07 - Dua Belas (Jeno's POV)

75 5 3
                                    

Waktu memang terasa berlalu begitu cepat. Nggak nyangka sekarang udah di kelas 12 aja, masa-masa putih abu-abu yang sebentar lagi bakal berakhir. Dulu aku selalu nunggu-nunggu momen ini, tapi sejak kenal dia, aku malah pengen waktu berhenti sejenak.

Pagi ini, entah kenapa semangat banget sampai tiba di sekolah tepat jam 6 pagi. Udara masih sejuk, sedikit dingin, dan langit pun belum sepenuhnya terang. Untungnya Pak Satpam udah buka gerbang lebih awal.

Apa rencanaku udah ketahuan? Haha.

Akhirnya, aku bakal duduk sebangku sama Eric. Yes!

Sudah 30 menit berlalu, tapi kenapa dia belum datang juga? Malah yang muncul duluan si Jaemin dengan pacar barunya, iya mereka satu kelas denganku juga. Mereka berdua gandengan mesra sampai bikin bulu kudukku berdiri saking clingy-nya.

Tapi tenang, aku nggak iri. Buat apa juga?

Sambil membuka ponsel, aku sadar sudah kirim sekitar 10 pesan sejak subuh, cuma buat bangunin dia. Biasanya Eric bakal bales simpel kayak "Ya," "Iya, bawel," atau "Bentar, kutu kupret," tapi justru itu yang bikin aku senyum-senyum sendiri.

Mungkin dia lama karena lagi siapin bekal buat aku? Siapa tahu, bisa jadi.

Tetap berpikir positif, Jen, walaupun sekarang sudah tinggal 5 menit sebelum gerbang depan ditutup. Kelas sekarang sudah penuh dengan anak-anak, dan aku mulai khawatir. Ric, kamu di mana, sih?

Akhirnya, suara langkah kaki terdengar dari luar—tapi ternyata itu cuma Bu Tina. Melihat ke arah jam dinding, waktu mata pelajaran pertama di kelas 12 sudah tiba.

"Baik anak-anak, siap menempuh perjalanan akhir di SMK ini?" seru Bu Tina, mencoba menyemangati seisi kelas.

Anak-anak serempak menjawab dengan antusias, tapi aku masih gelisah. Aku nggak bisa fokus, kepikiran ke mana Ric. Ayolah, buruan datang sebelum Bu Tina mulai sesi absen.

"Oke, sekarang kita absen dulu, anak-anak kebanggaan bangsa. Ehm... Andri?"

Gawat! Eric ada di nomor absen keempat.

"Diana?"

"Hadir," jawab Diana dengan tenang, sementara jantungku makin deg-degan.

"Eric?"

"Eric?" Kalian tahu, Bu Tina cuma manggil nama tiga kali pas absen.

"Eric?"

"HAAADIIIRR!" Tiba-tiba suara yang aku tunggu-tunggu muncul dari pintu kelas. Anak laki-laki itu ngos-ngosan, seperti habis lari marathon. Rambut dan bajunya berantakan, tapi senyumannya? Nggak usah ditanya, susah dijelasin.

Akhirnya dia sampai juga.

"Bu, saya masih belum telat, kan?" tanya Eric, masih berusaha mengatur napasnya.

"Ya ampun, Ric. Karena ibu lagi senang hari ini abis menang panco, jadi ibu maklumin. Masuk, cepat!"

Dia akhirnya duduk di sampingku, sesuai janji. Aku masih speechless melihat dia. Rasanya pengen banget nyisir rambutnya yang acak-acakan itu. "Hei, kenapa telat?"

"Gapapa, kesiangan. Oh ya, maaf gua lupa buatin nasi goreng buat lu," jawabnya sambil senyum tipis, lalu menidurkan wajahnya di meja.

Aku memutuskan untuk nggak ganggu dia dulu. Raut wajahnya jelas-jelas lelah.

Jam pelajaran pertama dimulai ialah matematika. Ini pelajaran favoritku, dan senangnya bakal terus ada sampai istirahat siang.

 Ini pelajaran favoritku, dan senangnya bakal terus ada sampai istirahat siang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pulang KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang