1

5 1 0
                                    

"Tricia!"

Aku segera menolehkan kepalaku kebelakang ketika aku mendengar ada seseorang yang memanggilku.

Aku melihat Mia--sahabatku, mendekat.

"Ada apa Mia? Apakah kamu bertemu dengan prajurit tampan itu lagi?" tanyaku dengan malas. Jika Mia sudah memanggilku dengan riang seperti ini, sudah aku pastikan dia pasti akan bercerita tentang 'pajurit tampan'nya itu.

Aku sudah terlalu hapal dengan tabiat temanku yang satu ini.

Mia sedikit tersipu mendengar pertanyaanku. "Bagaimana kamu tau, Tricia? Apakah terlihat jelas?"

"Jangankan aku, kucing gendut milik bibi Poni pun tau Mia"

Muka Mia semakin merah, dia segera menepuk nepuk pipinya, "Benarkah? Seharusnya aku bisa menyembunyikan rasa sukaku ini, menagapa sekarang kucing pun tau aku menyukainya"

Aku hanya memutarkan kedua bola mataku malas. Mia terkadang memang bodoh, bagaimana orang lain tidak tahu jika dia selalu bercerita kepada setiap orang kalau dia menyukai prajurit itu.

"Sudahlah Mia jangan terlalu di pikirkan. Sekarang bisakah kamu menyingkir? Aku ingin menyelesaikan pekerjaanku ini. Aku tidak mau di marahi oleh Tuan Robert lagi"

Aku hendak berjalan, tetapi Mia mencekal lenganku "Tapi Tricia, aku memanggilmu bukan karena aku ingin menceritakan pujaanku itu"

"Lalu apa yang ingin kamu bicarakan?"

Mia kembali tersenyum dengan cerah "Bisakah kamu mengantikanku mencari tanaman herbal?"

"Tidak. Aku tidak mau. Perkerjaanku yang sekarang menjadi pelayan di rumah Tuan Robert sudah cukup membuatku lelah. Aku tidak ingin menggantikanmu"

Aku sedikit meliriknya dengan kesal. Ini bukan pertama kalinya dia meminta ku untuk menggantikan perkerjaannya mencari tumbuhan herbal ke hutan, tapi kali ini aku benar benar tidak ingin membantunya.

Dua hari yang lalu ada pesta di rumah Tuan Robert, dimana pasti aku yang membersihkannya. Dan itu sungguh melelahkan. Lalu saat ini, Mia dengan gampangnya memintaku menggantikannya? Tentu saja aku tidak ingin.

"Aku mohon Tricia, hanya kamu yang bisa aku percaya. Jika Ema mengerti tanaman herbal pun pasti aku akan meminta bantuannya. Tapi, sayangnya dia tidak mengerti"

Kini Mia memasang wajah memelasnya dengan tidak melepaskan cekalannya pada tanganku.

"Memangnya kamu mau kemana?"

"Aku mendengar kabar bahwa Prajurit Oda--Prajurit pujaannya, akan kembali ke perbatasan. Dan aku ingin menemuinya."

Entah sudah keberapa kali aku menghela nafas dan memutar bola mataku dengan malas, selama berbicara dengan Mia.

"Mia, dengar. Aku benar benar lelah beberapa hari ini. Dan nanti sore aku ingin berleha leha di rumah. Jadi maaf aku benar benar tidak bisa membantumu kali ini"

Mia memajukan bibir bawahnya dengan mata yang berkaca kaca "Aku mohon, Tricia. Kali ini saja. Aku janji ini yang terakhir kalinya aku meminta bantuanmu. Aku tau kamu lelah, tapi ini akan menjadi terakhir kalinya untukku melihat Prajurit Oda"

Aku mengerutkan keningku "Terakhir? Maksudmu?"

Raut wajah Mia semakin murung dan ia pun mendudukan dirinya di atas tanah yang berdebu.

"Iya yang terakhir. Aku dengar, Prajurit Oda sudah naik pangkat dan sekarang dia akan bertugas di istana. Dan aku takkan pernah bisa melihatnya lagi" Tak lama kemudian Mia menteskan air matanya.

Sebenarnya aku tak tega melihat Mia seperti ini. Mia adalah anak yang ceria dan sekarang dia menangis karena akan berpisah dengan pria pujaannya. Apakah aku harus membantunya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TRICIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang