Todoroki's

80 4 0
                                    

"Jika ada kesempatan kedua.."

---

Srukk!!

Hanya berapa saat lalu, Shigaraki mulai melompat ke udara dan melayangkan cakar ke arah sialan itu, yang berada di tengah udara. Dia, si setengah-setengah itu yang dasarnya tidak cocok di langit hanya membeku sambil terjun. Aku menyadari dia tak bisa melakukan apapun.

Aku tidak tahu apa yang kurasakan melihat itu, tapi aku tidak tenang. Ini akan menjadi kali kedua aku menyelamatkan orang tanpa berpikir panjang. Aku mengaktifkan quirkku, aku siap melompat, tapi seolah laki-laki itu tahu pergerakanku selanjutnya, dia berteriak namaku.

"Bakugo!" Saat kepalanya berputar setengah langkah, aku melihat matanya bersinar seperti ada harapan.

Lalu, "jangan," disampaikan dengan lemah, sebuah senyum pedih di sana.

Senyum yang.. membuatku merasakan sesak yang begitu parah.. selamanya.

.
.

"APA YANG KAU LAKUKAN HAH?!"

Selama ini aku hanya bisa menahan rasa kesal padanya. Laki-laki dua warna surai itu selalu membuat wajah yang sama padaku seolah aku tak ada artinya.

Seolah-olah aku bukan tandingannya.

Lalu kenapa dia membuat wajah yang berbeda jika itu dengan Deku sialan itu? Kenapa.. kenapa dari semua orang, harus Deku?

Semua orang juga, selalu selalu selalu saja Deku. Apa yang dia punya yang tidak aku punya? Kenapa si brengsek ini mengerahkan semua kemampuannya pada Deku.. tapi tidak padaku?

Dia.. meremehkanku? Dia serius?

Aku benci ini, tidak adil dan.. bodoh.

Apa yang spesial dari Deku?

"Aku tidak melakukan apapun.." jawab si brengsek, lalu aku menarik kerahnya. Kami di ruang sepi, jadi tidak ada yang menghalangi aku yang berteriak.

"Kau menahan diri saat melawanku!!"

"Aku tidak.."

"KALAU BEGITU KELUARKAN APIMU, SIAL!!"

Lagi-lagi matanya mengarah ke samping, tidak berani menatap mataku saat aku menyuruhnya mengeluarkan apinya.

"BRENGSEK!!" Aku berteriak lagi dan melemparnya pergi, aku dengan cepat meninggalkan ruangan sebelum aku membakar habis ruangan itu.

Tidak lama setelah hari itu, dia mulai menggunakan sisi apinya tanpa halangan. Aku tau itu hal yang bagus, aku bisa mengajaknya bertanding ulang, tapi.. aku sudah kehilangan minat. Sekarang, bahkan aku juga menaruh mataku pada Deku.

Dia seperti memunggungiku, berjalan di depanku..

Sial! Dia tidak seharusnya di depanku. Seharusnya, akulah yang di depan.. harusnya..

Aku menggertakkan gigiku, tidak sadar si brengsek itu melihatnya.

"Ada apa?"

"Ga ada, siaaal!!" Aku malah melampiaskan kemarahan ku kepadanya secara verbal. Dia tampaknya tidak peduli, wajahnya seperti biasa tidak ada ekspresi. Dan aku semakin kesal dibuatnya.

"Apa kau tidak bisa membuat ekspresi lain?!!"

Dia tampak kebingungan, alisnya naik sebelah. "Seperti apa?"

"Sedih, marah, kesal, APA SAJA!!!"

"..."

Aku melihatnya, aku tahu dia berusaha mengubah ekspresinya, tapi wajahnya bahkan tidak berubah satu inci pun. Aku mendengus, semua kemarahan hilang begitu saja, digantikan rasa kecewa dan sebal. "Sudahlah, kalau ga bisa, ga usah dipaksain."

Death || TodoBakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang