Bab 2

116 23 11
                                    

"Kami akan mengutus beberapa orang ke reaktor nuklir dan meledakkannya."

Fiona refleks memejamkan mata dan menghela napas dalam-dalam. Ia sudah menduga hal ini akan menjadi satu strategi pemerintah dalam mengatasi kiamat zombi. Namun, yang tidak ia duga adalah solusi ini dijadikan pilihan pertama.

"Sebelum kalian mulai protes, dengarkan penjelasanku dulu," ucap Komandan Hilar membungkam beberapa tentara yang saling berbisik di seberangnya. "Kenapa kami memilih meledakan reaktor nuklir, karena hanya itu cara cepat yang bisa membunuh mereka di radius

Orang yang akan berangkat ke sana bukannya tanpa persiapan. Mereka akan membawa tiga kendaraan besar bersenjata lengkap, termasuk bahan peledak untuk melewati lautan zombi. Sampai di sana pun, mereka hanya perlu memasang peledak di beberapa tempat kemudian keluar untuk berlindung di bungker yang berada sepuluh kilo dari gedung reaktor."

"Maaf menginterupsi. Yang Komandan paparkan terdengar mudah. Tapi bagaimana dengan situasi di dalam dan luar reaktor? Kita tidak mungkin membawa banyak tentara, bukan? Karena gedung ini tidak mungkin ditinggalkan oleh setengah pertahanannya." Seorang pria yang duduk persis di samping Gama berbicara. Melihat alisnya yang berkerut, bibirnya mengatup rapat, dan mata yang menatap tajam ke arah sang komandan besar. Ia terang-terangan tidak setuju dengan ide yang dilontarkan.

Fiona melirik dan melihat pria setengah baya dengan rambut sebahu yang dikuncir ekor kuda. Meski duduk berdampingan dengan Gama, tetapi ia tidak melihat satu pun lambang yang menandakan jabatan di seragamnya. Sesuatu yang membuatnya merasa aneh.

"Loa. Tajam seperti biasa. Reaktor nuklir, aku memang tidak bisa pastikan keamanannya, yang pasti jumlah mereka tidak akan sebanyak di sini." Komandan Hilar tersenyum ke arah Loa. Bukan senyum ramah yang dipancarkan, tetapi lebih ke senyum mengejek yang ditutup oleh tutur kata sopan.

Lebih sedikit? Fiona berucap heran dalam hati.

"Bagaimana dengan kemungkinan kebocoran yang mungkin sudah terjadi lebih dulu?" balas Loa tanpa peduli sudah membuat presiden mengembus napas panjang.

"Tenang saja, itu tidak ada terjadi. Karena jika hal itu terjadi, suara sirene tanda bahaya akan menarik zombi dari tempat ini," jelas Komandan Hilar.

Kali ini Loa terdiam. Bibirnya menipis membentuk garis datar. Sepertinya ia ingin terus berargumen dengan sang komandan, tetapi tatap tajam dari sang presiden menghentikannya.

"Kalian tidak perlu khawatir. Kami sudah menyusun rencana dengan sebaik dan serapi mungkin. Berharap tidak akan banyak korban yang berjatuhan." Kali ini presiden berdiri dan berbicara di depan forum. "Pertanyaan-pertanyaan tentang keamanan, tolong disimpan untuk rapat keberangkatan. Itu pun terbatas untuk mereka yang ikut."

Forum terdiam.

"Sekarang, setelah kalian mendapat paparan singkat mengenai misi ini. Siapa yang mau ikut? Akan ada banyak penghargaan, jaminan keluarga, dan hadiah bagi mereka yang ikut. Terlebih jika kalian berhasil," lanjut sang presiden yang tidak segera mendapat tanggapan.

Umpan ditebar, tetapi sebagian besar dari mereka terlihat ragu untuk menangkap. Bagaimanapun juga ini bukan misi mudah. Misi bunuh diri mungkin lebih tepat disematkan kepada mereka yang mendaftar. Namun, berangkat atau tidak, tetap tidak ada yang menjamin mereka akan tetap hidup dalam beberapa hari ke depan.

The Final RunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang