"Bun, Gia mau berangkat nih!!" Teriak Gia setengah kesal memanggil Ghea yang entah berkutak dengan apa di dapur.
"Bentar!!" Ghea berlari cepat dengan membawa kantongan kecil! Menyerahkannya ke Gia. "Anterin ke rumah depan."
"Lho? Kok Gia?" Gia menatap Bundanya tak percaya. Tak menerima alasan. Ghea memaksa Gia mengambil kantongan tersebut.
"Gak mau, ah. Gia dah telat, Bun. Bunda aja." Tolak Gia setengah merengek. Bundanya ini memang sangat totalitas menyambut tetangga barunya dengan merepotkan anak gadisnya sendiri!
Ghea menatap tajam putrinya itu. "Halah, lagumu telat. Orang Farel aja belum jemput kamu. Udah, buruan antar sana! nanti keburu Farel datang. Disuruh gitu aja sama Bunda malas bangat."
Gia mendengus kesal, kenapa harus dirinya? kenapa tidak Gio atau Ghea saja. Kan Ghea yang sangat ingin mengenal tetangga depan itu. Ingin sekali Gia mengumpat tetapi orang tuanya sendiri.
Gia menarik napasnya panjang kemudian memberanikan diri mengetuk pintu besar didepannya. Hampir putus asa rasanya karna sudah berulang kali diketuk tak ada yang membukakan pintu bahkan tak ada suara yang menyahutnya.
"Cari siapa?" Gia berbalik lagi saat hendak melangkah meninggalkan rumah besar itu. Wanita seumuran Bundanya, sangat cantik. Gia akui itu tetapi tetap saja Bundanya nomor satu.
Gia berdehem, menghilangkan gugupnya. "Assalamualaikum Tante, aku Gia. Yang tinggal di rumah itu" Gia menunjuk arah rumahnya.
"Ini dari Bunda. Kata Bunda sebagai perkenalan dan ucapan selamat datang." Gia menyerah kantongan yang sejak tadi di pegangnya dan diterima dengan baik.
"Baik bangat Bunda kamu. Bilangin sama Bunda kamu terima kasih banyak sudah repot-repot. Nama tante Lusy, kamu mau mampir dulu ke dalam? kenalan sama suami dan anak-anak tante."
Gia dengan cepat menolak. Tak enak juga bertamu pagi-pagi. Lagipula dia harus cepat-cepat ke sekolah, takut macet dijalan. "Gak usah tante, makasih. Gia mau berangkat sekolah soalnya."
Lusy memperhatikan seragam yang dipakai oleh Gia. SMA KARYA? Wah, sepertinya kebetulan sekali.
"Kamu sekolah di SMA KARYA?" Gia mengangguk sebagai jawaban, "Anak tante juga baru pindah kesana."
Gia tersenyum kikuk. Jangan bilang Lusy ingin menjodohkan Gia dan anaknya. Ouh, tolong pikiran Gia segera di bersihkan.
Gia yang hendak berpamitan, matanya malah menangkap sosok lelaki tinggi dengan mata tajam di belakang Lusy. Tampan sekali tetapi menyeramkan. Auranya sangat mengintimidasi. Membuat bulu kuduk Gia berdiri. Gia tak yakin apakah itu manusia atau bukan.
Lusy yang merasa bahwa tatapan Gia mengarah ke belakangnya dengan cepat Lusy menoleh.
"Darka, kamu mau berangkat sekolah, Nak?"
Lelaki yang di panggil Darka itu hanya diam, tak menyahuti Lusy. Tetapi, matanya menatap tajam ke arah Gia. Gia mengalihkan pandangannya tak ingin bertatapan dengan mata mengerikan milik Darka.
"Kenalin ini Gia, tetangga kita. Kalian satu sekolah lho." Antusias Lusy memperkenalkan.
Nama itu? Bentar, apakah ini? Darka? Darka yang di maksud teman-temannya. Kalau iya, harus Gia akui mereka pantas tergila-gila dengan sosok Darka. Maklum Gia tak pernah tau wujud Darka.
"Kalian Bisa berangkat bareng lho."
Mata Gia melotot mendengar itu. Belum siap dengan keterkejutan itu, Gia harus menerima fakta bahwa sifat Darka sangat buruk, mengabaikan Lusy dan pergi tanpa permisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARKA
Teen FictionDarka! cowok kasar, egois, dingin dan sikap yang sesuka hatinya. Kenakalan yang terus menerus diluar batas membuatnya berpindah-pindah sekolah. Sampai keluarganya memutuskan pindah rumah agar bisa membuat Darka berubah. Tetapi, Darka Abramanu tetapl...