Bakugo's

42 4 0
                                    

"Aku.. membencimu.."
Srettt... "Benci itu.. berarti sebaliknya."

---

Hujan telah turun, di hari pemakamannya, aku diundang dan datang berbondong-bondong dengan teman-temanku.

Batu nisan yang tertulis namanya itu, Bakugo Katsuki, membuatku merasa sesak dan sedih tapi juga kosong. Aku yakin itu karena dia meninggal karena berusaha menyelamatkanku. Aku merasakan kebaikan yang dia berikan kepadaku.

Saat cakar panjang berusaha menyakitiku, dia terbang dari tanah dan menggantikan posisiku. Lalu saat cakar itu kembali, dia jatuh dengan luka yang sangat parah.

Dia tidak sempat diselamatkan, dia meninggal di tempat.

Aku tidak pérnah.. ingin membayangkan hal seperti ini sebelumnya.

Hari-hari telah berlalu, dan sekolah kembali dimulai. Ternyata waktu lebih cepat berjalan daripada perasaan ini. Perasaan yang masih menyangkut di hati, seperti sesuatu seharusnya kuketahui tapi aku tidak tahu apa itu.

Awalnya, aku berusaha mengabaikannya.

"Todoroki-kun, aku akan pergi ke pemakaman Kacchan. Apa kau mau.. ikut?"

Aku mengangguk pelan, seperti bagaimana Iida dan Uraraka setuju.

Kami sampai di pemakaman. Midoriya yang masih belum bisa melepaskan Bakugo hanya menangis tersedu-sedu. Dia bahkan tidak bisa mengucap satu patah kata pada batu nisan yang hanya bertulis namanya.

Uraraka juga ikut menangis, dan Iida mencoba menenangkan keduanya.

Hanya aku.. yang tidak menangis atau menenangkan mereka. Aku.. hanya berdiri di samping batu nisan, dan kepalaku mengadah ke langit, justru mencari sebuah jawaban.

Melihat batu nisan itu, aku merasa sedih, ada perasaan yang membuatku.. tidak nyaman. Sesuatu yang mengekang jantungku, dan aku tidak tahu apa itu. Rasanya sakit dan kecewa, rasanya frustasi, sulit untuk pasrah pada kenyataan.

Tetapi, ada sebuah dinding di mana aku tidak bisa melewatinya, dinding yang membatasi aku dan emosiku, dinding yang membuatku tidak bisa menangis atau mengekspresikan perasaan itu.

Aku merasa, aku sangat jahat.

Selesai dari pemakaman, kami berjalan pulang, tidak ada satupun dari kami yang berbicara, setelah duka yang begitu panjang dan tidak ada habisnya.

Lalu Kirishima, Kaminari, dan yang lain-lain datang. Aku tahu mereka akan pergi ke pemakaman Bakugo, kami membiarkan mereka lewat. Sebelum itu, mereka mengajak kami berbicara walaupun masih terasa canggung.

Mereka menenangkan Midoriya dan Uraraka, lalu berbincang dengan Iida. Hanya aku yang diam, sampai mereka semua melihat ke arahku.

"Todoroki, apa kau baik-baik saja?" Pertanyaan yang pertama dilontarkan pada Midoriya dan Uraraka kini dilontarkan kepadaku. Rasanya aneh dan tidak wajar, aku bahkan tidak menangis atau membuat raut wajah apapun, tapi mereka menanyaiku.

"Aku baik-baik saja," aku masih tidak memberikan ekspresi apapun.

"Kau terlihat sangat santai, Todoroki-kun," Midoriya melihatku dengan wajah iri, dia sangat sedih sampai matanya bengkak, dia jadi aneh.

"Aku.. juga sedih."

"Orang seperti Todoroki-kun tidak akan memperlihatkan wajah sedihnya. Dia pasti akan sedih di kamarnya saat dia sendirian. Biasanya orang cool seperti itu." Jawab Ashido yang berusaha memulihkan keadaan padahal matanya juga bengkak parah. Dia memang keren.

"Yaudah, kami pergi dulu ya."

"Ya, sampai jumpa."

"Daah!"

Death || TodoBakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang