[ In the dining room, fate is wagered with words - Benua ]
••••••
Selama hidup 16 tahun, Arnada tidak pernah berpikir akan melakukan makan malam ini. Bahkan, sempat terpikir saja tidak. Tapi, lihatlah dua keluarga yang saling bercanda bersama ini.
Benar-benar menyebalkan, pikirnya.
Semuanya tampak menikmati makan malamnya dengan nikmat, sedangkan Arnada sendiri menelan saja rasanya tidak sanggup, ditambah lagi tatapan tajam dari seberang ia duduk.
Benua Elrych Kartahanggara. Tatapannya benar-benar ingin sekali mengintimidasi Arnada. Hah, yang benar saja. Memang apa yang akan dilakukan Arnada untuk sekarang? Arnada hanya bisa diam menatap kembali sang pemilik mata tajam itu dengan pandangan yang entahlah apa artinya.
Arnada jelas mengenal Benua dengan cukup baik, mungkin. Akan terlihat aneh jika ia berpura-pura tidak mengenalnya. Seorang putra tunggal keluarga Kartahanggara yang juga kakak kelasnya.
Tapi sebentar, Arnada jadi memikirkan hal ini setelah sadar melihat tatapan Benua yang begitu tajam, apakah Benua berpikir ini semua rencananya? Wahh gila, yang benar saja.
Perjodohan mereka murni keegoisan orang tua keduanya. Itu yang ia tahu dan mengerti untuk sekarang.
"Tapi besan, ini kakak-kakak nya Nada kok nggak ikut?" Pertanyaan itu membuat Arnada menatap si pemilik suara. Karina Lily Kartahanggara, ibu Benua.
Terlihat Agatha Roami Prasasti menjawab dengan sungkan pertanyaan calon besannya. "Soal itu kami minta maaf ya besan, sebenarnya ini juga diluar rencana. Andrew tiba-tiba dapet panggilan dari temennya buat ngerjain tugas kuliah." Jawab Agatha dengan sopan.
Mengangguk paham Karina tersenyum sembari memakan makananya. "Tapi kalau Regan? Masih di Singapore?" Lanjut tanya suami Karina, Arthur Ashe Kartahanggara.
Mengangguk bangga Refano Ven Prasasti ikut dalam obrolan. "Iya, tapi tenang saja. Regan sama kakak-kakak nya Nada yang lain udah tau kok rencana ini."
"Waduh ternyata Nada banyak nih kakak-kakaknya." Karina tampak menyenggol lengan Benua pelan. "Kamu kalo nggak bisa jagain Nada, habis sama kakak-kakaknya loh." Guraunya, disambut dengan tawa ringan semuanya. Tentu saja minus Arnada dan Benua sendiri yang malah mendengus pelan.
Agatha mengangguk pelan menambahkan. "Kebetulan banget, Nada cucu cewe satu-satunya."
"Tambah berat nih kayaknya." Tambah Arthur seraya mengusap sudut bibirnya.
Makan malam selesai.
"Jadi, bagaimana nih besan. Saya benar-benar." Ujaran Arthur itu terpotong saat Refano berucap.
"Jangan terlalu formal dong. Kita santai saja, bukan masalah bisnis ini." Arthur tampak mengangguk puas, setuju.
"Oke-oke... Aku benar-benar berharap Nada bisa jadi menantu di keluargaku, benarkan Ma." Lanjutnya seraya melirik sang istri.
Menurut Arnada, Karina atau ibu Benua itu benar-benar menyukai hal ini, terlihat jelas saat ia mengangguk dengan semangat menyetujui perkataan sang suami. "Yah, benar. Aku benar-benar berharap dari dulu jika Nada menjadi menantu ku."
Melirik sang mama, Agatha tampak masih terlihat sedikit canggung dengan keluarga Benua. "Aku pun berharap demikian." Ah, Arnada salah menilai mamanya, ternyata juga berharap.
"Benua." Panggilan dari Refano itu, ternyata bukan hanya mengalihkan pandangan Benua tapi juga Arnada.
Kekompakkan keduanya yang secara tidak sengaja itu, malah semakin membuat Karina bahagia. Arnada sempat melihat Benua yang mendengus pelan saat melihat reaksi dari mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADA BENUA | ON GOING
Teen FictionArnada Cleo Prasasti yang kebanyakan orang bilang ia sangat beruntung dapat bersanding dengan seorang Benua Elrych Kartahanggara. Tapi benarkah? Atau malah sebaliknya? --- Jangan pernah berpikir untuk meniru, mengambil, atau bahkan menghakmilikkan c...