Bab 9

217 64 16
                                    


Bab 9Agastya Luqman Nugraha


Aga mencari tahu tentang Dipa dan keluarganya semenjak ia mendengar tentang perjanjian bisnis keluarga Caca. Terlebih lagi ketika pernikahan termasuk dalam kesepatan tersebut. Ia harus tahu dengan siapa Caca akan melangsungkan pernikahan. Aga harus memastikan pria yang akan menggantikannya adalah pilihan terbaik untuk Caca.

Ia menyadari tak akan pernah menjadi pilihan keluarga Caca. Sebesar apapun cinta yang ia punya untuk Caca, Aga tak pernah cukup baik menjadi menantu keluarga mereka. Aga sudah melakukan semuanya untuk membuktikan ia layak, tapi itu tak pernah cukup. Sepuluh tahun berusaha untuk menunjukkan ia pilihan terbaik untuk Caca, tapi tak membuat mereka percaya padanya.

Aga bukan berasal dari keluarga kaya. Bahkan ia tumbuh serba kekurangan. Namun, ia tak pernah merasa kurang. Kedua orang tuanya selalu memastikan semua kebutuhannya dan Raffa—adiknya—selalu terpenuhi. Keduanya mendapatkan beasiswa semenjak duduk di bangku SMA hingga kuliah, membuat mereka berhasil keluar dari kondisi serba kekurangan.

Berbeda dengan Raffa yang memilih menjadi pegawai negri selepas kuliah, Aga memutuskan untuk memulai usaha bersama temannya. Kini, di usia tiga puluh tahun—setelah melewati keberhasilan dan kegagalan—Aga berhasil berdiri kembali hanya untuk melihat satu-satunya perempuan yang dicintainya akan menikah dengan orang lain. Walaupun melepas Caca bukan hal yang mudah, tapi Aga bertekad melakukan hal yang benar. Meskipun harus kehilangan Caca, perempuan yang selama ini ada di hatinya.

Tak seorang pun peduli meski ia mengatakan Dipa sudah memiliki kekasih. Semua mengatakan ia hanya mengada-ada saat ia menunjukkan foto Dipa dan Mara. Hanya ia yang kuatir apakah menikahkan Caca dengan Dipa adalah jalan yang terbaik. Namun, seperti semua hal yang harus sesuai dengan keputusan keluarga, persatuan antara keluarga Caca dan Dipa tak bisa dibatalkan.

Malam itu, ketika ia melihat satu-satunya perempuan yang disayanginya berdiri di samping Dipa, kekuatirannya semakin membesar. Terlebih lagi ketika Aga melihat Mara mengawasi dari kejauhan. Asmara—perempuan yang digadang-gadang akan menjadi istri Dipa—tak melepas pandangan dari panggung tampat Caca berdiri dengan senyum lebar di bibirnya.

Semenjak malam itu, ada sesuatu yang berubah. Aga tak bisa melupakan wajah yang sialnya selalu berlarian memenuhi kepalanya. Sorot mata sedih, cemburu dan ragu terlihat jelas di mata perempuan yang selama ini sering terlihat bersama Dipa.

"Kamu enggak suka sama Mara, Mas?" suara Caca menariknya kembali dari lamunannya. "Kelihatan dari wajahmu setiap kala nama Mara muncul," kata Caca menjawab pertanyaan yang tampak di wajah Aga.

"Bukan enggak suka." Aga menyandar di sofa menatap ke halaman belakang rumahnya. "Ada sesuatu yang ...." Ia terdiam sesaat. "Kamu tahu ada sesuatu antara Mara dan tunangan kamu, kan, Ca?"

Caca meninggalkannya dan berdiri tepat di depan pintu sliding menuju teras belakang. Aga bisa melihat pantulan wajah Caca. sesuatu melintas di sana. Sesuatu yang tak bisa ia mengerti. "Ca," panggilnya.

"Aku pernah ketemuan sama Mas Dipa sehari sebelum pesta pertunangan." Aga menegakkan punggung tak percaya dengan apa yang di dengarnya. "Mas lagi sibuk ngerjakan proyek di Malang waktu itu," ucap Caca menjawab kekuatirannya.

"Harusnya kamu ngomong, Ca. Aku bisa balik dan nemenin kamu." Semenjak SMA, hari-harinya hanya terisi belajar dan Caca. Tak pernah ada perempuan selain Caca baginya. Mereka berdua menjadi tak terpisahkan, meski keduanya kuliah di kampus yang berbeda. walaupun keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing selepas kuliah, mereka selalu memiliki waktu untuk bertemu.

Tamat (PROSES CETAK - DIHAPUS SEBAGIAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang