pikirkan jika ia harus menjadi seorang guru, alasan salah jurusan pun terasa amat terlambat karena baru disadarinya setelah lulus dengan gelar S.Pd.

Kini rasanya Nara telah terjebak di zona nyaman, hampir satu tahun ia bekerja di kafe. Sementara energi dan semangatnya sudah mulai terkuras, meninggalkan kekecewaan dan rasa pesimis.

Entah sudah berapa banyak lamaran yang sebelumnya Nara kirim lewat online maupun langsung. Dari yang masih terkait dengan jurusannya hingga yang tak berkaitan sekalipun.

Namun di sinilah tempat Nara.

Pukul sembilan tepat, Nara segera membalik sign board dari open menjadi close. Sementara karyawan lain tengah bersih-bersih, Nara menghitung penjualan.

Setengah jam kemudian semua baru benar-benar rampung.

Nara bergegas memakai jaket dan helm, perjalanan dari kafe ke rumahnya memakan waktu sekitar lima belas menit lebih.

Cukup beresiko sebenarnya bagi seorang perempuan untuk pulang malam dengan mengenakan motor, apalagi jalanan kabupaten tak seramai kota. Namun karena Nara sudah terbiasa, ia jadi tak memedulikan apa pun lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mesin Waktu Untuk NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang